Ngaleeut Cikopi

Ngaleeut Time

Ngaleeut Time

Bagi saya ritual minum kopi bukan sekedar rutinitas tanpa makna. Bukan sekedar memuaskan “life style” nongkrong manis di coffee shop biar dianggap gaul. Ga addict juga sih, saya masih bisa berpikir normal walaupun tak membuka pagi dengan secangkir kopi. Bagi saya, ritual minum kopi adalah ritual memaknai dan menghayati proses panjang menuju  keindahan. Ada proses panjang untuk menikmati secangkir kopi, dari mulai tanah tempat ia ditanam, bagaimana ia diperlakukan, bagaimana ia dipetik, dijemur, dibakar, digiling, hingga diseduh.

Dari dulu, judulnya saya ngidam untuk masuk ke lingkaran manusia yang menikmati kopi sebagai sebuah proses. Dan tadda, hari ini (09/05/13) saya bertemu dengan mereka. Sebenernya 3 makhluk adalah pemain lama (Mplo, kang Yudha, dan Kang Sandro) sedangkan 1 orang lainnya adalah makhluk yang saya juga bingung kenapa kami bisa rame mention2an di twitter ngobrolin kopi. Beliau adalah Kang Aat, makhluk yang saya pikir fiktif namun ternyata tercatat sebagai penghuni bumi yang resmi.

Agenda cupping yang serba dadakan. Bertempat di markas manusia-manusia homeless (baca: rumah kang Yudha). Ga jelas agendanya apa, yang kami tahu hari ini akan terjadi perhelatan akbar, dan cupping2 cantik. Masing-masing kami berinisiatif membawa kopi favorit dan alat seduh tercinta. Dan terkumpullah: biji kopi Papua Arabika, Lintong Arabika, Exelcso Robusta, Aroma Arabika, Javaco Melange, Javaco Arabika, Malabar Arabika, daaaan Kenya Arabika. Disudut kanan, sudutnya alat-alat menyeduh: ada Pour over dari merk Hario dan Felicity lengkap dengan kertas seduhnya. Ada teko. Ada French Press. Ada timbangan digital. Ada sendok takar khusus kopi. Ada Grinder. Niat banget kan? hah serepot inikah untuk menikmati secangkir kopi?.

Alat Tempur

Alat Tempur

Kang Aat yang akan memandu perjumpaan kali ini. Beliau menawarkan Lintong Arabika untuk diseduh pertama kali menggunakan Pour Over. Lintong Arabika masih berwujud biji segar. Asli rempong tapi seru deh. Satu orang bertugas memanaskan air mineral (untuk mengontrol rasa kopi). Saat air hampir mendidih, biji kopi langsung di grinding sedikit halus. Aroma kopi yang baru saja selesai di grinding itu indah. Aroma saat air panas pertama kali menyentuh bubuk kopi juga indah. Aroma saat kopi sudah siap disajikan di atas gelas juga indah.

Seduhan pertama Papua Arabika di dalam French Press

Seduhan pertama Papua Arabika di dalam French Press

Seduhan kedua, saatnya ekstraksi, nikmati aromanya

Seduhan kedua, saatnya ekstraksi, nikmati aromanya

Secangkir Kopi Papua Arabika :)

Secangkir Kopi Papua Arabika 🙂

Selanjutnya? ritual cupping dimulai. Klo selama ini saya selalu menikmati secangkir coffee latte, kopi susu atau kopi dengan gula merah. Hari ini saya harus menyeruput kopi hitam tanpa tambahan apapun. Benar-benar kopi murni, aroma murni, dan rasa yang murni. Masing-masing kami menyeruput sesendok kopi yang telah diseduh dan mendeskripsikan rasanya. Ritual yang seru banget. Setiap jenis kopi diseduh, diseruput, dan dideskripsikan rasanya. Untuk orang-orang canggih sejenis Kang Sandro dan Kang Aat, mereka sudah mampu memetakan rasa, kemudian membayangkan campuran kopi apa saja, dengan takaran seperti apa yang pas untuk menghasilkan kopi blend yang nikmat. Huffft, klo saya sih baru mampu membedakan rasa Arabika dan Robusta. Mendeskripsikan bedanya. Malabar Arabika dan Kenya Arabika, Malabar asamnya “cleb”, dan Kenya Arabika memiliki asam yang “drrrrzzzttt”. Ngerti ga? saya juga ga ngerti :p, cobain sendiri deh.

Kang Aat menyontohkan metode nyeruput yang benar. Rasa pertama yang muncul adalah rasa yang harus dideskripsikan

Kang Aat menyontohkan metode nyeruput yang benar. Rasa pertama yang muncul adalah rasa yang harus dideskripsikan

Judulnya Cupping dilakukan juga oleh Kang Sandro dan Kang Yudha

Judulnya Cupping dilakukan juga oleh Kang Sandro dan Kang Yudha

Aaaa, pengalaman yang menyenangkan. Menggelitik saya untuk mencicipi lebih banyak lagi biji kopi, menyeruputnya dan mendeskripsikannya. Hingga akhirnya saya mampu membuat sendiri kopi blend yang nikmat :D. Senang berkenalan dengan kalian, semoga pertemuan-pertemuan sekte Ngaleeut ini dapat berlangsung rutin.

Lintong vs Papua, apa bedanya?

Lintong vs Papua, deskripsikan perbedaannya

Formula tadi:

1 gram kopi untuk 15 gram air. Itulah alasan kenapa timbangan digital ada dalam list peralatan kami :), selamat menikmati proses.

Sejumput Makanan dari Jogja

Posting borongan ini namanya :p

Jogja itu kata teman saya terkenal sebagai Surganya Kuliner Murah Meriah. Makin malem makin rame makin beragam. Ini dia makanan yang berhasil saya icip2i selama disana:

1. Soto Ayam Pak Gareng

Letaknya dekat Stasiun Tugu. Katanya pernah diliput Pak Bondan. Ramenyaaaaa amit-amit, sampe pada makan lesehan. Nasinya banyak, ayamnya gede-gede, perkedel singkongnya unik, rasanya maknyus, hangat dan segar *ahaaa*.

Soto Pak Gareng

Soto Pak Gareng

Uhuyy...asapnya ngepuul

Uhuyy…asapnya ngepuul

Penampakan soto dan teman makannya

Penampakan soto dan teman makannya

2. Sate Ayam Pasar Beringharjo

Saat hampir semuanya makan soto daging di pasar Beringharjo, saya dan teman memilih mencoba menu lain. Sate Ayam. Ga kaya sate madura. Ayamnya sudah berbumbu, so ga pake lagi bumbu kacang-kacangan. 1 tusuknya Rp 2000, tapi dagingnya gede bangeeet.

Sate Ayam Beringharjo

Sate Ayam Beringharjo

3. Sate Klathak Pak Pong

Tempatnya ga tau, soalnya saya ga fokus ngeliatin jalan saking lapernya. Yang pasti, sate Pak Pong ini berhasil membuat teman saya terus menyebut nama Pak Pong sepanjang jalan. Katanya sih ga enak-enak banget, tapi susah dilupakan, rasa jenis apa itu?

Sate klathak,sate daging sapi yang ditusuk dengan jari2 sepeda + kuah kare

Sate klathak,sate daging sapi yang ditusuk dengan jari2 sepeda + kuah kare

4. SGPC Bu Wiryo

SGPC itu singkatan dari Sego Pecel, udah lama berdirinya. Letaknya di seberang UGM (lupa nama jalannya). Desain ruangannya jawa banget, kita akan makan diiringi oleh live performance dari band tradisional yang gaya2 keroncongan gitu, khas Jogja banget kaaan.

SGPC Bu Wiryo sejak 1959

SGPC Bu Wiryo sejak 1959

Sego Pecel

Sego Pecel

5. Kopi Merapi

Ternyata Merapi juga khas dengan kopinya. Konon kabarnya kopi merapi itu enak. Sooo, pas saya ke Merapi, nemu warkop dan ternyata menyediakan Kopi Merapi. Kalo kata Pak Yudi “Kopi Merapi, sensasinya kaya gunung merapi” apa coba ? :p. Sebenrnya saya bingung mendeskripsikan rasa kopinya, rasanya ga sekuat kopi Papua. Agak sedikit asam dan berasa tanah. Tapi enak loooh.

Secangkir Kopi dan Bagelan ternyata perpaduan yang maknyus

Secangkir Kopi dan Bagelan ternyata perpaduan yang maknyus

Selamat makan, berwisata kuliner dan jelajahi keragaman Indonesia 🙂

 

 

 

 

Ngangkring di Mas Jo

Angkringan Mas Jo

Angkringan Mas Jo

Angkringan = Jogjakarta. Selama 23 tahun saya hidup di dunia, setidaknya sudah 2 kali saya mengunjungi kota keren ini. Satu kali saat study tour saat SMP, satu kali lagi saat study tour SMA. Tau kan study tour? semuanya diburu waktu, ngelantur sedikit bisa-bisa ditinggal bis atau paling tidak dicela rombongan. Jadi, setiap saya ke Jogja tak satu kali pun saya pernah merasakan makan di Angkringan.

Nah, untugnya di Bandung juga ada Angkringan, cukup banyak bahkan. Pertama kali saya melakukan ritual ngangkring di Angkringan adalah di Angkringan Mas Jo. Tepatnya pada bulan Ramdhan 2012 lalu. Karena dengan sebab, garis edar saya  lebih banyak berada di Salman ITB. Berkali-kali lewat di depan jalan MBA ITB, lama-lama saya tertarik untuk ikut ngangring di Angkringan Mas Jo.

Takjub melihat deretan nasi bungkus dengan porsi kecil bernama Sego Kucing, berdampingan dengan berbagai jenis sate, dari mulai sate telur puyuh, ati ayam, ampela ayam, kikil, kerang, sampai usus. Tak lupa, ada ceker, tahu dan tempe bacem, serta beraneka ragam gorengan. Sambal hijau tak lupa ikut hadir di atas gerobak dengan penerangan yang sayup.

Aneka Sate dan Sego Kucing

Aneka Sate dan Sego Kucing

Sego kucing seharga Rp 2.500 disajikan dengan berbagai lauk, ada tongkol (dengan tanda kertas pink), teri (tanda kertas putih), tempe, dan telur (tanda kertas kuning). Porsinya cukup untuk kalian yang sedang diet, yah walaupun kadang kalap, alih-alih diet malah ngambil 5 bungkus sego kucing..hehehe. Aneka sate dijual dengan harga Rp 2.000 (klo ga salah :p). Semua pelayanan dilakukan oleh kita sendiri, ambil yang kita mau, serahkan pada pelayan, maka lauk siap dihangatkan di atas arang.

Berbagai minuman juga ada disini, yang paling maknyus menikmati sego kucing adalah Kopi Joss…hehehe. Saya pernah memesan Kopi Joss. Sang pelayan mengantarkan segelas kopi panas lengkap dengan arang panas didalamnya, dihiasi asap yang mengebul. Semua mata mendadak memandang ke arah saya heran, mungkin mereka aneh ngeliat perempuan unyu minum kopi campur kemenyan.

Ngangkring bareng punggawa Posko Studio 86

Ngangkring bareng punggawa Posko Studio 86

Penampakan Sego Kucing

Penampakan Sego Kucing

Mas Jo -sang pemilik- dengan suksesnya memindahkan suasana angkringan Jogja ke Bandung. Cahaya yang redup-redup (cenderung gelap sebenernya :p), gerobak kayu berisi makanan, piring dan gelas seng, lesehan, lagu campur sari dan keroncong yang sayup-sayup menggantikan peran pengamen khas Jogja, dan yang paling total adalah…Mas Jo yang menggunakan lurik. Mas Jo dan pelayan lainnya, meski tahu Angkringannya ada di Bandung, dan pelanggannya tak semuanya orang Jawa, ia tetap istiqomah melayani dengan bahasa jawanya yang medhok. Hehehe, menampar saya untuk kembali belajar bahasa jawa, tempat mbah saya berasal.

Mas Jo lengkap dengan baju luriknya

Mas Jo lengkap dengan baju luriknya

Dengan ramah melayani pelanggan

Dengan ramah melayani pelanggan

Mas Jo dan seluruh pelayan sangat ramah melayani. Tak segan-segan ngobrol dengan kami. Bercerita tentang kisah Angkringannya. Nah, gini ceritanya: Angkringan Mas Jo sudah ada sejak 8 tahun lalu di depan MBA ITB. Dulunya, beliau ditawari tempat dagang di Jalan Ganeca, namun ditolak karena ia harus berdagan di atas trotoar tempat orang berjalan. Beliau bilang “Berdagang itu jangan nyusahin orang”. Bagi Mas Jo, konsep dagang bukan cuma untuk uang, tapi juga untuk membahagiakan orang lain, untuk memuaskan orang lain, untuk membantu orang lain dan tentunya memperkenalkan budaya Jawa pada khalayak. Wow, andai semua pedagang seperti beliau.

French Toast ala si Mplo

French Toast with caramel sauce

Siang hari yang malas, siang hari yang sama sekali tidak produktif, setidaknya saya memandangnya seperti itu. Sudah sejak pagi, belum mandi sambil nonton Proposal Daisakusen. Biarlah, sekali-kali hidup tidak penting perlu juga, biar ga terlalu serius jalani hidup, sesekali bercanda biar bahagia.

Pukul 14.00. Seorang manusia bernama Flo datang mengetuk pintu kosan dengan bar-barnya.

“Tooong…”

Itulah dia, membawa tiga lembar French Toast dan satu gelas Kopi Papua yang dia seduh sendiri pake French Press-nya. So sweet gitu ya, pasti ada maunya :p.

“Tong…cepet-cepet lo fotoin nih makanan yang gua buat”

Tuh kan, bener prediksi gw sodara-sodara. Ada udang di balik salad. Dengan berat otak saya ambil juga segala peralatan tempur. Kerudung putih gading dengan tekstur lecek, beberapa piring, meja pendek, napkin, dan kamera lengkap dengan flash eksternalnya. Ditata sedemikian rupa hingga pantas untuk difoto. Tema yang saya ambil adalah ngopi sore-sore sambil baca buku, aih tema macam apa itu *dzig. Jeprat-jepret dan beginilah akhirnya (EXIF: ISO 100; f 3.2; 1/100; A priority):

Talenan kayu kesayangan selalu membersamai 😀

Judulnya sih..kudapan di sabtu pagi…tapi kesan studio abal-abalnya masih kerasa euy

Tetesan saus karamelnya bikin laper ga? 😀

 Resep French Toast

Oh iya…kata si Flo, bikin French Toast itu gampang, begini bahan dan caranya:

Bahan

2 butir telur ayam

100 ml susu cair

Roti tawar/roti gandum

Cara Membuat

Kocok 2 butir telur ayam

Masukkan susu perlahan, aduk rata

Celupkan sebentar roti tawar ke dalam adonan telur dan susu

Panggang di atas frying pan yang telah diolesi sedikit mentega / butter

Panggang sesuai selera, boleh gosong, boleh mentah, boleh juga yang matang ga ga matang ga matang ga matang matang pertengahan.

Siap dimakan bersama secangkir kopi Papua nikmat.

Hahaha…bukunya kanan banget dah :p

[Emameun] Jagung Bakar Alfa Mart

[Emameun] Jagung Bakar Alfa Mart

*Ada’a jagung kukus…yang bakar susah difoto :p

Bismillah….

Setelah pagi harinya saya mencicipi Bubur Ayam Isola, maka sore harinya saya mendadak ngidam jagung bakar. Entahlah, hari itu naga-naga dalam perut ini meraung-raung lebih sering daripada biasanya, membuat saya terus menerus kelaparan sepanjang hari. Alhamdulillah-nya, saya pun sedang jatuh kaya saat itu dan inilah yang kita sebut dengan : Gayung Bersambut :p.

Jagung Bakar di depan Alfa Mart merupakan the one and only jagung bakar n kukus di Jalan Geger Kalong (Maklum daerah jajahan saya). Rasanya ? enak aja sih ye, mungkin karena saya belum mencicipi jagung-jagung bakar n kukus lainnya di belahan bumi ini. Sebutlah ibu mawar (nama disamarkan, bilang aja ga tau nama’a..ahahha) sudah berjualan jagung bakar dan kukus selama 9 tahun. Seantero Parongpong, Cihideung, dan Geger Kalong sudah merasakan penaklukannya. Ibu yang sudah renta, bersama suaminya yang juga sudah renta mendorong kesana kemari gerobak usangnya.

 

[Emameun] Bubur Ayam Isola

[Emameun] Bubur Ayam Isola

 

Bismillah….

Pagi yang dingin di Bandung. Pagi yang saya rindukan setelah 1 minggu menjadi tahanan kota Cilegon. Pagi yang membuat saya lapar, dan ingin sarapan Bubur Ayam Isola. Bubur terenak seantero jalan Geger Kalong [Kaya Saya]. Kenapa dinamakan Bubur Ayam Isola ? karena dia terletak di dekat SDN Isola.

Walaupun terhitung mahal untuk ukuran bubur ayam, yaitu Rp 6.000 namun rasanya berbanding lurus dengan harga yang harus kita bayar. Campuran telur ayam, hati dan ampela ayam, kacang kedelai, emping serta kuahnya merupakan pendukung utama kelezatan bubur ayam ini. Jadi, kalo jalan-jalan ke Gerlong wajib ngerasain Bubur Ayam Isola.