[Pendidikan] Mandiri Bersama “Cuanki”

<< orang ini lagi bingung ngasih judul :p

Saya dulu pernah bilang, klo orang-orang sevisi pasti Allah pertemukan jalannya. Dan hari ini saya kembali meng-aamiin-i. Selang beberapa jam setelah saya menjadi narasumber di acara LSIP Untirta 17 Mei 2013 lalu. Saya dihubungi oleh seseorang yang ternyata melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh teman-teman sekolah mandiri lainnya.

24 Mei 2013 ini saya berkesempatan untuk silaturahim dan belajar ke tempat beliau. Lokasinya di Kampung Keronjen, Kemeranggen, Kramatwatu, Serang – Banten. Hanya 20 menit dari rumah orang tua saya, jika naik motor. Masih sangat dekat dengan kota. Setidaknya saya tidak harus mengalami sensasi off road seperti yang saya alami di Tasikmalaya Selatan. Jalannya kecil namun beraspal halus. Tapiiii, setelah masuk 100 m dari Gapuran Kemeranggen saya mendapati suasana yang berbeda. Rumah penduduknya masih didominasi oleh kayu, barisan ibu-ibu menggunakan jarit dan kebaya jadul serta selendang penutup kepala sedang mengolah melinjo menjadi emping. Dan yang mengagetkan adalah, tumpukan sampah yang sedang dibakar, dekat dengan jalur pipa Pertamina. Kampungnya kumuh, sampah plastik menumpuk di sisi jalan. Aroma kotoran manusia-pun semerbak menghiasi perjalanan saya *hufft*.

Sampai di Yayasan Ummatan Wasathon, saya disambut oleh ibu-ibu sambil menggendong bayinya. Berasa banget jomblonya *hahaha*. Pertemuan santai itu dimulai dengan pengantar dari Pak Haji (orang sebut beliau seperti itu, saya sendiri lupa nama beliau..hahaha) tentang apa itu Yayasan Ummatan Wasathon.

Yayasan ini sebenarnya adalah kepanjangan tangan dari organisasi Persaudaraan Masyarakat Ummat (PMU) yang basisnya ada di Balaraja – Banten. Kemudian mengembangkan sayap pendidikannya di wilayah Keronjen. Bentuknya pendidikan informal, dalam kerangka home schooling tambahan (baca: bimbel). Diperuntukkan bagi anak-anak pedagang  Cuanki. Oh iya, PMU memiliki program pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan cara berjualan Cuanki (saya disuguhi Cuanki looh)

Hebatnya, biaya operasional pendidikan didapat secara mandiri dari hasil jualan Cuanki. Mereka sudah memiliki 8 titik gerai Cuanki di Banten. Cuanki ini diproduksi oleh mereka sendiri beserta anak-anak yang berasrama disana.

Ada 60 siswa yang menempuh pendidikan informal dengan 7 orang guru. Guru-guru yang mengajar adalah istri-istri pengurus yayasan, yang seluruhnya berasal dari luar Banten. Background pendidikannya SMP, SMA bahkan ada yang tak menempuh pendidikan formal sama sekali. Tapi pengalaman mengajar dan berorganisasi mereka sangat luar biasa. Loyalitas mereka terhadap pendidikan menjadi modal utama menuju gerbang menuntut ilmu lebih luas lagi.

“Tanggungjawab ilmu itu harus ditransfer teh” ujar Bu Mimin, salah satu pengajar di tempat ini.

Jalan menuju Yayasan Ummatan Wasathon

Jalan menuju Yayasan Ummatan Wasathon masih asri

Melewati kolong jalan tol Jakarta - Merak

Melewati kolong jalan tol Jakarta – Merak

Warga membuang sampah dipinggiran jalan dekat jalur pipa Pertamina

Warga melintasi tumpukan bakaran sampah dipinggir jalan Keronjen, tempat ini adalah jalur pipsa Pertamina

Jalur pipa Pertamina, salah satu tulisannya adalah "Dilarang Bakar Sampah"

Jalur pipa Pertamina, salah satu tulisannya adalah “Dilarang Bakar Sampah”

Yayasan Ummatan Wasathon

Yayasan Ummatan Wasathon

Menuju tempat produksi Cuanki

Menuju tempat produksi Cuanki

Tempat produksi Cuanki

Tempat produksi Cuanki

Membuat gerobak Cuanki sendiri

Membuat gerobak Cuanki sendiri

Beternak ayam sebagai bahan campuran bakso sapi untuk menekan harga produksi

Beternak ayam sebagai bahan campuran bakso sapi untuk menekan harga produksi

Anak-anak asrama

Anak-anak asrama

Bu Mimin, salah satu guru di Yayasan Ummatan Wasathon

Bu Mimin, salah satu guru di Yayasan Ummatan Wasathon

Ibu Ai, salah satu pengajar di Yayasan

Ibu Ai, salah satu pengajar di Yayasan

Pak Usep, salah satu pengurus Yayasan

Pak Usep, salah satu pengurus Yayasan

N.b “Maap ga ada foto Cuankinya..lupa, langsung dilahap

Ini Banten dan Komunitasnya

Punggawa komunitas di Banten (Ki - ka: Kang Doleh, Kang Rizki, Kang Nebulakidz, Mba Arum, Calon suaminya Mba Arum, Rizal, Mba Lisda, Mba Magda)

Punggawa komunitas di Banten (Ki – ka: Kang Doleh, Kang Rizki, Kang Nebulakidz, Mba Arum, Calon suaminya Mba Arum, Rizal, Mba Lisda, Mba Magda)

Siap-siap pasang layar tancepnya

Siap-siap pasang layar tancepnya

Kata siapa Banten ga rame sama komunitas? “Kata saya”. Tapi itu dulu, sebelum saya ketemu dengan komunitas-komunitas hebat ini. Tepatnya tanggal 24 Maret 2013, berbalut agenda #DreamTrigger dan #GalilleoJr saya bertemu dengan komunitas Adam and Sun Foundation yang digawangi oleh @nebulakidz, Rumah Buku Cilegon dengan kepala sukunya Mba Magda, dan Perpus Semesta yang pupuhunya adalah Mbah Perpus alias Kang Rizki. Kolaborasi yang harmonis kan ya?

Klo School Ranger blusukan di Jawa Barat, nah mereka ini blusukan di Banten. Kali ini blusukan dilakukan di Link. Kubang Saron, Tegal Ratu – Ciwandan – Cilegon.  Acara dimulai sejak pukul 16.00 dan berakhir pada pukul 21.30. Puluhan anak dari SD hingga SMP berkumpul mengikuti dua agenda.

Agenda 1 – Dream Trigger

Anak-anak menuliskan mimpinya di atas bintang

Anak-anak menuliskan mimpinya di atas bintang

Tulis mimpinyaaa

Tulis mimpinyaaa

Apa itu Dream Trigger? sejenis menginspirasi, menanamkan kepada anak-anak untuk terus bermimpi dan tentu saja untuk mewujudkan mimpinya. Awalnya anak-anak menuliskan mimpi, alasan, dan bagaimana mewujudkannya dalam selembar kertas. Kemudian mereka memvisualisasikan mimpinya menjadi sebuah gambar. Sementara ini mimpi yang ditulis masih agak mainstream, coba tebaaak! Exactly, Guru, Dokter, Pemain Sepak Bola dan ABRI/Polisi masih menjadi mimpi yang diunggulkan. Sungguh sejauh ini saya belum nemu ada anak yang mau jadi Power Ranger atau Kamen Rider. Ok, bukan itu intinya. Ritual yang selalu saya suka saat membaca mimpi anak-anak adalah: Alasan Mengapa Mereka Memilih Mimpi Tersebut. Almost all, beralasan mulia “menyembuhkan orang miskin yang sakit”, “mengajarkan ilmu kepada anak yang belum pintar”, “menjaga Indonesia”, “bermanfaat bagi masyarakat”, dll. Ini serius, hampir semua anak yang saya temui dan saya tanya mimpinya kemudian saya tanya alasannya, memiliki alasan yang hampir sama mulianya.  Ga ada tuh yang alasannya “pengen banyak duit”. Nah pengalaman ini menggoda saya untuk sedikit memberi kesimpulan, bahwa anak-anak kecil memang punya hati yang tulus untuk berbagi dan bermanfaat pada sesama, bahkan melalui mimpinya. Sooo, kemudian siapa yang menggodanya untuk lebih apatis, lebih individualis, lebih tidak peduli, lebih egois setelah mereka dewasa?. Dan tugas kita bersama untuk menjaga “nilai” dibalik mimpi mereka tetap seperti semula, tetap bermanfaat untuk ummat manusia.

Mimpi dituliskan juga dalam kertas ini, beserta alasan dan cara untuk menggapainya

Mimpi dituliskan juga dalam kertas ini, beserta alasan dan cara untuk menggapainya

Lanjut ya, setelah anak-anak menuliskan mimpinya. Kak Nebulakidz hadir bersama dengan teman luar angkasanya yang bernama: Bono (Bocah Numero Uno). Memberikan motivasi kepada anak-anak untuk berjuang mewujudkan mimpinya.

dreamtrigger-3097

dreamtrigger-3101

"Ayoo bayangkan makhluk biru datang dari luar angkasa"

“Ayoo bayangkan makhluk biru datang dari luar angkasa”

 

Teman alien kita Si Bonoooo

Teman alien kita Si Bonoooo

dreamtrigger-3080

Speak Up Your Dream

Speak Up Your Dream

Anak dengan wajah cool-nya :p

Anak dengan wajah cool-nya :p

dreamtrigger-3209

Agenda 2 – Galilleo Jr

Kak Nebulakidz sempat bilang “Saya suka astronomi, dulu saya ga punya sarana untuk belajar, sekarang ada, so kenapa ga saya buka kesempatan lebih luas ke anak-anak untuk belajar astronomi sejak dini”. So, mulai pukul 19.00 hingga 21.30 acara dipenuhi dengan cerita dan gambar tentang gugusan bintang, galaksi, planet, astronot, meteor, dan banyak lagi. Anak-anak tertakjub-takjub (takjub apa bengong ye ? – Saya juga bengong sih, sibuk ber “huwoo huwoo” sambil bilang “Subhanallah” melihat keindahan semesta) menyaksikkan indahnya nebula, gugusan bintang, dan planet di luar angkasa. Kerennya, kakak yang satu ini menyeimbangkan pengetahuan dengan Al-Quran.

dreamtrigger-3230

dreamtrigger-3237

Penjelasan panjang x lebar tentang astronomi dari kak Nebulakidz menjadi bekal anak-anak untuk melakukan peneropongan bulan kali ini. Telescope (berasa lagunya band indie Hollywood Nobody) yang akan menemani adalah si Celestron AstroMaster 90. Telescope diboyong ke luar ruangan, setelah kak Nebulakidz mengotak-atik entah bagimana caranya, jadilah telescope siap diintip oleh mata-mata kecil yang penuh rasa ingin tahu melihat ciptaanNya. Melihat bulan, berharap menemukan nenek-nenek dan kucingnya atau bahkan Sailoor moon :p. Seru banget loh, bukan cuma anak-anak yang senang, saya juga jadi rada norak ngeliat benda asing ini *maklum, biasa ngintip view finder kamera sekarang ngintip telescope*.

dreamtrigger-3239

Kakak ini mengajak anak-anak untuk mendongakkan kepala, melihat benda-benda bersinar di langit yang hitam. “Itu Jupiter”, “Itu orion”.

(Makan Nasi Goreng)

Epilog

Epilog yaa…selama acara berlangsung, saya memanfaatkan situasi untuk bertanya-tanya dan mendengar cerita dari orang-orang hebat ini. Ada Mba Magda dengan Rumah Buku Cilegonnya, beliau hobi baca, punya buku banyaaaak banget. Keinginan beliau cuma satu: “Membuat buku lebih mudah diakses oleh lebih banyak orang”. Awalnya beliau tanya-tanya ke @infocilegon tentang komunitas buku atau baca, ternyata ditanggapi dingin. So, mulailah beliau membuat komunitas buku ini. Setiap hari minggu, nongkrong di Krakatau Junction, sambil bawa banyaaak buku untuk dinikmati lebih banyak orang yang hadir disana.

Ada Perpus Semesta yang punya agenda Dermaga Buku. Baca-baca buku, baca alam, baca film, di pantai. Basisnya di Anyer.

Satu pesan yang Mba Magda bilang ke saya: “Dulu semua orang Cilegon saling tunggu, mana komunitas, mana komunitas, ya komunitas ga akan ada klo ga ada yang buat kan? ya udah buat aja dulu…perih-perih itu bagian dari proses. Tapi buktinya Tuhan pertemukan saya dengan orang-orang hebat ini”

Dan akhir dialog ditutup dengan:

“Ayo pulang ke Cilegon” :D. Yap, ini salah satu cara saya, mempersiapkan amunisi untuk kembali ke Kota dan Provinsi tercinta nanti :). Bandun tampaknya sudah menjadi kotak nyaman saya.

dreamtrigger-3223

Salam 🙂

Kemandirian di Desa Petani

Jumat, 15 Maret 2013 saya dan teman-teman di Komunitas School Ranger kembali melakukan Ekspedisi. Hmmm baru survey sih untuk agenda Ekspedisi Mengantar Kebahagiaan Part 2 :p. Mba Justine, teman saya sekaligus anggota komunitas sekaligus kuncen Tasikmalaya Selatan. Beliau memiliki list sekolah dengan berbagai kondisi dan jarak. Dari yang bagus sampai yang ancur-ancuran, dari yang aksesnya mudah sampai yang aksesnya luar biasa sulit.

Dan hari itu saya diajak ke sebuah desa bernama Ceeceng – Cikatomas – Kabupaten Tasikmalaya. Mengunjungi sebuah sekolah mandiri bernama MI, MTS, SMK Darul Hikmah. Dari Kota Tasikmalaya saya berangkat pukul 06.00 dengan kondisi tubuh yang tidak fit, flu disertai demam di malam harinya. Menembus dinginnya kota Tasikmalaya menggunakan motor. Mba Justine bertindak sebagai supir, dan saya sebagai tuan puteri..hehehehe.

Perjalanan yang akan kita tempuh konon cukup jauh. Ya, jauh disini kebayanglah, pengalaman Ekspedisi part 1 kemarin cukup memberikan gambaran tentang makna “jauh”. Begini kurang lebih: Kota Tasikmalaya – Cikatomas ditempuh selama 2,5 jam, bukan karena macet seperti di Bandung, tapi karena memang jaraknya yang jauh. Jalannya berliku, sesekali dikagetkan dengan lubang segede gaban yang menclok tiba-tiba di tengah jalan yang mulus. Kemudian dari Cikatomas menuju Desa Ceeceng ditempuh dalam waktu 1 jam. Kurang lebih saya akan berada di atas motor selama 3.5 jam.

Jalan bebatuan yang kami lalui menuju desa Ceeceng

Jalan bebatuan yang kami lalui menuju desa Ceeceng

Nah, neraka bermula pada perjalanan dari Cikatomas menuju Desa Ceeceng. Dibuka dengan jalan cor yang rada mulus. Kemudian dilanjut dengan  jalan batuan segede batu kali, istiqomah mengiringi kami hingga sampai di sekolah tujuan. Jalannya tidak datar-datar saja, sesekali menikung datar, menikung menurun sedang, menurun curam, menanjak sambil menikung, menanjak sambil menikung curam, menyebrangi jembatan kayu, dan bertemu tanah merah basah sisa hujan semalam. Beberapa kali saya harus turun dari motor karena medannya yang membahayakan. Bagi pemula seperti saya, kesempatan untuk tergelincir oleh sebab batuan yang besar-besar itu sangat mungkin terjadi, untungnya bukan saya yang nyetir..tapi Mbak Justine yang sudah berpengalaman disegala medan, terbiasa membawa motor trail saat mengajar. Sepanjang jalan saya hanya bisa teriak-teriak kecil “huwwwooo” “hati2 mba” “masya Allah” “Astaghfirullah” “aaaa” “subhanallah keren” dan “Mba, cuma orang yang berhasil lewat jalan ini yang bisa dapet SIM”. Bayangkan saudara-saudara, jalan licin bebatuan, sempit (hanya bisa dilalui satu mobil), dengan batas kiri jurang dan kanan tebing :D.

Variasi jalan: Lubang besar

Variasi jalan: Lubang besar

jembatan kayu dan rapuh sebagai penghubung desa. Jika banjir akses tertutup

jembatan kayu dan rapuh sebagai penghubung desa. Jika banjir akses tertutup

Selama perjalanan, saya banyak bertanya dalam hati

“Serius nih ada sekolah di ujung sana?”

“Standing applause kepada guru yang rela melalui jalan ini untuk mengajar anak-anak lucu di ujung sana”

“Kenapa mereka kepikiran buat bikin rumah disini sih”

Pertanyaan yang tak butuh jawaban.

Satu jam berlalu, badan sakit, muka pucat, dan flu yang makin parah. Tapi semua hilang saat saya disambut oleh plang sekolah yang terjatuh, menyandari di tengah rumput “MI, MTS, SMK Darul Hikmah”. Sekolahnya berada di tengah pemukiman penduduk yang masih jarang-jarang. Anjing kampung berkeliaran. Teduh dengan berbagai macam pepohonan. Rumah-rumah kayu usang yang nyaman bagi si empunya. Anak-anak SD berseragam Pramuka, bermain kelereng di atas tanah yang becek. Tawanya renyah. Dan tentu saja di tengah itu semua, berdiri tiga buah bangunan sekolah.

Anak-anak bermain kelereng di tanah yang becek

Anak-anak bermain kelereng di tanah yang becek

Sayang, kami datang terlambat. Anak-anak sudah pulang, maka kami tak dapat melihat proses pembelajaran disana. Kami yang lelah disambut oleh guru-guru yang senyumnya sumringah. Wajahnya khas desa, teduh, ramah polos, tak ada polesan make up di wajahnya. Sekilas, mungkin kau akan merendahkan kapabilitas mereka. Namun semua hilang saat perbincangan terjadi.

Pertemuan dibuka oleh Pak Egi, sedikit pengantar dari beliau tentang sekolah sederhana ini. Desa Ceeceng adalah desa yang terisolir, selain aksesnya yang sulit, desa ini dipakai oleh PTPN. Warga desa tersingkirkan, terjajah katanya. Beralasan, karena warga tak sedikitpun mendapatkan hak atas tanahnya. Mereka hanya dijadikan buruh PTPN, yang bekerja dari pagi hingga petang dengan bayaran Rp 7.000,00 saja. Wanita-wanita cantik dan para janda direkrut untuk menghibur para pekerja PTPN. Kondisi inilah yang menyebabkan warga bergejolak. Mereka berhimpun, berdiskusi, mengkaji dan menuntut tanahnya kembali. Mereka bilang gerakan ini adalah: Reformasi Agraria. Gerakan ini diimbangi juga dengan gerakan pencerdasan melalui pendidikan. Warga menyadari bahwa anak-anaknya juga harus terdidik (dulu jarak antara desa dan sekolah sangaaaaat jauh). Maka di 2004 warga menginisiasi pembentukan MI, MTS Darul Hikmah.

Pak Egi bercerita tentang sejarah desa dan sekolah mandiri Darul Hikmah

Pak Egi bercerita tentang sejarah desa dan sekolah mandiri Darul Hikmah

“Ini kampung kita, kalau bukan karena kesadaran kita sendiri untuk membangun kampung sendiri, siapa lagi? lalu saya rekrut warga desa ini yang tinggal di jalan-jalan untuk kembali dan mengajar di sekolah ini. Bagi saya pendidikan kebutuhan kita bersama, ya kita perjuangkan bersama” jelas Pak Egi.

Dan benar saja, guru-guru di sekolah ini hampir semuanya adalah warga desa sendiri. Background pendidikan dikesampingkan, mereka lebih memilih orang-orang yang memiliki kemauan dan kepedulian untuk mengajar di sini. “Guru-guru disini bukan hanya mampu yang penting, tapi mau. Kita semua ini guru dan alam ini sekolahnya.” ujar Pak Aan, kepala sekolah MTS Darul Hikam.

Ibu guru ini berjalan 7 km dari rumahnya untuk mengajar di sekolah

Ibu guru ini (kiri) berjalan 7 km dari rumahnya untuk mengajar di sekolah

Walaupun guru-gurunya tidak sekolah tinggi, namun kesadaran akan mendidik dan pendidikan menjadi motivasi bagi mereka untuk terus meningkatkan kapabilitas. Walaupun awalnya dicemooh, namun mereka membuktikan prestasinya. Guru-guru ini sering diundang untuk ikut konferensi guru tingkat nasional bersama puluhan sekolah elite lainnya. Bahkan salah seorang siswa SMK Darul Hikam sempat mengikuti konferensi agraria tingkat nasional, dan menjadi satu-satunya perwakilan elemen siswa disana.

Pembelajaran mereka unik. Benar-benar berbasis local wisdom. Anak-anak diajak untuk mewawancarai para tokoh desa, belajar tentang sejarah desanya. Dan tentu saja belajar untuk menjadi petani dan peternak yang baik untuk membangun desanya sendiri. “Desa kami ini, desa pertanian dan peternakan. Ya anak-anaknya harus ahli disana” ujak Kepala Sekolah SMK Darul Hikam. SMK ini memiliki penjurusan pertanian dan peternakan. Dan sudah ada tiga alumni yang melanjutkan kuliah di bidang pertanian di Jogjakarta. “Mereka tanda tangan MOU, kuliahnya dapat beasiswa dari kami, nanti kembali lagi ke desa untuk kembangkan pertanian di desanya”.

:)

🙂

Keren kan? So..sangat2 memungkinkan konsep sekolah mandiri itu terbentuk. Ayooo siapa yang mau bergotong royong untuk membantu sekolah ini? bilang SAYA!

Btw…perjalanan ditutup dengan mampir ke Desa Mandalamekar, ketemu Ambu :D…melalui sasak gantung. Sensasi Dufan 😀

Mba Justine dan motornya melalui jembatan gantung

Mba Justine dan motornya melalui jembatan gantung

untuk saya yang takut ketinggian, melalui jembatan ini adalah prestasi

untuk saya yang takut ketinggian, berjalan melalui jembatan ini adalah prestasi

 

 

Cita-cita [ku] Cita-cita [mu]

Foto by: Hesty Ambarwati

“Mau jadi Dokter”

“Mau jadi Guru”

“Mau jadi Pemulung aja saya bu”

“Saya mah mau jadi Supir Angkot”

“Loh…kok Pemulung sama Supir Angkot, ayo bercita-cita yang tinggi”

_______

Itu percakapan saya dengan murid-murid Sekolah Rabbani beberapa tahun silam. Ya, saat pemaknaan saya terhadap cita-cita masih sebegitunya saja. Bagi saya saat itu, menyedihkan saat mendengar murdimu ingin menjadi Pemulung ataupun Supir Angkot saja, tidak lebih.

Tapi yaaa, setelah melalui perenungan yang amat sangat panjang *hayah*, saya mencoba untuk memandang “cita-cita” dari sudut pandang yang berbeda.

Begini, lama-lama saya merasa pernyataan2 yang saya berikan itu seolah-olah membentuk “kastanisasi” profesi. Seolah-olah menjadi Presiden, Pengacara, Dokter itu lebih baik dan mulia dibandingkan menjadi Supir Angkot, Pemulung, Montir, dll. Seolah-olah “materi” yang jadi kekerenan cita-cita anak-anak kita, bukan “nilai” dan “manfaat” dibalik cita-citanya. Padahal jelas-jelas, Allah memandang hambaNya bukan dari kekayaan, profesi, dll melainkan dari keimanan dan ketaatannya. Wah, ini udah jadi peringatan bagi pernyataan saya, yang secara tidak langsung mencela profesi orang tua mereka, hufft.

Saya semakin tersadar saat membaca sebuah artikel yang di-link-an oleh teman. Tentang pernyataan seorang warga kenegaraan Finlandia. Dia bingung, kenapa kalo di Indonesia anak-anak yang bercita-cita ingin menjadi Supir Bus ditertawai. Padahal, di Finlandia profesi apapun selalu dihargai, karena selalu memiliki peran dan manfaat bagi orang lain. Nah. Jadi bayangkan yaaa…klo semua anak kita ingin jadi Dokter, siapa yang mau nyetir bis menuju tujuan kita. Klo semua ingin jadi Presiden, siapa yang akan benerin mobil kita klo rusak?.

Dan, sejak kapan cita-cita identik dengan profesi? sungguh usaha menyempitkan definisi cita-cita. Teringat dialog seorang anak dalam film Cita-citaku Setinggi Tanah, “Cita-citaku ingin makan di restoran Padang” atau “Cita-citaku ingin bermanfaat bagi banyak orang”, hehhe anti mainstream sekali sodara-sodara.

Jadi kurang lebih begini sudut pandang saya tentang cita-cita:

1. Cita-cita itu bukan sekedar profesi, tapi tentang apa yang kita inginkan untuk diperjuangkan dan direalisasikan.

2. Cita-cita juga berbicara tentang “nilai” dibaliknya. Misalnya, berbeda antara orang yang ingin menjadi guru karena ingin punya uang dan menjadi guru karena ingin berbagi ilmu, mendidik dan bermanfaat bagi orang lain. Bisa jadi seorang Supir Bus yang meyakini bahwa dengan dirinya menjadi supir justru menjadi jalan untuk lebih banyak membantu orang, lebih baik dibandingkan dengan seorang Aleg yang ingin menjadi Aleg karena ingin memperkaya diri sendiri dengan korupsi.

3. Cita-cita berbeda dengan “kalah pada kondisi dan nasib”. Misalnya, seorang anak memilih menjadi Pemulung karena dengan cara seperti itu ia bisa membantu bumi dari serangan sampah. Bukan menjadi pemulung karena “da kumaha deui, ga mungkin jadi dokter mah…ga ada biaya”.

4. Sekali lagi, cita-cita bukan sekedar profesi.

5. Hargai cita-cita setiap anak, sebagai guru…arahkan mereka untuk melihat “nilai” dibalik cita-citanya, bantu mereka untuk mewujudkannya.

Tak ada cita-cita setinggi tanah ataupun setinggi langit :D. Selamat bercita-cita ^_^

Kalo saya..cita-citanya ingin berhimpun kembali bersama orang-orang yang dicintai di tempat terindah milikNya, bersama Allah :D. Caranya? beribadah, taat pada perintahNya, jauhi segala laranganNya, ikuti petunjuk RasulNya. Fokusnya? berjihad di jalan Pendidikan :D, hingga nanti muncullah peradaban yang madani kembali.

Bagaimana dengan kamu?

Cara Mudah Mengubah

“Arrrghhh….pengen pindah kewarganegaraan”

“Arggh…negara macam apa yang gue tinggali sekarang”

“Hah, dasar orang Indonesia”

“Tuh kaaaan..orang Indonesia sih, ga jelas atitudenya”

Kurang lebih gitu lah ya keluhan-keluhan yang pernah saya lontarkan selama hidup di Indonesia (elaaah, emang gue pernah tinggal di Tibuktu yak). Hmmm, kadang-kadang capek juga sih hidup di Indonesia yang isinya masalah. Berita di tv dan koran masalah, obrolan warung kopinya masalah, obrolan sarapan pagi masalah, renungan kamar mandinya curiga ga jauh-jauh tentang masalah. Yah bermasalah banget deh kesannya. Seolah-olah saya hidup di sebuah negara tanpa harapan, yang punya cukup alasan untuk dihancurkan dan dilakukan genocide karena ga punya harapan untuk bangkit lagi *halagh lebay*.

Tapi ya, tiba-tiba saya tersadar. Gileee, klo saya ga bangkit dan melakukan sesuatu untuk membuat negeri ini lebih baik, huooo negara macam apa yang bakal ditinggali oleh anak cucu dan segala rupa keturunan saya nantinya. Nah, entah kenapa kekuatan semacam ultraman, power ranger, kamen rider, kingkong atau apapun itu merasuk ke dalam sukma *hajyah*. Sehingganya membuat saya jadi lebih bersemangat untuk melakukan sesuatu. Yah ga harus jadi Aleg, Menteri, Kepala Dinas atau Presiden dulu lah untuk bisa berbuat. Dari hal yang kita bisa dulu aja. Dari sesuatu yang dekat dan paling memungkinkan untuk dilakukan. Yah intinya sih, daripada mengutuki dan mencela mending berbuat deh. Mencela ngabisin tenaga, berbuat juga ngabisin tenaga. Yah mending berbuat sih ya…pelan, pelan, tapi efeknya nanti pasti ada, pasti lebih baik. Ya ga sih?. Terus lakukan apa yang menurut kita dan agama kita katakan benar dan baik. Terus lakukan untuk terus bermanfaat bagi sesama. Terus lakukan untuk menyingkirkan ego untuk sukses sendiri semakin menggila. Terus lakukan agar lebih banyak orang mau melakakun apa yang kita lakukan atau bahkan lebih dari itu.

Nah….mungkin video ini bisa memvisualisasikan maksud saya di atas. Video pas Faldo (Presiden BEM UI) pencalonan. Yah, bukan berarti saya ngefans sama dia ya..tapi ini video yang paling pas memvisualisasikan apa yang saya maksud. *haha ujung2nya ngehina :p, maaf ya faldo*.

Gotong Royong yuk

Ini bisa dibilang lanjutan dari tulisan saya sebelumnya. Masih seputar pendidikan dan ide-ide absurd saya tentangnya (lah bukannya ini blog khusus makanan?).  Pasca ekspedisi dan bubulusukan ke Tasikmalaya Selatan, lalu bertemu dengan guru-guru hebat di sekolah mandiri sana. Tak lupa bertemu dengan anak-anak manis yang ditangannya nanti kemudi bangsa dipegang. Pasca semua pengalaman hebat itu, saya berpikir tentang konsep gotong royong membangun pendidikan.

Saya  yang nyemplung di sebuah sekolah yang letaknya di atas bukit, dan dulu hampir tutup, merasa bahwa: mengurus sekolah dengan segala aspek didalamnya itu bukan pekerjaan mudah. Kita tidak hanya berpikir tentang bilangan dana untuk operasional, tapi juga berbicara tentang pembelajaran, tentang cara mendidik anak agar mereka menjadi anak-anak yang siap menjadi pemimpin bangsa kelak dengan pribadinya yang paripurna, tentang orang tuanya anak-anak, tentang guru-gurunya, tentang pasokan ilmunya, tentang bagaimana menginspirasi anak-anak, tentang banyak hal lainnya. Hingganya saya merasa, bahwa pekerjaan ini tidak hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang secara formal tergabung dalam sekolah (kepala sekolah dan guru) saja. Butuh tangan-tangan lainnya.

Berbekal dari kepayahan itulah, SD IT Rabbani membuka diri kepada lebih banyak pihak dan komunitas untuk ikut serta membangun sekolah ini. Istilah tepatnya ya gotong royong.

Contoh 1. Belajar Berkebun bersama Bandung Berkebun

Ngebon untuk ukuran anak2 di desa mungkin hal yang biasa banget. Tapi, pasti seru klo berkebunnya sambil seru-seruan bareng kakak-kakak dari Bandung Berkebun. Selain membawa kak Bimo, sang pengusaha sayuran organik yang sukses, mereka juga membawa cara berkebun baru: Vertikal Farming..tadda. Dan nyata, mereka terkaget-kaget melihat bungkusan kangkung bisa masuk ke supermarket dengan harga yang mahal :D. Lebih kaget lagi pas lihat menanam sayur bisa di dinding.

Jadi Petani itu kereeen

Jadi Petani itu kereeen

Nyangkul kotoran hewan untuk pupuk jadi lebih menyenangkan, sambil dijelaskan juga oleh kakak2 Bandung Berkebun

Nyangkul kotoran hewan untuk pupuk jadi lebih menyenangkan, sambil dijelaskan juga oleh kakak2 Bandung Berkebun

Yaaak..seru-seruan bareng Bandung Berkebun

Yaaak..seru-seruan bareng Bandung Berkebun

Contoh 2. Berintegritas bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Dulu ya, waktu saya belum dekat dengan beberapa teman2 di KPK. Lembaga ini terkesan horor, menakutkan, sulit dijangkau dan tidak ramah anak. Eh, ternyata…mengundang mereka untuk berbagi ilmu itu mudah loh. Salah satunya Kak Sandri, beliau datang jauh-jauh sebagai utusan KPK untuk berbagi ilmu di SD IT Rabbani. Kami ingin mengenalkan kepada anak-anak tentang profesi sebagai pejuang pemberantas korupsi. Yah setidaknya anak-anak saya mulai paham saat disebut KPK, mereka akan bilang Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Kelipatan Persekutuan Terkecil. Selain itu, Kak Sandri dengan totalnya bermain peran bersama 2 volunteer kece kita (Citra dan Ipah), bercerita tentang “Kue Santan”. Salah satu cerita dari dongeng seri Tunas Integritasnya KPK.  Tau kan 9 Nilai Integritas? itulah dia… Jujur, Peduli, Sederhana, Berani, Tanggungjawab, Adil, Mandiri, Kerja Keras, dan Disiplin. 9 nilai yang jika menjelma menjadi nilai dan karakter diri, so ga ada lagi tuh yang namanya korupsi di muka bumi ini. Seru kan?

Kak Sandri dan Citra bermain peran dari cerita "Kue Santan"

Kak Sandri dan Citra bermain peran dari cerita “Kue Santan”

Mengajak siswa bermain permainan tunasi integritas

Mengajak siswa bermain permainan tunasi integritas

Contoh 3. Menggambar Ekspresif

Percaya ga klo gambar menyimpan berjuta makna?. Harus percaya :p, karena itu terbukti di sekolah kami. Kak Idzma dari Kidzsmile Foundation, berbagi tentang “Menggambar Ekspresif” dan menggali content dibaliknya untuk mengetahui apa yang anak rasakan. Ah, mantab. Beliau juga ga segan-segan mengajari kami para guru loooh. Oh iya, dan suatu saat nanti, harapannya gambar anak tidak lagi seputar dua gunung dan satu matahari di tengahnya (berasa Ranu Kumbolo). Tapi gambar yang akan dicoretkan dalam selembar kertas itu adalah ekspresi dari auman jiwanya yang mendalam. Ahay.

Kak Idzma menggali content gambar anak dalam “Menggambar Ekspresif”

Contoh 4.  Para Volunteer yang menyisihkan waktu untuk menebar inspirasi disini

a. Miss Brietsje (tulisannya susah..haha), dokter berkewarganegaraan Belanda ini menyisihkan beberapa jam waktunya dalam seminggu untuk bercerita tentang Belandaaaa. Dan mengajarkan anak2 Bahasa Inggris.

Miss Bri, mengajar B.Inggris di depan anak2 SD IT Rabbani

b. Pa Jafar. Saya banyak belajar tentang ketulusan, keikhlasan pada beliau. Tak segan membawa anak’a selama pembelajaran berlangsung. Beliau adalah guru Agama kami, yang harus bolak balik Dipati Ukur – Cimenyan dengan motor sederhananya.

Pak Jafar mengajar di Masjid sekolah

c. Bu Nina, bekerja pada sebuah perusahaan konsultan perindustrian. Menyisihkan waktu setiap hari Jumat untuk berbagi cerita, mendongeng dan berbagi ilmu tentunya. Membaca dan membacakan cerita merupakan hobi beliau sejak lama. Beliau aktif mendirikan perpustakaan-perpustakaan mandiri berbasis komunitas

Bu Nina bercerita dengan antusiasnya

Masih ada volunteer keren lainnya yang ga ada fotonya..hehehe. Ada Bu Diah, yang tiba2 datang setelah berita tentang SD IT Rabbani dimuat di SalmanItb.com, menawarkan diri untuk mendidik disini 😀 *suka terharu klo ngingetnya lagi*. Ada Bu Citra, mahasiswi UPI angkatan 2011 IPSE yang disela-sela waktu kuliahnya rela bolak-balik UPI – Cimenyan – UPI untuk mendidik. Ada Pak Gelar mahasiswa B.Inggris UPI 2009, ada Pak Candra mahasiswa Arsitektur ITENAS. Daaan banyaaaak lagi, orang-orang hebat yang mau menyisakan waktunya untuk sekedar berbagi cerita dan ilmu bersama kami dan anak-anak kami.

Contoh 5. Komunitas School Ranger, menambah keluarga baru

Bagi kami, berjuang sendirian itu sangat-sangat melelahkan. Manuasiawi banget kan ya?. Nah, maka dari itulah…School Ranger menghimpun sekolah-sekolah mandiri sejenis SD IT Rabbani ini bersama-sama. Untuk saling diskusi, saling tukar pikiran, saling bantu, saling dukung serta menyemangati dan saling dengar curhatan. Hehehe. Mereka juga ngebantu SD IT Rabbani untuk mengembangkan kurikulum berbasis potensi lokal loh, doakan semoga berhasil.

Ngantor besar School Ranger, merancang Kurikulum Khas SD IT Rabbani (berbasis kearifan lokal)

Contoh 6. Asyiknya belajar Science bareng Himpunan Metalurgi ITB

Wihiii…science itu kadang-kadang bisa sangat membosankan bahkan menyenangkan. Naaah, bayangkan betapa serunya belajar science bareng mahasiswa-mahasiswa Metalurgi ITB ini.

Prof Tarno sedang uji coba gunung berapi :p

Nah…hayooo…siapa lagi komunitas ataupun personal yang mau seru-seruan seperti mereka ini?. Yup, karena klo kata teman ari-ari saya, our education need hands, not just complaint. Mari gotong royong bangun pendidikan dengan cara yang kita bisa dan kita mampu. Daripada mengutuki masalah…ya mending selesaikan masalahnya, perlahan tapi pasti. Betul tidaaaaak?

Ekspedisi “Mengantar Kebahagiaan” [Part 2]

17 Januari 2013

Pagi-pagi yang indah bersama onggokan pisang rebus dan rengginang, yatta. Sawah yang hijau, pantulan sinar matahari yang hangat pada bulir air di dedaunan, nenek-nenek seksi yang mencuci baju di sungai dan senang saat saya foto :p. Pemandangan yang tidak ada di kota serumit Bandung apalagi Jakarta.

Nenek-nenek seksi nyuci di pinggir sungai desa Cikatomas

Nenek-nenek seksi nyuci di pinggir sungai desa Cikatomas

Dengan semangat 45 kami kembali meneruskan perjalanan menuju Desa Cikawung. Jalannya kadang halus, kadang ajrut-ajrutan. Tapi pada intinya sama, tetap bikin sakit badan…dan membuat pisang rebus tadi pagi teraduk-aduk sempurna di dalam perut.

Jalan menuju Cikawung, aspalnya sudah niat ga niat

Jalan menuju Cikawung, aspalnya sudah niat ga niat

 

MIS Cikawung berdiri berkat gotong royong masyarakat

MIS Cikawung berdiri berkat gotong royong masyarakat

Trokidz dengan suaranya yang mirip truk, datang mendekati MIS Cikawung. Seperti biasa, anak-anak melirik-lirik manis dari balik ruang kelas. Kami kembali menjadi alien keren.

Penasaran, mengintip dari balik ruang kelas. Menanti alien yang datang untuk mengantarkan kebahagiaan

Penasaran, mengintip dari balik ruang kelas. Menanti alien yang datang untuk mengantarkan kebahagiaan

Para guru mengajar di kelas2 sederhana

Para guru mengajar di kelas2 sederhana

Mengintip manis

Mengintip manis

Belajar dengan serius

Belajar dengan serius

MIS Cikawung, berdiri sejak tahun 1970 atas inisiasi warga sekitar. Bertemulah kami dengan seorang guru wanita, berbincang-bincang tentang motivasi beliau mengajar disini, “untuk bermanfaat bagi lebih banyak orang” begitu katanya.

Itu Hari si Harimau...bunyinya hauuum, anak-anak terkaget2

Itu Hari si Harimau…bunyinya hauuum, anak-anak terkaget2

Oh iya, disinilah accident banyak terjadi, hehe. Dari mulai HP terjun bebas ke kubangan, sampai buku dongeng yang terjun bebas ke lumpur :D.

Menjemur HP yang habis terjun bebas ke kubangan

Menjemur HP yang habis terjun bebas ke kubangan

Buku dongeng yang dengan suksenya jatuh ke tanah berlumpur

Buku dongeng yang dengan suksenya jatuh ke tanah berlumpur

Vivi, salah seorang tim dari Gema Pena membersihkan sisa-sisa tanah

Vivi, salah seorang tim dari Gema Pena membersihkan sisa-sisa tanah

Perjalanan dilanjutkan ke MIS Al-Barokah Desa Tawang – Pancatengah. MIS Al-Barokah baru memiliki 3 kelas. Tokoh masyarakat menginisiasi pendiriannya. Dulu, sebelum MIS Al-Barokah ada, anak-anak harus berjalan 5 km menuju MI terdekat.

Anak-anak MIS Al-Barokah sebelum sekolah disini harus berjalan 5 km ke ke sklh terdekat

Anak-anak MIS Al-Barokah sebelum sekolah disini harus berjalan 5 km ke ke sklh terdekat

Berbincang sedikit dengan Pak Asep, sang Kepsek yang usianya masih muda, 26 tahun. Beliau sangat senang dikunjungi oleh kami, semangatnya untuk memberikan pendidian yang terbaik kembali bangkit. Ia meminta kami untuk main sering-sering, berbagi ilmu tentang pendidikan.

Anak-anak MIS Al-Barokah, takjub dan serius mendengarkan dongeng

Anak-anak MIS Al-Barokah, takjub dan serius mendengarkan dongeng

Salam perpisahan untuk berjumpa kembali dengan mereka

Salam perpisahan untuk berjumpa kembali dengan mereka

Perjalanan kembali dilanjutkan menuju Parigi. Kaget melihat sebuah plang masjid, Parigi – Kabupaten Ciamis. Wew, ternyata ekspedisi ini sampai juga ke Ciamis. Dan bertemulah kami dengan Green Canyon yang tersohor ituuu…aaaa…warna hijau sungainya yang khas menyambut kedatangan kami. Indonesia itu indah luar biasa memang.

Membetulkan jirigen yang jatuh tertiup angin

Membetulkan jirigen yang jatuh tertiup angin

Lelap, seorang bapak pemilik perahu di Green Canyon

Lelap, seorang bapak pemilik perahu di Green Canyon

Malam ini kami menginap di Parigi, disebuah rumah sederhana milik Pa Haji Ade, pendiri Yayasan An-Nahar. Sayup-sayup debur ombak dan aroma lautan menutup hari ini.

18 Januari 2013

Pagi di Parigi yang sedikit panas. Semakin panas dengan obrolan pagi kami, bersama gorengan dan kopi. Tak jauh-jauh, berbincang tentang pendidikan. Istri Pak Haji yang cerdas, menurutnya Pengajar itu beda sama Pendidik. Guru itu tugasnya ga cuma transfer ilmu yang ada dibuku, tapi juga mendidik manusia menjadi manusia. Manusia yang kembali bermanfaat terhadap manusia oleh sebab ilmu yang ia miliki. Yap, tepat.

Mendongeng di depan anak-anak RA An-Nahar

Mendongeng di depan anak-anak RA An-Nahar

Selepas diskusi hangat tentang pendidikan, kami memulai aktivitas mengantar kebahagiaan di RA An-Nahar. Mendongeng di depan anak-anak kelebihan tenaga. RA An-Nahar adalah titik terakhir ekspedisi ini. Sedih mengakhirinya, sekaligus semangat untuk memulainya kembali :D.

Perjalanan dilanjutkan menyusuri pantai selatan menuju Kota Tasikmalaya, melewati Cijulang dan daerah-daerah lainnya yang saya tidak ketahui. Mata termanjakan oleh sajian pantai yang terhampar dan samudera luas dengan deburan ombak yang besar. Ah indah, hamparan pantai ini masih begitu perawan. Terima kasih Allah, karena kebaikan-Nya pada Indonesia.

Pantai selatan entahlah apa namanya. Dikejauhan nelayan memancing ikan.

Pantai selatan entahlah apa namanya. Dikejauhan nelayan memancing ikan.

Merasakan ombak lebih dekat

Merasakan ombak lebih dekat

Menatap langit...ah indahnya

Menatap langit…ah indahnya

Pantai dan laut dari atas Karang Tawulan

Pantai dan laut dari atas Karang Tawulan

Karena kegiatan ini bibir pantai berkurang. Penambangan pasir besi.

Karena kegiatan ini bibir pantai berkurang. Penambangan pasir besi.

Yaaak. Sekian laporan perjalanan kami. Ada salam dari anak-anak bangsa disini 😀

Dadaaaah

Dadaaaah

 

 

Ekspedisi “Mengantar Kebahagiaan” [Part 1]

Bismillah..

Ingat mimpi saya yang ke-2 di tahun ini? yaaa…blusukan di Tasikmalaya Selatan. Alhamdulillah, akhirnya terealisasi juga. Pada tanggal 15 – 18 Januari 2013 ini bersama kawan-kawan dari komunitas School Ranger dan Kidzsmile.

Idenya spontan, disebuah coffee shop saat ngantor School Ranger. Akhirnya kita memutuskan untuk melakukan ekspedisi di sekolah-sekolah mandiri se-Tasik Selatan. Ekspedisi yang bertajuk “Mengantarkan Kebahagiaan” ini membawa 2 misi:

  1. Pemetaan sekolah mandiri sekaligus pembuatan profil masing-masing sekolah mandiri (peta masalah dan kebutuhan). Kelak difungsikan untuk memudahkan School Ranger maupun komunitas lainnya saat memberikan bantuan dan support kepada mereka untuk berkembang.
  2. Uji coba roadshow dongeng Tunas Integritas

Langkah yang kami lakukan selanjutnya adalah menghubungi Mba Justine, tim School Ranger yang ngurus sekolah mandiri disana. Sedikit banyak, beliau ngejelasin gambaran medannya. Setidaknya ada 7 titik yang akan kita jelajahi, Sukasenang, Mandalamekar, Buniasih, Cikatomas, Cikawung, Pancatengah, dan Parigi. Jarak antar titik beragam, antara 45 menit – 3 jam dengan kondisi jalan yang sungguh-sungguh rusak.

Hmmm, hal yang pertama dipikirkan oleh kami adalah, “Dengan apa kita melakukan ekspedisi?”. Dengan mobil, pasti, tapi siapa yang mau menghibahkan mobil beserta supirnya secara murah meriah untuk blusukan di Tasik Selatan. Dan, ahaaa, terlintaslah sesosok manusia bernama Kak Idzma, founder dari Kidzsmile Foundation. Komunitas tumbuh kembang anak, yang bulan Juni ini akan digandeng oleh School Ranger untuk ngelakuin roadshow Dongeng Tunas Integritasnya KPK.

Dengan kekuatan super, saya langsung menghubungi beliau..sedikit memaksa, mengompori dan merajuk agar beliau ikhlas dan ridho menghibahkan si Trokidz (Trooper tahun 80-an) untuk menemani ekspedisi kami. Dan Alhamdulillah, beliau menyanggupinya dengan senang hati :p, lengkap dengan sang supir yaitu dirinya sendiri.  Ga Cuma itu, Kak Idzma yang sudah lama malang melintang di dunia kebencanaan, juga perekspedisian secara cepat dan tanggap membantu kami menyusun rencana perjalanan. Dari mulai me-list barang bawaan (sleeping bag, rain coat, terminal, GPS, HT, sound system, terpal, jirigen solar, bantal, obat-obatan pribadi, sampai kompor gas portable), menyusun peta perjalanan menggunakan google map, sampai melakukan test drive untuk mengecek kesehatan si Trokidz. Bagi saya yang dodol dalam sebuah ekspedisi, semua persiapan ini terlalu lebay :p. Bahkan saya sempat mengusulkan, 1 mobil diisi oleh tim yang berjumlah 9 orang. Tapi, beliau hanya mengizinkan maksimal 5 orang saja yang ikut, karena bagian belakang mobil digunakan untuk barang bawaan.

Hmmm…persiapan yang sebegini lengkapnya kadang-kadang membuat saya khawatir “perjalanan macam apa yang akan ditempuh ini sodara-sodaraaaa” *garuk2 mobil*. Akhirnya diputuskanlah 5 orang saja yang akan ikut ekspedisi ini, mereka terdiri dari: Saya (School Ranger, fotografer + videographer), Vivi (Gema Pena, Surveyor – tugasnya ngebuat profil sekolah-sekolah mandiri), Kak Idzma (Kidzsmile, Tukang dongeng, pawang anak, pimpinan perjalanan, driver), Mba Justine (School Ranger, Koordinator sekolah, navigator – walaupun selalu disorientasi arah -__-), dan Tajoel (Mahasiswa Universitas Siliwangi, seorang calon ajengan yang bertugas sebagai pembantu umum, dan objek penderita).

Tiba di tanggal keberangkatan, 15 Januari 2013. Saya, Vivi dan Kak Idzma bertolak dari Bandung menuju Kota Tasikmalaya. Alhamdulillah cuacanya cerah saat itu. Sesampainya di kota Tasikmalaya, kami melanjutkan ekspedisi menuju Desa Sukasenang. Matahari sudah perlahan tenggelam entah dimana, membuat suasana sedikit gelap tertutupi awan hitam. Kami disambut dengan jalan yang mulai berlubang besar dan licin. Kurang lebih sensasi off road gitu lah ya. Perjalanan ditempuh selama 1 jam dari Kota Tasikmalaya.

Siap-siap menuju Tasikmalaya

Siap-siap menuju Tasikmalaya

Ini dia driver jagoan kita: Idzma Mahayattika, pake "dz" ga pake "s" "t-nya 2"

Ini dia driver jagoan kita: Idzma Mahayattika, pake “dz” ga pake “s” “t-nya 2”

Kecelakaan kecil, Trokidz nyium tembok warga sampai hancur

Kecelakaan kecil, Trokidz nyium tembok warga sampai hancur

Selesai dari sana, perjalanan dilanjutkan ke Mandalamekar. Desa yang namanya sudah sampai ke negeri orang-orang barat, karena prestasinya menanami kembali bukit yang gundul dengan pepohonan. Desa paling kece yang pernah saya lihat. Perjalanan menuju Mandalamekar dari Desa Sukasenang kurang lebih 2 jam dengan jalan yang sama hancurnya. Hujan dan kabut tebal mengiringi putaran roda ban Trokidz. Semi horror. Malam itu, kami menginap di rumah Abah dan Ambu, penduduk Mandalamekar yang kece abis. Abah dulunya mantri, dan Ambu adalah sinden yang aktif mengisi program “Ngamulang Basa Sunda” di Ruyuk FM, radio komunitas milik Desa Mandalamekar.

Kata Abah, Mandalamekar ini adalah desa yang ditinggalkan oleh pemerintah, bukan tertinggal. Kata orang penduduk Mandalamekar itu miskin, tapi kata Abah, miskin itu ukurannya bukan materi melainkan hati. Ya, miskin hanya tepat untuk orang-orang yang tidak pandai bersyukur :D. Yah intinya Mandalamekar pas banget deh masuk klasifikasi rural rocks…yeah.

Ambu, siap sedia menyediakan makanan yang enak. Masih dengan cara tradisional

Ambu, siap sedia menyediakan makanan yang enak. Masih dengan cara tradisional

16 Januari 2013

Anak-anak desa Mandalamekar beriringan menuju sekolah yang jaraknya cukup jauh

Anak-anak desa Mandalamekar beriringan menuju sekolah yang jaraknya cukup jauh

Pagi yang indah di Mandalamekar, kukuruyuk ayam, iring-iringan warga yang siap ke kebun dan sawah, teduh, cicit burung, matahari yang hangat, jalan yang masih basah sisa hujan semalam, bulir air di atas dedaun,  anak-anak berseragam merah yang turun ke jalan menuju sekolahnya beriringan. Menentramkan.

Suasana Desa Mandalamekar, anak2 sekolah menunggu temannya

Suasana Desa Mandalamekar, anak2 sekolah menunggu temannya

Ngegaya dikit ya di atas atap. Ngambil gambar dari atas adalah pekerjaan yang tidak mudah

Ngegaya dikit ya di atas atap. Ngambil gambar dari atas adalah pekerjaan yang tidak mudah

Pagi ini kami mengantarkan kebahagiaan di SDN Mandalamekar. 5 makhluk luar angkasa ini mendarat bersama Trokidz. Anak-anak sibuk memandangi dari balik jendela, makhluk macam apa yang menyambangi sekolahnya ini. Terpal dibentangkan di atas tanah yang sedikit becek, suara “check sound” menggema, sepaket buku dongeng disiapkan. Dan tadda, itu Kak Idzma siap bercerita di depan anak-anak manis ini.

Bersama anak-anak SDN Mandalamekar, sedikit terik tapi menyenangkan

Bersama anak-anak SDN Mandalamekar, sedikit terik tapi menyenangkan

Bermain sejenak...yaaak senam otak

Bermain sejenak…yaaak senam otak

Anak-anak berhamburan keluar kelas, duduk rapi di atas terpal, warna bahagia dan antusias tergambar di wajah mereka. Mudah saja mengenalinya, senyum mereka merekah indah dan ikhlas. Hari ini, kak Idzma bercerita tentang Keranjang Oshi. Dengan mimic wajahnya yang berganti-ganti secepat kilat kak Idzma membacakan cerita itu. Seru.

Buku Dongeng Seri Tunas Integritas yang diterbitkan oleh KPK

Buku Dongeng Seri Tunas Integritas yang diterbitkan oleh KPK

Kami tak lama di SDN Mandalamekar, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Buniasih. 2 jam waktu yang kami butuhkan, menembus jalan yang rusak parah, bergelombang, berbatu besar dan basah. Di dalam mobil seolah-olah kami sedang aktif loncat-loncatan di atas trampoline. Sakit badan, tapi pemandangan sawah yang hijau di kiri dan kanan jalan menjadi obat peredam rasa sakit.

Kondisi jalan menuju Buniasih, masih tanah dan berbatu

Kondisi jalan menuju Buniasih, masih tanah dan berbatu

“Kang, terjawab..kenapa lo ngelarang gue bawa 9 penumpang..haha…jalannya gila abis..kasian klo duduk di belakang…remuk badannya” Judulnya pengakuan dosa :p

“Iyalah..emang lo mau jalan ke Cimahi doang” Kak Idzma menang.

Beristirahat sejenak di Cikatomas, mobil udh ga karuan

Beristirahat sejenak di Cikatomas, mobil udh ga karuan

2 jam berlalu. Dan sampailah kami di Desa Buniasih, tepatnya lagi di Pondok Pesantren Nurul Islam. Mendapati sayup-sayup suara murid belajar Bahasa Arab. Khas Pondok Pesantren.

Menuju ruang kelas yang difungsikan sebagai tempat jemur juga :D

Menuju ruang kelas yang difungsikan sebagai tempat jemur juga 😀

Kedatangan kami disambut hangat oleh pimpinan Ponpes, Pa Ujang. Sosoknya sederhana, namun pemikirannya melangit. Dalam bincang santai kita, beliau bercerita bahwa..paradigma masyarakat dalam memilih pendidikan yang berkualitas harus dibangun. Sekarang, paradigma masyarakat terhadap sekolah hanya sekedar trend, tidak lebih, maka sekolah dengan kualitas pembelajaran bagaimanapun asal gratis akan dipadati siswa. Belum lagi, sekolah selalu kesulitan mencari guru yang benar-benar mendidik dengan hati. Rata-rata guru yang mengajar hanya menggugurkan tugasnya untuk mentransfer ilmu saja. Selesai dapat sertifikasi selanjutnya resign dari sekolah. Huft, sedih.

Mendongeng di depan anak-anak Diniyah Nurul Islam, pesertanya ada remaja perempuan juga loh..haha

Mendongeng di depan anak-anak Diniyah Nurul Islam, pesertanya ada remaja perempuan juga loh..haha

20.00. Malam semakin larut, kami kembali ke Cikatomas untuk bermalam. Lelah seharian ber-blusukan ria terbalaskan oleh kasur, dan teh tarik hangat…aaaaa.

 

Blusukan di RRC bersama Sekolah Rabbani

Blusukan SD IT Rabbani

Blusukan SD IT Rabbani

Akhir-akhir ini istilah blusukan marak di media. Dari mulai Jokowi hingga SBY. Nah, klo di RRC (Republik Rakyat Cimenyan) sudah sejak lama blusukan dilakukan, bahkan jauh sebelum Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Tepatnya 11 Januari 2013, Presiden, dan jajaran Menteri RRC melakukan agenda blusukan di sekitar wilayah Cimenyan, tepatnya Kampung Babakan. Hmmm, bahasa mudahnya adalah Home Visit. Kegiatan yang rutin kami lakukan, mengunjungi orang tua siswa SD IT Rabbani. Apa tujuannya? selain untuk silaturahim serta mempererat hubungan antara sekolah dan orang tua, home visit juga dilakukan untuk melakukan observasi terhadap kebiasaan orang tua mendidik anak di rumah :D.

Selama ini, seringnya orang tua yang dipanggil ke sekolah. Tapi, saat polanya dibalik..ternyata efeknya luar biasa. Orang tua merasa sangaat dihargai oleh sekolah, merasa bahwa anaknya begitu penting. Makaaa, sedikit-sedikit “nasihat” pola mendidik anak yang baik bisa masuk ke orang tua.

 

Diskusi tentang harapan orang tua terhadap anak terjadi

Diskusi tentang harapan orang tua terhadap anak 

Apa yang dilakukan SD IT Rabbani di home visit kali ini?

1. Memancing orang tua bercerita tentang kondisi anaknya di rumah. Beberapa orang tua masih mengeluarkan bahasa “anak saya susah banget dirubahnya bu, ga tau harus diapain lagi, nakal banget”. Yaaak, saat kita mendengar pernyataan seperti itu, maka kita balikkan dengan pertanyaan “Nakalnya seperti apa?”. Dan mereka menjawab dengan “Ya..klo disuruh mandi susah, klo ngomong suka bentak-bentak”. Hmmm…. “Tapi bu, klo yang saya rasakan, sejak anak ini pindah ke SD IT Rabbani, perilakunya banyaaak berubah..dia jauh lebih nice”. “Iya sih, sekarang mah dia lebih lembut bu..lebih dewasa”. Naaah, itu pointnya…kita sedikit-sedikit bisa meluruskan “paradigma” orang tua terhadap anak.

2. Mengetahui kondisi ekonomi anak2, dan kehidupan mereka sehari-hari. Satu hal yang saya takjub dari beberapa orang tua mereka adalah: rasa syukur yang tinggi atas apa yang Allah berikan pada mereka hari ini.

3. Evaluasi dan saran dari orang tua untuk sekolah. Hmmm, terharu banyak orang tua yang ingin sekolah ini tetap ada untuk anak-anak mereka. 🙂

4. Sosialisasi agar anak selalu membawa bekal ke sekolah. Bekal yang dimasak oleh sang ibu :D.

a. Mengurangi produksi sampah plastik, yang dihasilkan oleh jajanan pasar. Beberapa orang tua mulai sadar tentang bijak menangani sampah.

b. Makanan yang dibawa dari rumah lebih sehat dan terjaga keamanannya. Ternyata orang tua sudah mulai paham, bahwa jajanan anak di sekolah tidak sehat…Alhamdulillah :).  Oh iya, digarisbawahi, anak2 ga boleh sering2 bekal mie instant dan ayam crispy

c. Anak-anak belajar bersyukur dengan makanan yang ada di rumah. Ya, kami katakan kepada orang tua…bawa saja apa yang ibu masak hari ini, ga usah diada2in. Klo ada sayur sama tempe, ya ga masalah. Biar anak belajar bersyukur dan ga konsumtif.

Diantar oleh dua siswa kami :D

Diantar oleh dua siswa kami 😀

Sekiaaan, dan orang tua sepakat akan hal itu. Ya, jika kita bicara tentang pendidikan anak. Maka, tugas mendidik tidak hanya ditekankan pada anak saja, tapi juga untuk orang tua. Klo orang tuanya sadar mendidik, ya Alhamdulillah. Klo ga? maka sekolah punya kewajiban untuk menggandeng orang tua, sadar akan perannya yang begitu luar biasa dalam mendidik anaknya sendiri. Menciptakan lingkungan yang baik, agar anak dapat berkembang dengan optimal. Daaan, yang tak kalah penting, menyamakan visi serta harapan pendidikan antara orang tua, anak, dan sekolah adalah penting, karena mendidik adalah tugas gotong royong ketiganya.

Kelas Inspirasi 2

Kelas Inspirasi

Berbagi Inspirasi Lewat Profesi

Ambil Peranmu di Kelas Inspirasi II, sekarang hadir di Jakarta, Bandung, Surabaya, Pekanbaru, Jogja, dan Solo.

Kapan?

20 Februari 2013

Briefing : 9 Februari 2013

Refleksi: 23 Februari 2013

—–

Pendaftaran? 31 Desember – 22 Januari 2013 disini

—-

Syarat menjadi Volunteer?

1. Memiliki pengalaman bekerja minimal 2 tahun

2. Bersedia cuti pada tanggal 20 Februari 2013

3. Bersedia hadir pada briefing dan refleksi

 

Langkah menjadi panutan. Ujar menjadi pengetahuan. Pengalaman menjadi inspirasi.”

Eh…eh..dibuka peluang untuk jadi tim dokumentasi loooooh…lihat disini