[Coffee Story] Belajar Bijak dari Kopi Aroma

Koffie Fabriek Aroma Bandoeng

Koffie Fabriek Aroma Bandoeng

Apa itu bahagia? menurut saya, bahagia adalah ketika kamu ga sengaja hunting moment, terus nyasar ke Jl. Banceuy no 51, tepatnya di sebuah pabrik kopi tua bernama AROMA dan sedang terjadi proses Roasting disana. Rada lebay? ga juga ah, kenapa saya bilang moment tersebut membahagiakan? karena, jadwal roasting kopi di Fabriek Kopi Aroma ga setiap hari. Alasan kedua adalah, saat saya (dan teman hunting tentunya) datang sisa roasting tinggal 15 menit dari 2 jam waktu roasting.

Pedagang setir mobil beristirahat di pelataran Kopi Aroma

Pedagang setir mobil beristirahat di pelataran Kopi Aroma

Awalnya kami hanya akan memotret bangunan Pabrik Kopi Aroma yang bergaya Art Deco ini. Tapiii, karena teman hunting saya juga penggemar kopi, maka kami memutuskan untuk datang dan membeli kopi yang amat sangat tersohor ini (yang beli sampe bule loh). Eh, ternyata, kami diizinkan untuk langsung melihat proses roasting kopi dan bertanya-tanya tentang kopi langsung dari pemiliknya. Yup, beliau adalah Bapak Widya Pratama (59 th).

Ragu-ragu kami masuk ke dalam pabrik kopi tua ini (asli loh..tua banget). Dan, wow, ini adalah kali pertama saya menyaksikan langsung proses pengolahan kopi hingga menjadi biji kopi siap seduh. Yaya, selama ini saya hanya menikmati biji ini saat sudah tampil cantik di sebuah gelas dan bernama: Cafe Latte :D. Pabrik ini disesaki oleh tumpukan karung goni berisi biji kopi. Kopi-kopi yang siap di roasting diletakkan di atas nampah (apa sih bahasa Indonesianya?haha). Di kejauhan, kulit-kulit kopi sisa roasting beterbangan memenuhi pabrik. Jilatan api keluar dari sebuah mesin roasting tua. Katanya, dibuat pada tahun 1936 oleh Belanda.

Pak Widya Pratama me-roasting kopi dengan sabar

Pak Widya Pratama me-roasting kopi dengan sabar

Memeriksa tingkat kematangan biji kopi

Memeriksa tingkat kematangan biji kopi

“Ayo sini masuk, waktu roastingnya tinggal 15 menit lagi loh, kalian beruntung” ajak pak Widya dengan ramahnya.

Ya, kedatangan kami disambut senyum ramah sang pemilik Pabrik Kopi Aroma. Widya Pratama adalah pemilik kedua, diwariskan langsung oleh Ayahnya Tan Houw Sian. Pabrik ini didirikan sejak tahun 1920. Untuk ukuran seorang pengusaha dengan nama kopi yang sudah mendunia, beliau sangat sederhana. Beliau tidak segan turun langsung ke pabrik dan berjibaku dengan alat roasting yang panas. Baju pabrik yang ia gunakan tak ada bedanya dengan karyawannya yang lain. Padahal, beliau juga seorang dosen FE UNPAD.

“Bicara kopi, kita bicara tentang kedisiplinan dan kesabaran dalam setiap prosesnya” pak Widya membuka pembicaraan. Kemudian beliau menunjuk sebuah ruangan berisi tumpukan karung goni berisi kopi. Dua jenis kopi yang ada disini, Arabica dan Robusta. Daerahnya tidak spesifik, beliau mengumpulkan biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Kantong-kantong besar itu terbuat dari karung goni agar sirkulasi udara berjalan baik, hal ini membuat biji kopi tidak mudah berjamur. Kopi-kopi ini disimpan dalam waktu yang sangat lama. 8 tahun untuk Arabika dan 5 tahun untuk Robusta.

Memasukkan biji kopi ke dalam mesin roasting

Memasukkan biji kopi ke dalam mesin roasting

“Saya enggak mau bikin orang jadi sakit perut, jadi asam lambungnya setelah minum kopi ini. Saya mau mereka sehat, jadi harus jujur dan benar prosesnya. Kalo mati, apa sih yang mau kita bawa ke akhirat? uang? bukan, pahala kebaikan kita kan? jadi jangan serakah” sambung pak Widya.

Setelah puas kami mengagumi tumpukan karung goni berisi biji kopi tersebut, kami pun khusyu melihat pak Widya melakukan proses roasting.

“Kita bakarnya pakai kayu karet, lebih harum. Klo anak-anak sekarang biar cepat pakai gas, 45 menit saja, itu curang. Klo pake kayu 2 jam, lebih harum. Kayu karet ini limbah, daripada jadi sampah, mending saya beli, petani dapat untung” lanjut pak Widya.

Yup, konsep bisnis pak Widya ini benar-benar luar biasa, tidak hanya untuk mengeruk untung sendiri, tapi juga memberikan manfaat bagi orang lain. Benar-benar berdedikasi.

“Pa, kopi Aroma ada cafe-nya juga?” tanya saya polos

“Ah, saya nggak ahli bikin-bikin cafe, itu udah ada ahlinya. Bisnis itu jangan serakah, setiap orang punya rezekinya masing-masing” Jawab beliau

aaaaa mak #jleb.

15 menit berlalu, berkilo-kilo kopi ditumpahkan dari alat roasting, mengepul panas. Beliau dibantu oleh karyawannya untuk mendinginkan biji kopi panas itu. Pekerjaan yang tidak mudah. Selanjutnya, biji kopi yang sudah dingin dimasukkan ke dalam alat pemisah kulit. Proses ini dimaksudkan untuk memisahkan kulit kopi yang mengelupas sisa pembakaran, sehingga yang didapat tinggal biji kopinya sajaaaa.

Karyawan Kopi Aroma berjibaku dengan kepulan asap dari biji kopi yang panas

Karyawan Kopi Aroma berjibaku dengan kepulan asap dari biji kopi yang panas

Mendinginkan biji kopi

Mendinginkan biji kopi

Pemisahan antara kulit ari dan biji kopi setelah di roasting

Pemisahan antara kulit ari dan biji kopi setelah di roasting

Ternyata dari secangkir kopi nikmat yang kamu minum di sebuah coffee shop atau warung kopi mengandung banyak kisah, banyak harap sang pembuatnya. Tetes demi tetes keringat, saat berjibaku dengan panasnya alat roasting, dikeluarkan untuk kita. Dan kisah tentang perjuangan pak Widya Pratama dalam menjalankan bisnis kopinya ini menjadi warna dan pelajaran baru dalam sejarah menikmati setiap cangkir kopi. Selamat menikmati 🙂

Selamat menikmati :)

Selamat menikmati 🙂

 

 

2 responses

Leave a comment