[Food Photography] Food Presentation

Chef melakukan plating untuk sebuah food presentation yang indah | Sumber: Google

Chef melakukan plating untuk sebuah food presentation yang indah (chef’a ganteng cyiin)  | Sumber: Google

Hal terpenting dalam dunia Food Photography adalah, bagaimana kita menghasilkan gambar yang membuat orang lain “ngeces”, lapar, dan ingin memakan makanan dalam gambar. Nah, untuk mendapatkan gambar yang seperti itu, kita tidak hanya berbicara tentang teknik memotret namun juga teknik membuat Food Presentation dan Styling yang tepat.

Food Presentation

Bandingkan foto ini:

Cilok Goreng | Sumber: Google

dengan foto ini:

Cilok Goreng | Foto: Hesty Ambarwati

Cilok Goreng | Foto: Hesty Ambarwati

Mana foto yang lebih menarik mata dan perut? *dan penonton menjawab, “tidak keduanyaaaa” *asah golok* :p*

Menurut saya, sebagus apapun teknik memotret kita, tanpa diimbangi dengan food presentation yang baik sama aja bohong. Begini intinya, foto makanan yang cantik hanya akan muncul dari bentuk makanan dan penataan yang cantik. Ga mungkin dong ayam goreng gosong dengan penataan seadanya berubah jadi cantik saat difoto? kecuali photoshop super canggih bisa membuat ayam goreng gosong menjadi berwarna keemasan dengan penataan yang ciamik.

Makhluk seperti apa Food Presentation itu? coba saya ingat-ingat pelajaran jaman  kuliah dulu ya….

Food Presentation adalah seni menata, mendekor, meng-garnish makanan/minuman sehingga memiliki tampilan yang estetis. Dan kegiatan menata makanan di atas piring agar menjadi kesatuan yang indah disebut dengan plating.

Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh Chef. Nah, karena kita motret ala rumahan, ya anggap saja tugas membuat Food Presentation ada ditangan kita. So, saatnya kita belajar tentang teknik mengatur, menata, mendekor, meng-garnish makanan/minuman yes.

Food Presentation Tips | Sumber: Google

Food Presentation Tips | Sumber: Google

Silahken dilihat acuan Food Presentation di atas. Acuan tersebut biasanya digunakan untuk makanan barat. So, saran saya sih, bebaslah berkreasi :). Hayati, rasakan, dan mendekorlah di atas piring.

Ok, ini beberapa Food Presentation yang berhasil saya abadikan saat mengikuti table manner di Hotel Papandayan – Bandung:

Appetizer, Fruit Salad | Foto: Hesty Ambarwati

Appetizer, Fruit Salad | Foto: Hesty Ambarwati

Bisa aja kan Salad buah ini ga usah sebegitunya ditata? tapi ya tadi, sebelum mulut merasakan nikmatnya makanan tersebut, mata harus terlebih dulu dimanjakan dengan tampilannya yang cantik.

 

Soup, Cream Soup | Foto: Hesty Ambarwati

Soup, Cream Soup | Foto: Hesty Ambarwati

Bisa saja Cream Soup ini ditaruh di atas mangkok bakso cap ayam jago. Tapi apakah menjadi indah? penggunaan alat makan pun berpengaruh terhadap cantik/tidaknya makanan saat melalui proses plating.

 

Main Course, Beef Steak With Barbeque Sauce | Foto: Hesty Ambarwati

Main Course, Beef Steak With Barbeque Sauce | Foto: Hesty Ambarwati

Coba bandingkan dengan Food Presentation berikut:

Sumber: Google

Mana Food Presentation yang lebih cantik dan menggugah selera?

 

Dessert, Pudding | Foto: Hesty Ambarwati

Dessert, Pudding | Foto: Hesty Ambarwati

Tetesan sausnya, garnishnya indah kan? inilah serunya plating :D.

So, tugas pertama kita sebagai food photographer rumahan adalah: bersahabatlah dengan makanan, posisikan mereka sebagai karya seni yang pantas diletakkan di atas “kanvas”, ditata, dilukis dengan indah.

Wallahua’lam, monggo yang mau menambahkan dan diskusi tentang Food Presentation

Belajar Foto Human Interest

human interest

Seorang tunanetra, meniup suling di Jl.Braga untuk sesuap nasi

Tukang Cukur Rambut Tradisional

Tukang Cukur Rambut Tradisional

Siapa yang suka motret manusia? cuung. Mengabadikan aktivitas, ekspresi emosi, atau  interaksi antar manusia sangatlah menyenangkan. Tidak ada foto yang monoton, selalu asyik untuk dinikmati. Yup…itulah fotografi Human Interest (HI). Dalam fotografi HI ada beberapa hal yang harus kita perhatikan:

1. Pastikan kamera kita berfungsi dengan baik (Batere full, dan kosongkan memory card :D)

2. Saya lebih suka menggunakan lensa 50 mm…tidak terlalu mencolok. Tapi pake lensa tele juga ga masalah..enak untuk candid

3. Memotret objek, bisa dilakukan dengan 2 cara:

a. Memotret objek diam2 (candid) > ekspresi objek natural, namun hati-hati..tidak semua orang suka dipotret diam2. Pengalaman saya saat memotret objek diam2, saya pernah ditimpuk oleh batu…hahaha.

b. Melakukan pendekatan dengan objek > objek dan fotografer sama-sama nyaman melakukan aktivitas karena sudah terbangun hubungan. Kekurangannya objek akan sadar kamera dan mengurangi ke natural-an foto. Bisa diakali dengan terus memotret candid objek yang sudah kita kenal ini. Pada jepretan awal..biasanya objek masih sadar kamera, tapi pada jepretan selanjutnya..objek kembali melakukan aktivitasnya dengan natural.

4. Sabar. Yup, sabar menekan shutter pada puncak moment.

Berikut video dari Arbain Rambey tentang tips dan trik HI..selamat menikmati..keep jepret. Ingat, bahwa memotret sama seperti menulis…harus banyak berlatih untuk mendapatkan foto yang baik dan indah.

Mencari kamera idaman

Bismillah…

Seringkali sms ataupun IM menyambangi ane dengan pertanyaan:

“Ti, camdig apa yang bagus?”

“Tong, klo camdig 2jutaan yang bagus apa ya?”

“Tong Nikon D3100 bagus ga?”

“Tong, enakan prosumer atau DSLR?”

Hahay, yang pasti ane bukan pemilik toko kamera, ataupun tante google apalagi Wikipedia. Yup, pada tulisan kali ini ane bakal memposting sedikit tentang bagaimana memilih kamera yang sesuai “kebutuhan” kita. Inget ya, sesuai k.e.b.u.t.u.h.a.n bukan k.e.i.n.g.i.n.a.n.

  1. Merk kamera apa yang paling bagus ?

Klo kata om Abain Rambey, ga ada merk kamera terbaik. Semua soal selera masing2 pengguna. Setiap merk punya kelebihan dan kelemahannya masing-masing.  Tapi, ane akan coba ulas beberapa merk kamera disini..semoga bermanfaat untuk bahan istikharah :p

  • CANON

Siapa yang belum kenal Canon ? cung..Canon punya jenis kamera yang lengkap, dari mulai untuk pemula sampai pro. Lensanya juga lengkap dari kualitas rendah sampai kualitas tinggi, harga lensa berkualitas tingginya Canon cenderung lebih murah dibandingkan lensa dari merk lain. Nah untuk urusan tone, ane pribadi sih rada2 ga suka gimana gitu..hahaha

  • NIKON

Pengendalian noise di ISO tinggi cukup bagus, jadi mau digeder ke ISO paling tinggi-pun noisenya ga akan parah2 banget. Beberapa kali ane pake Nikon, adaptasinya harus rada2 lama juga. Karena dalam kondisi ruangan yang rada gelap susah juga buat ngedapetin efek beku (walaupun udah pake flash). Body Nikon kelas menengah cenderung kecil, jadi rada2 ga seimbang juga antara body sama lensa’a yang segede2 gaban :D. Tapi tone’a Nikon itu menyenangkan versi ane.

  • SONY

Ada beberapa keunikan pada kamera2 Sony dibanding Canon ataupun Nikon. Kamera Sony memiliki fitur Built-in Steady Shot yang membantu mencegah foto blur karena getaran tangan kita. Banyak kamera Sony juga memiliki dua sensor auto focus, sehingga auto focus saat mode live view jauh lebih cepat daripada kamera merk lain. Tapi, kualitas warna pada LCD dan saat di transfer di computer sangat2 jauh berbeda. Ini yang buat ane rada2 kecewa sama Sony.

  • OLYMPUS

Ini dia kamera legendaris punya ane :p. Ukuran lensa dan kamera Olympus cenderung lebih kecil dibandingkan dua temannya (Nikon dan Canon) yang bikin pegel tangan klo megang :p. Tapi jeleknya ya itu, karena dia pake sensor 4:3 jadilah ukuran focal length’a jadi berasa lebih kecil dibandingkan 2 temannya itu. Sensor 4:3 ini membuat kamera Olympus jadi rada nyebelin klo harus pake ISO tinggi, Olympus e-510 ane klo dipaksa pake ISO 1600 pastilah langsung berjerawat (Noise tingkat dewa). Maka adalah sebuah kewajiban memiliki flash external untuk menekan penggunaan ISO tinggi. Olympus punya fitur Built-in stabilizer, jadi efek shaking bisa diminimalisir.

(Sumber : Tjin:2011)

2. Apa yang harus diperhatikan saat akan membeli kamera digital?

Pertanyaan pertama adalah : “Apakah saya memerlukan sebuah kamera?”

Kenapa harus bertanya seperti itu terlebih dahulu ? karena memiliki kamera bukanlah jenis investasi yang cerdas seperti membeli emas atau dinar :p.  Sama seperti barang2 elektronik lainnya.  Harga kamera digital sangat mudah turun dengan drastisnya. Dalam kurun enam tahun, bisa2 harganya sudah mencapai Rp 0,-.  Kamera digital memiliki chip yang mutunya akan terus menurun karena berbagai faktor.  Dipakai atau tidak, kamera digital akan rusak dalam waktu sekitar enam tahun saja. Apalagi untuk DSLR yang punya batas sensor.

Berangkat dari pengalaman ane ditanya oleh berbagai macam teman yang keukeuh pengen punya DSLR padahal cuma dipake untuk foto2 biasa aja, bukan hoby yang diseriusin, atau dijadiin bisnis atau kerjaan. So,  sebelum memilih kamera apa yang akan dibeli, terlebih dahulu pikirkan jenis kamera digital seperti apa yang dibutuhkan.

  • Kamera Saku

Ukuran kamera saku jauh lebih simple dan praktis dibandingkan kamera DSLR yang ukurannya segede gaban. Jadi, kamera saku jauh lebih mudah digunakan untuk memotret apapun. Fitur yang tersedia pada umumnya terbilang lebih sederhana (Auto) sehingga sang pengguna tidak perlu berpusing ria berpikir tentang ISO, Apperture, Shutter Speed, Metering, Kompensasi exposure, bla-bla-bla.  Klo nemu moment, tinggal ambil kamera (ga pake pusing juga ganti2 lensa sesuai jenis foto yang mau diambil) langsung jepret aje. Nah, untuk yang pengen berekspresi dengan mode2 yang lebih variatif. Dulu ane punya kamera pocket Fuji Film Finepix F-650 yang keren, walau Cuma 10 mp tapi punya mode2 yang lengkap. Dari mulai macro, atur ISO, manual, Apperture, dan Shutter speed, ga ngecewain deh.

Beberapa kamera saku pun sudah memiliki resolusi yang besar. Kamera saku, karena jarang punya fasilitas view finder alias seringnya punya fasilitas life view so, memudahkan kita untuk mengambil angle ekstrim tanpa tanpa harus memakai gaya yang ekstrim pula :p.  Harga kamera saku jauh lebih murah dibandingkan dengan DSLR. Jadi lebih terjangkau untuk kita yang punya budget terbatas.

Kekurangannya, kamera saku cenderung memiliki DoF (Depth of field) yang lebar untuk bukaan diafragma berapapun. Jadi agak susah untuk dapetin efek blur walau kita setting di mode macro sekalipun.

Akhir-akhir ini, banyak kamera saku yang mulai dapat menukar lensanya, contohnya : Panasonic GF1, GF2 ; Olympus EP-1, Sony NEX-5. So, dengan ukuran yang lebih kecil kita dapat berkreasi layaknya memiliki kamera DSLR. Tapi, untuk jenis kamera seperti ini harganya masih rada bersaing dengan DSLR. Ukurannya yang lebih kecil, jadi jauh lebih praktis untuk digunakan.

  • DSLR

Kamera DSLR memiliki sensor yang lebih lebar sehingga memungkinkan kita mencetak foto dengan ukuran yang lebih besar dan berkualitas. Pilihan ISO pada DSLR biasanya cukup tinggi, sehingga memungkinkan kita menyettingnya untuk jenis pencahayaan tertentu. Pilihan lensa bervariatif sehingga memungkinkan sang fotografer bereksperimen dengan lensa-lensa tertentu, dengan efek yang berbeda-beda. Auto focus yang cenderung cepat, membuat kita tidak mudah ketinggalam moment yang sepersekian detik itu. Fiturnya juga sangat2 beragam, sehingga fotografer dapat menyetting mode kameranya sesuka hati sesuai kebutuhan. Kemampuan berkreasi dengan DoF membuat fotografer dapat mengatur gambarnya, “ingin mendapatkan efek blur atau tidak”.

Kekurangannya ? ukurannya yang besar dengan jenis lensa yang punya fungsinya masing2 membuat kamera ini tidak praktis. Pernah suatu saat, ane berkesempatan memotret aksi munasharah Palestine di Jakarta, dengan satu tas selempang berisi 3 jenis lensa (70 – 150 mm, 10 – 20mm, 50mm) benar-benar merepotkan, karena saat ane ingin mengambil gambar dengan wide angle, ane harus menggantinya dengan lensa 10 – 20mm, ingin ambil foto jarak jauh ane harus ganti dengan 70-150mm, pengen ambil yang efek blurnya rada dahsyat pake yang 50mm (dengan crop factornya yang amit2 dan mewajibkan ane harus menjauhi terus objek dengan jarak yang cukup jauh). Mantab dah.

Atau pernah suatu kali, saat ane pikir sudah selesai memotret yang ane inginkan, dan kamera sudah ane pretelin dan masukin ke tas. Eh, mendadak ada moment yang bagus, sudahlah..hoream harus ngeluarin lagi itu kamera…ahahaha… Atau, karena bodynya yang amit2 dan berasa banget “fotografernya”, membuat ane pernah ditimpuk batu sama pengemis yang ga suka difoto :p.

Embel-embel kepemilikan kamera DSLR memang rada2 bikin kita menguras dompet dan air mata. Untuk masalah lensa saja, karena setiap lensa punya fungsinya masing2, so kadang2 membuat kita ingin mebeli lensa terus menerus (sedangkan harganya relative mahal). Selain itu, karena penggunaan flash built ini cukup tidak dianjurkan, maka tangan ini rasanya gatal untuk membeli flash eksternal untuk mendapatkan pencahayaan yang lebih baik (dan lagi2 harganya relatif mahal). Belum lagi klo mendadak kita membutuhkan tripod untuk menghasilkan gambar yang ajeg. Belum lagi harus beli drybox agar kamera dan lensa yang harganya muahal2 itu ga harus berjamur dan menurunkan kualitas lensanya (kek lensa 50mm ane dan konon untuk ngebersihinnya harus merogoh uang 300.000 rupiah).

Untungnya ? saat kalian menghadiri sebuah acara festival misalnya, kalian bisa mengambil spot paling depan bersama jejeran wartawan lainnya karena membawa kamera besar ini, tanpa harus diusir oleh keamanan…hahaha

Yah, suka duka yang indah bukan ? :p

Oh iya, diantara pocket dan DSLR ada kamera prosumer. Kualitasnya lebih baik dari pocket.

 

Semangat menimbang saudara2….

Sumber : Artikel Arbain Rambey @ Kompas