Kenapa Suka Ngopi?

FGD "Quo Vadis Bisnis Kopi" (Foto. Mang Aat)

FGD “Quo Vadis Bisnis Kopi” (Foto. Mang Aat pake kamera barunya yang ada wifi-an *gayaaa*)

Jumat 20 Sept 2013 pukul 19.00, Chez Moka. Ceritanya saya tetiba dapat undangan dari teman untuk ikut FGD tentang kopi. Wow, tertarik dong saya. Secara agendanya bakal seru banget, dan yang pasti dapet kopi gratisan dari si empunya FGD *modus.

Sebut saja namanya Hilda, mahasiswi S2 MBA ITB yang sedang menyusun tesis tentang proyeksi bisnis kopi kedepan. Berasa dukun gini.

Malam itu, alhasil terkumpul-lah 5 orang yang konon kabarnya suka ngopi. Dia adalah, saya, Flo, mang Aat, Nanaw, dan satu lagi teman mang Aat yang saya sendiri lupa namanya :p. FGD dimulai dengan pertanyaan: “Kenapa sih suka ngopi?”

Karena kita semuanya penyuka kopi, jadilah dengan semangatnya kami nyerocos bla ble blo tentang motivasi kami ngopi. Wah, ternyata beragam banget loh. Ada yang suka kopi karena konon kalo ga ngopi ada bagian yang hilang dari hidupnya *bahasanya rada dilebaykeun saeutik*. Ada yang suka kopi untuk begadang aja. Ada yang suka kopi karena sisi romantisme mendalamnya *FTV mode on*. Ada yang suka kopi karena emang pengen belajar ngopi. Daaan ternyata, motivasi ini amat sangat mempengaruhi perilaku mengopi mereka.

Misal, si A yang suka ngopi karena kalo ga ngopi ada bagian hidupnya yang hilang. Sudahlah pasti, ngopi adalah ritual wajib selama menjalani hari. Si B yang suka kopi karena kisah romantisme masa lalunya, selalu teringat kisahnya saat ngopi. Si C yang suka kopi karena pengen belajar, ya ga harus-harus banget ngopi tiap hari, dan ga sampe jadi ashobiyah pada salah satu jenis biji kopi, hanya senang aja dengan biji kopi dengan segala kerumitannya. Ada juga golongan orang yang “ah, pengen ngopi weh buat temen rokok” maka biasanya ga peduli minum kopi apa, yang penting kopi, termasuk cukuplah minum kopi instant.

Nah, kalo kamu kenapa suka ngopi?

——-

Ngiklan.

Dikasih arahan bagaimana mengoperasikan mesin espresso oleh sang Barista (Foto. Mang Aat)

Dikasih arahan bagaimana mengoperasikan mesin espresso oleh sang Barista (Foto. Mang Aat)

Saya bikin Cafe Latte sendiri loooh di Chez Moka. Rada grogi gitu. Grogi pas mencet tombol grinder. Grogi pas tamping. Grogi pas mengoperasikan mesin espresso. Grogi pas frothing susu. Grogi pas bikin Latte Art. Ah, rangkaian grogi yang bikin cafe latte saya gagal. Alih-alih bikin Cafe Latte, malah jadi Flat White (baca: kopi susu) aja gara-gara salah pas foaming susu. Ah sudahlah, ini kan baru pertama. Toh, Mas Ardi, Baristanya Chez Moka pernah latihan bikin kopi yang enak sampe-sampe harus dilarikan ke Puskesmas gara-gara overdosis kopi (Baca: minum 15 cangkir kopi sehari).

Cafe Latte gagal total tapi bikinin saya sendiri..lalalala

Cafe Latte gagal total tapi bikinin saya sendiri..lalalala

[Cofee Story] Bicerine Kopi Kamu

Di warung kopi lain saya selalu memesan cafe late nah klo di Kopi Kamu, Bicerine jadi menu andalan saya. Keunikan dari Bicerine adalah, cokelat dalam campuran espresso dan susu. Penyajian Bicerine berbeda dengan hot coffee lainnya, dia disajikan di gelas kaca bukan keramik. Satu cangkir kopi Bicerine Kopi Kamu dihargai Rp. 23.000,oo

basic espresso dari mesin espresso

basic espresso dari mesin espresso

Barista mencampur froth mil ke dalam espresso dan cokelat

Barista mencampur froth mil ke dalam espresso dan cokelat

latte art

latte art

Secangkir kopi Bicerine

Secangkir kopi Bicerine

 

 

 

 

 

[Coffee Story] Caffe Latte

Caffe Latte PVJ | Foto: Hesty Ambarwati

Caffe Latte PVJ | Foto: Hesty Ambarwati

Menu kopi yang bikin saya jatuh cinta pertama kalinya sama kopi adalah Caffe Latte. Dan entah kenapa, setiap saya ngupi-ngupi cantik di coffee shop, saya selalu memesan menu satu ini. Bagi saya yang dulunya ga bisa nerima kopi (karena langsung ber-efek deg2an dan mual2) caffe latte adalah minuman yang pas untuk orang seperti saya. Orang yang ingin menikmati kopi, namun tidak cukup kuat menanggung efek kafein. Caffee latte, rasanya nyum2 banget deh, pahit dan rame rasa kopi berpadu dengan gurihnya susu…ah nikmat.

Naaah, masih ada yang bingung ga, apa sih bedanya Caffe Latte dan Cappuccino? ini dia bagan menu kopi ala Italia yang mudah-mudahan membantu:

Komposisi resep berbasis espresso | Sumber: Google

Komposisi resep berbasis espresso | Sumber: Google

Caffe latte adalah menu berbasis espresso, dengan tambahan lapisan steamed milk (10 oz) dan milk foam (0,5 oz). Nah biasanya disajikan dengan tampilan yang indah. Milk Foam dilukis sedemikian rupa oleh sang barista untuk mendpatkan gambar yang indah di secangkir caffe latte kita. Kegiatan lukis-melukis ini disebut dengan Latte art.

BTW, waktu saya minum caffe latte di Kedai Kopi Kamu – Bandung, sang barista pernah ngasih tips. Katanya, kalo mau tau milk foamnya bener atau ga, maka letakkan gelas di atas milk foam. Klo sendoknya tertahan di atas milk foam, maka hasilnya bagus.

Mengecek apakah Milk Foam benar. Caffe Latte di PVJ Bandung | Foto: Hesty Ambarwati

Mengecek apakah Milk Foam benar. Caffe Latte di PVJ Bandung | Foto: Hesty Ambarwati

 

 

Kopi Legenda

Kopiii mana kopiiiii…sudah lama saya tidak melakukan ritual ngopi-ngopi cantik lagi. Ditambah harus bed rest oleh sebab tutul-tutul merah muncul disekujur badan akibat dikutuk triomacan2000 karena telah meng-unfollow’a dari twitter. Dan karena ga ada kerjaan selama bed rest, intensitas saya memandangin layar hp dan berjibaku di twitter land meningkat. Dan jadilah saya melihat -dengan beruntungnya- akun @mooibandoeng yang sedang membahas pabrik kopi tua di Bandung. Saya pikir, kopi legenda di Bandung hanya dimiliki oleh Aroma, tapi ternyata…ada dua pabrik kopi legenda lainnya yang sama-sama tuanya dan konon lebih nikmat dibandingkan Aroma (walaupun rasa soal selera sih ya :D). 2 merk kopi itu adalah:

Javaco Koffie dan Malabar Koffie 

Javaco Koffie | Sumber: Google

Javaco Koffie | Sumber: Google

Malabar Koffie | Sumber: Google

Malabar Koffie | Sumber: Google

Sebenernya, saya pernah lihat kopi2 ini di Setiabudhi mart. Tapi beda kan ya sensasinya klo kita dapatkan langsung kopi ini dari pabriknya..So, ada yang mau ikut saya buat jalan-jalan kesana? dan cupping2 cantik juga tentunyaaaa….hohoho

[Kopi] Bereksperimen dengan French Press

Image

Kopi Papua

Hari itu, di hari yang tanpa planning. Saya dan Flo coba bermain ke Setiabudhi Mart, tidak jauh dari pusat kemacetan kota Bandung (baca: Rumah Mode), yang entah kapan akan direlokasi ke Kawah Ciwidey. Melihat-lihat bungkus kopi dan alat-alat untuk menyeduh kopi adalah kegiatan kami saat itu, untuk kemudian berharap akan memilikinya kelak.

Sampai jua kami pada bab melihat-lihat jejeran alat penyeduh kopi, mulai dari mesin espresso seharga 11 juta, moka pot seharga 300ribu, Vietnam drip seharga 80ribu dan French Press seharga 61ribu. Itulah French Press yang paling murah diantara yang lainnya, yang akhirnya dipilih oleh Flo untuk dimiliki. Juga sebungkus kopi Papua Arabica merk Kafana yang saya beli seharga 27ribu rupiah saja.

Dan inilah kami, dikosan sang manusia goa (baca: Flo) sudah siap dengan ilmu, alat dan bahan untuk menyeduh sang kopi dengan cara yang berbeda. OK, setelah saya baca cara menyeduh kopi dengan French Press di blog’a mas Toni Wahab (cikopi.com) dan mendownload video tentangya, kami pun siap menyeduh kopi Papua yang katanya paling top itu.

Menyeduh kopi dengan French Press itu susah sulit gampang. Ya, untuk menghasilkan kopi yang nikmat kita harus melalui cara yang juga rumit. French Press yang dimiliki oleh Flo ini mampu menyeduh 300 ml kopi. Biasanya, takaran yang pas untuk satu gelas kopi nikmat adalah: 15 gram kopi dan 200 ml air. Namun kali ini, saya gunakan 25 gram kopi dan 300 ml air. Oh iya, kopi yang digunakan untuk French Press harus digiling kasar. Saya coba urutkan langkahnya ya:

1. Siapkan alat, French Press, sendok, gelas. Sebelum digunakan, hangatkan French Press menggunakan air hangat (air hangat dituang ke dalam French press, bukan direndem di dalam baskom ye)

Image

Hangatkan French Press

2. Siapkan bahan 25 gram kopi yang sudah digiling kasar. Air 300ml

3. Rebus air 300 ml mencapai suhu 95 derajat celcius. Tapi, karena saya ga punya thermometer, so saya biarkan air mendidih, lalu diamkan selama 1 menit  setelah api dimatikan (ini kata mas Toni Wahab).

4. Masukkan 150 ml air hangat ke dalam French Press, lalu masukkan kopi, aduk, tutup. Biarkan selama 30 detik. Pada 30 detik awal ini, aroma kopi begitu semerbak tercium.

Image5. Ya, setelah 30 detik berlalu, masukkan 150 ml air lagi ke dalam French Press, tutup dan biarkan selama 3,5 – 4 menit. Aromanya makin kuaat sodara-sodara, dan ekstraksi pun dimulai.

Image6. Setelah 4 menit berlalu, French Press siap di press secara perlahan, agar ampas kopi terdorong ke dasar French Press, memisahkan antara ampas dan air kopi.

Image

7. Siaaap dihidangkan.Image

Hei, itu dia kopi Papua yang aromanya begitu harum dan rasanya pahit khas kopi, sedikit asam tapi mantaaaaabbb. Pahitnya mirip sama kopi Toraja, tapi aromanya lebih kuat kopi Papua. Yang ga terlalu suka pahit, boleh ditambahkan gula, 1 sendok makan peres saja, jangan rusak citra pahitnya dengan menambahkan gula berlebihan :p. Selamat mencoba…

Kopi Gesang Rasanya Jossss

Image

Kopi Joss – Kopi Medan

Seusai pergi  menuntut ilmu (elaaah sholeh pisan dah), saya dan Flo (sang pemegang kartu diskon sakti :p) mendadak naksir sama plang bertuliskan “Kopi Gesang”. Entah ada hubungan darah atau tidak dengan Gesang, tapi yang pasti kami penasaran mengicip-icip kopi asli Indonesia yang diseduh bersama arang dan dikenal dengan kopi josss.

Letaknya sedikit nyempil, di Jalan Cemara Bandung. Suasana khas Jawa menghiasi kedai kopi satu ini. Agak horror memang memulai untuk kedua kalinya minum kopi yang diseduh gaya Indonesia (tidak dibuat espresso, atau sejenisnya). Setelah zaman dulu sempat minum kopi di kedai kopi Lamping yang menyeduhnya dengan cara di drip menggunakan Vietnam Drip, kopi hitam tanpa ekstraksi itu membuat perut saya protes dengan suksesnya.

Pilihan kopinya hanya tiga, salah satu yang khas dari Kopi Gesang adalah Kopi Josss-nya, dengan berbagai pilihan jenis biji kopi. Mulai dari Arabika Gayo, Lampung, Medan, Bali, Robusta Toraja, Jawa, dan lain-lain (sayang ga ada kopi favorite saya yaitu kopi Lintong). Setelah dipertimbangkan matang-matang, akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada Kopi Medan dan Flo memilih Kopi Toraja. Di Kopi Gesang, kita akan ditawari tiga pilihan kopi untuk kopi Jossnya: Ladies (200 ml) seharga 10ribu, Gents (300ml) seharga 15ribu dan Couples (200 + 300 ml) seharga lupa, karena saya jomblo dan ngapain juga saya inget-inget harganya #sikap.

Singkat cerita, datanglah dua kopi itu bersama sang barista. Dia letakkan perlahan tiga pilihan gula, brown sugar, gula pasir dan gula batu tumbuk. Lalu, kopi dalam cangkir di masukkan arang membara….jossss, begitulah bunyinya. Menurut sang barista, arang berfungsi untuk menyerap kafein dan rasa asam yang terkandung dalam kopi. Arangnya juga beda, ia berasal dari buah-buahan, kebetulan untuk Kopi Gesang mereka menggunakan arang dari buah rambutan. Dengan polos saya bertanya “Mas, arang buah rambutan? Maksudnya bijinya dijadiin arang?”. “Dari pohonnya mba masa bijinya” ; Jleb. So, ga usah juga ngebayangin klo arang yang dimasukkin ke cangkir kopi lo itu adalah arang dari batok kelapa atau kayu bekas bangunan yang biasa dipake bakar sate kambing pasca idul qurban. Sekian.

Setelah masnya pergi, dengan horror saya mengaduk secangkir kopi hitam pekat itu. Aaaarrrggghhh….tahukah? ia masih meninggalkan ampas tebal di dasar cangkir. Dengan kejamnya sang barista menyeduhnya seperti itu saja. Aroma arang muncul bercampur dengan aroma kopi Medan yang khas kayu. Yang unik muncul dari aroma kopi Toraja, bau ikan. Sebelum merusak rasanya dengan tambahan gula, saya mencicipinya terlebih dahulu. Kopi Medan cenderung asam, pahitnya tidak terlalu kuat. Kopi Toraja pahit total, kental tapi nikmat. Ok, mari kita bantai mereka dengan hujan gula. Sadar diri, saya hanya menambahkan 2 sendok teh brown sugar dan 2 sendok teh gula batu yang diremukkan. Sedikit manis tapi tidak menghilangkan rasa khas kopinya.

Di tengah rintik hujan, terjebak di saung bersama bunyi air yang jatuh ke atas kolam, dan ikan Koi yang hilir mudik pasang badan sambil berkata “ayo pepes saya”, serta secangkir kopi hangat yang nikmat, sayang masih ditemani oleh Flo, bukan suami saya :p.

Selamat menikmati. Wilujeng sumping *loh.

Kopi Saya? Kopi Kamu

Sudah 1 bulan lebih saya tidak betul-betul meniatkan diri minum kopi. Skripsi yang masih belum beres-beres juga itu cukup menyita uang saku saya…hahaha, juga beberapa kejadian lainnya yang membuat saya harus mulai berdamai dengan kopi instant. Akhirnya, awal Mei yang indah. Tiba-tiba seorang anak manusia berbicara kepada saya melalaui twitter “rifzahra: @nisshadianty @addurra_izzati ngopi yu”. Ini adalah alamat, bahwa sang empunya hajat akan mentraktir dengan suka cita tanpa paksaan apapun. Ok, pilihan kita jatuh pada kedai kopi berjudul: Kopi Kamu, terletak di Jl. Taman Sari, persimpangan Balubur Town Square- Bandung. Kedai kopi yang sering saya lewati bersama angkot Ledeng – Cicaheum, dengan baligho melambai yang bertuliskan “Buy 2 get 1” (betul begitu?saya lupa :p).

Kopi Kamu, bergaya rada Eropa tapi agak Jawa juga saya juga bingung mendefinisikannya seperti apa. Tapi yang pasti tempatnya cozy banget dah (cozy dengan standar saya yang rada aneh). Masuklah kami dengan pede tingkat dewa, seolah-olah itu adalah rumah kami sendiri. Memang begitu mungkin konsepnya, berasa di rumah sendiri. Sampai tibalah kami di teras belakang yang ternyata jalan buntu, dengan elegannya kami keluar lagi menuju teras depan, mengambil kursi dan duduk dengan manis menunggu seseorang menwarkan menu.

Seorang pria yang diduga adalah baristanya Kopi Kamu datang membawa dua lembar menu, terpampang bahasa yang agak melangit, lain dari biasa Sunda sehari-hari. Espresso, bicerine, Kopi Kamu Flavoured Coffee Latte, Cappuccino dan deretan kopi lainnya yang saya gagal paham.

“Mas, bicerine itu apa?” kami pun memberanikan diri untuk bertanya

“Itu kopi dicampur sama cokelat, tau ga teh? Kopi bicerine itu sering disebut sebagai kopi perdamaian, jadi dulu ceritanya, ada seorang mafia datang ke sebuah kedai kopi di Italy. Dia pesan bicerine ke baristanya, pas datang pesanannya dan dia minum, dia marah-marah “bicerine macam apa ini?”. Akhirnya ada barista lainnya yang mengamati sang mafia itu, terus dia bikinin deh bicerine lagi. Diminum lah bicerine itu oleh sang mafia, dan dia langsung diam. Inget sama rasa bicerine ibunya yang ninggalin dia sejak kecil. Someday, sang Ibu ketemu lagi sama sang mafia ini, dia kasihlah bicerine sebagai ungkapan rasa maaf sang ibu kepada sang anak. Selesai”

“Ok mas, bicerine satu” itu Flo yang pesan

“Kopi Kamu Flavoured Coffee Latte rasa Green Tea” itu saya yang pesan

“…….” Itu teh Rifi yang pesan, saya lupa beliau pesan apa, beliau juga lupa pesan apa, sudahlah kalo begitu kita lupakan saja.

“Mas pake kopi apa?”

“Kita buat sendiri untuk kopinya, blend antara robusta – arabikanya kopi Papua dan Lampung (atau Bali ya? Saya lagi-lagi lupa)”

Akhir cerita, datanglah pesanan itu ke hadapan kami.

Kopi Kamu Flavoured Coffee Latte rasa Green Tea. Pernah coba Green Tea? Ugh pahit ga jelas gitu kan? Kopi juga pahit kan? Tapi, setelah mereka (Green tea dan espresso) berpadu dengan campuran susu sapi, rasanya menjadi indah. Pahit kopi dan pahit green tea yang mampu berdiri sendiri ditambah gurih susu sapi. Nikmaaaat sodara-sodara. Secangkir besar Kopi Kamu Flavoured Coffee Latte dihargai Rp. 30.000,00

Bicerin. Pernah coba cokelat panas? Pahit juga kan? Dicampur sama kopi, ditambah susu dan foam juga. Unik rasanya, ga manis, tapi ya khas kopi dan cokelat itu. Dan si Flo dengan dodolnya nambahin 3 bungkus brown sugar ke dalam bicerinenya, yang setelahnya malah menjadi aneh.  Secangkir bicerine dihargai Rp. 25.000,00

Image

Bicerin’a Kopi Kami, Foto by: Flo

Tentang Bicerine, ialah minuman yang berasal dari daerah di Italy yang bernama Torino. Sebuah tempat yang sangat terkenal dengan cokelatnya. Alkisah, kopi jenis bicerine ini muncul dari seorang Torino yang mau minum kopi dicampur dengan cokelat hangat. Cokelatnya juga khas, ada rasa hazelnutnya. Dan konon kabarnya, bunga hazelnut adalah lambang perdamaian. So, bicerine disebut-sebut sebagai minuman perdamaian. (Sotoy, biarin, sorry sanadnya ga shahih emang).

“Mas ada buku tentang kopi ga?”

“Belum ada teh, tapi klo mau ngobrol dan mau liat baristanya bikin espresso, datang aja ke barnya”

Siaaaap…esok atau lusa saya akan datang lagi.

[Kopi] Ada Ilmu di setiap biji kopi dan teguknya

Kapan jatuh cinta pertama kali? Saya akan jawab ga tau :D. Tapi klo ditanya, kapan jatuh cinta  sama kopi untuk pertama kalinya? Saya akan jawab di tahun 2011 pasca seminar skripsi tahap 1, kapan tepatnya saya juga lupa hahhaa. Jatuh cinta pada rasa dan aroma yang muncul dari sebuah kopi espresso-nya Bandar Kopi. Dan setelahnya, saya mulai menikmati masa-masa mencicipi kopi dari satu kedai kopi ke kedai lainnya (walaupun masih di kota Bandung).  Kedai kopi seperti apa? Ya kedai kopi yang unik, yang tidak menjual segelas kopi ABC dengan harga Rp. 10.000,00.  Mulai dari kopi Indonesia yang dibrewing dengan gaya Italiano ataupun kopi khas Indonesia yang asli Indonesia. Dibandingkan dengan @peminumkopi atau pemilik blog Cikopi.com pengalaman saya jauh di bawah mereka, bisa dibilang masih anak bawang lah ya.

Image

Menjadi polos disetiap kedai kopi yang saya kunjungi itu: INDAH. Bertanya a-z tentang kopi yang mereka pakai, tentang cara brewingnya, sampai filosofi dari kopi dan kedai kopi mereka. Ada barista yang mampu memberikan informasi yang saya inginkan ada juga yang hanya bilang: “maaf mba kurang tahu”. Arrgggh….tidak seperti orang lain yang menjadikan ritual minum kopi sebagai hanya minum kopi, atau minum kopi sambil ngerjain skripsi di kedai kopi hanya karena butuh suasana bertapa, saya butuh ilmu tentangnya.

Ya, sesuai niat awal saya kenapa nyemplung di dunia yang maskulin ini (maklum kopi selalu dilekatkan pada pria), yaitu mempelajari tentang kopi. So, setiap saya berkunjung ke kedai kopi maka harus ada ilmu baru yang saya dapatkan. Agak sedih saat berkunjung ke sebuah kedai kopi, jika rasa ingin tahu saya tentang jenis kopi yang mereka gunakan atau bagaimana menyeduhnya , kemudian dijawab dengan “maaf saya tidak tahu”, ah serasa rugi mengeluarkan uang belasan sampai puluhan ribu untuk secangkir kopi dan kata “tidak tahu”.

Semakin jauh saya berteman dengan kopi, semakin dalam rasa ingin tahu saya tentang biji-biji unik ini. Setiap prosesnya adalah ilmu yang sangat berharga. Bayangkan, Indonesia memiliki variant kopi yang sangaaat beragam, dari mulai Kopi Aceh, Kopi Gayo, Kopi Mandailing, Kopi Lintong, Kopi Medan, Kopi Lampung, Kopi Bengkulu/Curup, Kopi Jawa, Kopi Papua, Kopi Toraja, Kopi Bali, dan kopi-kopi lainnya yang jika ditanam di tanah dan tempat yang berbeda akan menimbulkan rasa yang berbeda. Mereka semua memiliki rasa, dan aroma khasnya masing-masing. Contoh Kopi Toraja, aromanya unik khas ikan, kenapa? Apakah dia ditanam di sebelah empang?ga mungkin kan…hahahha, Saya masih belum menemukan jawabannya.

Lanjut ke kebingungan saya selanjutnya, tentang kebiasaan minum kopi masyarakat daerah tertentu di penjuru Indonesia. Tentang filosofi minum kopi ala mereka. Tentang bagaimana menyeduh kopi ala masyarakat Indonesia di daerah-daerah penghasil kopi itu. Tentang bagaimana mengolah biji kopi hingga siap minum. Tentang apa bedanya espresso, macchiato, dan café au lait alias latte. Tentang bagaimana masyarakat Italy memandang kopi. Dan sesekali saya juga ingin berada di balik alat-alat penyeduh kopi itu, meracik kopi buatan sendiri untuk diri sendiri, haha.

BTW, saya mendadak ingat pada sebuah komik Jepang berjudul: BARISTA. Menceritakan tentang seorang barista asal Jepang yang sudah melanglang buana di jagad perkopian Italy, ia bernama Koui Aoi. Kecintaannya pada kopi membuat ia menjadi seorang barista yang luar biasa. Tidak hanya mampu membuat kopi yang enak, tapi juga mampu membuat kopi yang “menentramkan”. Baginya, menjadi barista adalah menjadi teman bagi setiap orang yang minum kopi di kedainya. Begitulah kedai-kedai kopi di Italy menggambarkan kondisi dan suasananya. Seorang barista tidak hanya dituntut mumpuni dalam meracik kopi, ia juga harus tahu betul jalan-jalan di Italy, sampai tempat makan yang enak di Negara penggila kopi itu. Kenapa? Karena kedai kopi adalah tempat orang-orang berkumpul dan bersosialisasi, mereka bisa bercerita atau bertanya apapun kepada sang barista, lebay-nya kedai kopi adalah rumah kedua bagi mereka.

Image

Komik Barista

So, besar harapan saya terhadap kedai-kedai kopi di Indonesia untuk membekali barista ataupun sang waiter dengan pengetahun ke-kopi-an. Setidaknya saat saya bertanya ini itu perihal kopi,  mereka bisa menjawabnya seperti Wikipedia menjawab semuanya :p. Atau minimal, sediakan 1 rak buku berisi buku-buku yang bertuliskan ilmu tentang kopi. Dan lebih baik lagi, sediakan seorang barista yang sangat baik hati berbagi apapun tentang ilmu perkopiannya pada kami yang haus ilmu bukan sekedar haus tenggorokannya. Sehingga saya bisa dengan ringan hati membeli kopi dan ilmu di kedai tersebut.  Sekian, jayalah kopi nusantara!.

Si hitam manis dari Bulukumba

Bismillah….

 

Kedai Kopi Waddaddah, kopi susu khas Bulukumba

Pernah dengar Bulukumba? pertama kali mendengar nama ini pikiran ane langsung terbang ke sebuah daerah bernama Sumbawa yang  sangat terkenal dengan susu kuda’a. Tapi ternyata Bulukumba dan Sumbawa ga punya hubungan darah sama sekali :p. Ya, Kopi Susu Waddaddah khas Bulukumba  adalah sebuah kedai kopi yang lokasinya dekat kosan ane (baca : Gegerkalong Hilir, Bandung). Namanya yang unik itu membuat ane rada-rada penasaran sama rasa kopinya.

Jadilah hari ini, 27 Desember 2011 ane bersama dengan Nissa alias Flo my partner in crime menyambangi itu kedai kopi (setelah ane ditipu oleh kopi The Kiosk Ciwalk, 10ribu untuk dapetin kopi ABC biasa T_T). Setelah duduk dengan manisnya di kedai kopi itu, datanglah sang mas2 (Kak Dino) membawa kartu menunya dan berkata dengan logat khas daerah luar pulau Jawa : “Baca dulu sejarahnya”….

“Bulukumba itu nama daerah?” ane pun bertanya dengan polosnya

“Iya…pernah dengar celebes?…itulah orang Belanda menyebut kami” jawabnya

“oooo….Sulawesi toh”

Ok, setelah bertanya pada kak Dino mana kopi yang recomended akhirnya ane pesan satu cangkir kopi dua tellue yang perpaduan antara kopi dan susunya seimbang. Ada yang unik dari kopi bulukumba, aroma dan rasanya khas bakaran kopi (susah ngejelasinnya..haha). Mantab lah. Selang beberapa menit, kak Dino pun menawarkan satu kopi Waddaddah gretong sodara2. Itulah kopi hitam tanpa campuran susu dan gula terpahit yang pernah ane minum. Pernah ngerasain jamu brotowali ? begitulah kurang lebih rasanya. (Pantesan dia cuma nyengir2 aja pas ngasihin tu kopi).

“Klo minum kopi itu, biasanya yang ga cocok bakal ga bisa tidur atau paling ga diare..hahha” celetuk mas2 diujung sana

Kopi Dua Tellue

Kopi Waddaddah (Waddaddah berasal dari B.Arab yang berarti : mantab)

-_-‘ -_-‘ -_-‘…zzzzzZZZZ… Waddaddah dah

Oh iya..ngemeng2 ya…ini ilmu baru yang ane dapetin dari ngobrol2 bareng ma kak Dino :

Dahulu kala, sebelum terkenal kopi khas tanah Toraja, masyarakat Toraja mengambil biji kopi untuk pertama kalinya dari daerah Bulukumba. Dan, akhirnya kopi Toraja jadi lebih terkenal dibandingkan dengan daerah asalnya, yaitu Bulukumba. Di Sulawesi sendiri, minum kopi dipagi hari merupakan sebuah kebiasaan yang mendarah daging bagi kaum pria. Sebelum berangkat kerja, kedai2 kopi penuh sesak oleh penikmatnya. Dari mulai fotografer, wartawan sampai tukang rental mobil. Jangan aneh klo di Sulawesi sana, setiap kedai kopi pasti memasang tulisan “Rental Mobil”. Begitulah mereka, merentalkan mobilnya, menunggu mobilnya kembali sambil minum kopi dan ngobrol ngalor ngidul. Jangan harap menemukan makhluk berjenis wanita di kedai-kedai kopi, karena kopi memang identik dengan pria disana. (Ga kaya di Bandung ya…)

Nah, uniknya kopi Bulukumba di daerah asalnya memang terkenal sebagai kopi susu. Setelah di bawa ke Bandung,  barulah kopi Bulukumba dibuat lebih beragam variannya (karena kata’a, orang Jawa itu mengenal kopi dengan dua jenis : kopi bergula, dan kopi hitam). Humm..pas jalan2 ke dapurnya, jangan harap bertemu dengan satu set penyeduh espresso, mocca drip atau french drip. Kenapa ? karena kopi khas Bulukumba hanya bisa diseduh dari sebuah teko kuningan, inget ya..kuningan…ga boleh logam2 lainnya.

Teko penyeduh kopi, terbuat dari kuningan

Disaring terus sampe ga menyisakan ampas kopi

Nah…cinta itu rasanya kek kopi ini…kadang2 pahit :p

 

Sekian….ah senangnya menggali beragam jenis kopi Nusantara….

 

 

Akhirnya…ngopi juga

Bismillah…

Klo liat orang sampe addict banget minum kopi, kadang2 ane suka heran sendiri. Dari mulai kopi instant sampe kopi asli (tubruk mungkin ya bahasa perkopiannya). Akhirnya, ane yang ga terlalu suka minuman berwarna ini pun tertarik juga buat icip-icip kopi. Kopi pertama yang pernah ane coba adalah kopi instan, yang klo diseduh serbuknya langsung hilang. Versi ane dulu, kopi instan itu lebih modern n ‘muda’ dibandingkan kopi tubruk yang khas bapak-bapak.

Akhirnya setelah mencoba kopi instan yang harum itu, sensasi aneh pun terjadi. Deg2an dan mual dengan perasaan yang ga karuan *lebay. Dan selanjutnya adalah susah tidur -_-‘. Hah…walau efeknya kek gitu, ane kadang2 masih penasaran buat nyoba2in kopi. Ada yang bilang mungkin harus makan dulu sebelum minum kopi buat ngilangin rasa mualnya. Ok, akhirnya ane coba makan dulu sebelum minum kopi instan. Dan, nyatanya sama aja.

Hingga tersebutlah suatu hari, seorang teman ngasih satu bungkusan kopi robusta’a “Aroma” (tau kan warung kopi di daerah Banceuy yg super terkenal itu?) ke ane. Yang konon katanya kopi beginianlah yang kafein’a sedikit dan -kemungkinan besar- ga akan bikin ane deg2an n mual2 lagi. Tapi ternyata….selain ga tahan pahitnya, ane pun harus melewati sensai itu lagi..hah. Semakin menyerah menghadapi kopi. Ingin berteman namun tak bisa..hahaha.

Kopi dan aromanya membuat ane selalu penasaran untuk nyobain merk satu ke merk yang lainnya. Oh sulitnya menikmati kopi untuk jenis makhluk kek ane ini.

23 Desember 2011, setelah berjibaku dengan skripsi. Festival Kopi se-Indonesia akhirnya dilaksanakan juga di Bandung, tepatnya di Cihampelas Walk alias Ciwalk. Jejeran kedai kopi menghiasi Ciwalk, dari mulai kopi instan sampai kopi luwak yang harganya setinggi langit. Semerbak aroma kopi berhamburan menyambut ane saat menginjakkan kaki di area festival ini. Ah, harum seperti biasa, namun bayangan mual dan deg2an masih membayang saat ane menyeruput kopi2 itu. Satu per satu kedai ane sambangi. Kopi luwak, jenis kopi yang selalu membuat ane penasairan karena harganya yang amit2 itu menggiring ane menyambangi kedainya. Sambil berharap ada kedai yang menyediakan tester kopi luwak gratis untuk orang2 nanggung seperti ane ini, haha. Setelah disurvey dengan mata yang remang2, ternyata kedai itu hanya dipenuhi oleh orang2 berada yang menjadikan ritual minum kopi sebagai life style mereka (bikin gw ga pede).

Setelah dipastikan ternyata kedai kopi luwak tidak menyediakan tester gratisan, beralihlah ane ke satu kedai bernama “Bandar Kopi”. Jejeran kopi dari berbagai daerah di Indonesia menghiasi meja kedai itu. Gayo, Mandailing, Lintong, Flores, Java, Bali, Wamena, dan Kopi khas Bandar Kopi sendiri (campuran kopi2 Sumatera baik Arabica ataupun Robusta). Semakin tertarik dengan biji keramat ini :p.

Niat mencari ilmu akhirnya kesampaian juga. Sang Barista dengan sabar meladeni setiap pertanyaan culun ane tentang kopi (Rada berasa kampring juga sih pas tanya2 tentang kopi..maklum amatiran :p).

Pertanyaan 1 :
Q : Mas kopi apa yang paling enak?
A : Lintong sama Wamena mba, sayang wamenanya abis
Q : Klo Bali?
A : Versi aku sih ga terlalu enak, kopinya asem
Q : Manggut2 ga ngerti :p

Pertanyaan 2 :
Mas Barista : Mau coba kopi espressonya mba?
Ane : Boleh (sambil deg2an bakal merasakan sensasi aneh itu lagi atau ga pasca minum)

Ya..secangkir kopi espresso dari Bandar Kopi tersajikan dengan aromanya yang sangat2 harum berbeda dengan kopi Kapal Api kesukaan babeh ane(maklum belum bisa mendetailkan aroma seperti apa yang keluar dari kopi itu). Srupuuut…ah pahit khas kopi, tapi yang ini beda, seperti apa? entahlah pokoknya beda dan nikmat. Inilah kali pertama ane bisa minum kopi dengan nikmat, menikmati rasa pahitnya, menikmati aroma uniknya, menikmati campuran gula dan pahitnya. Dan yang paling mengagetkan adalah : ANE GA DEG2AN DAN MUAL sodara2. *prok2…

Setelah menghabiskan satu cangkir kecil espresso gratisan, ane pun memboyong 2 bungkus kopi (Lintong dan Bandar Kopi) untuk mbak ane. Tandanya, ane pun dapet 1 cup coffee latte untuk dinikmati gratisan lagi…hahaha. Dan inilah latte ternikmat yang pernah ane coba (maklum, ane cuma pernah nyoba good day latte :p *pembanding yang tak sebanding). Karena perbandingan kopi dan susunya adalah 1:2, mungkin pekat sang kopi tidak terlalu terasa. Tapi, perpaduan antara kopi dan susu itu terasa sangat harmonis. Apalagi setelah dicampur 2 bungkus brown sugar ke dalamnya. Ah maknyus brooo…

Yaya…konon kabarnya kopi berampas memang tidak menimbulkan efek deg2an dan mual. Ah, semakin tertarik mengidentifikasi dan mendefinisikan aroma serta rasa dari berbagai macam jenis kopi, cara menyeduh dan alat seduhnya. Terjawab sudah kebingungan ane tentang “kenapa sekelompok orang benar2 addict pada kopi”. Sayonara kopi instan :p

La

Bandar kopi yang aromanya unik..blend

Kopi Lintong, penasaran rasanya