Pour Over-V60 Competition, “Menerka-nerka kopi”

“Ada kompetisi nyeduh kopi pake Pour Over V-60 loh”

Kurang lebih begitulah info yang sampai di telinga kami (baca: punggawa komunitas Ngaleueut Cai Kopi). Menarik untuk diikuti. So, isenglah kami mendaftarkan diri kepada panitia (baca: BCB a.k.a Barista Community Bandung). Kompetisi ini merupakan yang pertama yang diadakan oleh BCB. Ga cucok juga sih dibilang kompetisi yang kesannya serieus itu, da ini mah rame-ramean aja, santai lah..bebas.

Selasa 5 November 2013 berlokasi di Kavee Coffee (Jalan Sultan Tirtayasa 16, Bandung). Itulah Saya, Kang Aat, dan Kang Sandro ikut serta dalam kompetisi ini.  Sambil grogi-grogi ga jelas kami menatap satu-satu peserta kompetisi yang ternyata berprofesi sebagai Barista. Dari 8 peserta kompetisi, 5 diantaranya adalah Barista, sedangkan 3 lainnya adalah kami. Iya kami yang lucu-lucu ini 😀 *mual*.  Dan tahukah? Kang Acek, salah satu suhu kami di dunia perkopian ikut-ikutan jadi peserta, bah konspirasi macam apa ini. Masa murid ngelawan guru seperguruan :p.

Pour Over-V60 Street-Battle Dimulai

Battle terdiri dari 3 babak: Penyisihan 1, Penyisihan 2, dan Final. Di setiap babaknya, akan disuguhkan 1 jenis biji kopi Arabika dari daerah tertentu, dengan tingkat roasting tertentu. Pada babak Penyisihan 1, peserta ditantang untuk menyeduh biji kopi Bali Kintamani – Medium Roast, tentu saja dengan menggunakan metode seduh Pour Over dengan alat Hario V60. Peserta dibebaskan untuk menentukan komposisi kopi dan air, grind size, dan suhu airnya sendiri.

Dan inilah saya melawan (ga enak sih pake bahasa melawan, da ini mah kompetisi seru-seruan :p. Tapi saya bingung cari padanan kata lain) Kang Aat. Halagh, perasaan gue ga enak, secara beliau lebih senior dalam dunia perseduhan. But, show must go on, nikmati aja lah ya. 

tOekangpotokopi lagi jadi tOekangkopi heula | Foto. Mplo

tOekangpotokopi lagi jadi tOekangkopi heula | Foto. Mplo

Menatap hampa pada onggokan biji kopi Bali Kintamani – Medium Roast. Bali Kintamani setahu saya karakternya asam. Saya mulai mikir, gimana caranya mendapatkan asam dan pahit yang seimbang dari biji kopi ini. Menerka-nerka grind sizenya, menerka-nerka takaran kopi dan airnya, menerka-nerka suhu airnya. Huah ternyata serumit ini untuk menyeduh kopi.

Saat itu saya menggiling biji kopi pada ukuran 16 (halus semi kasar), konon kabarnya semakin halus gilingan rasa yang dihasilkan semakin pahit. Ga cuma itu, jenis panggangan juga berpengaruh dalam mengambil keputusan grind size. Makin gelap panggangannya (dark roast) makin kopong bijinya, so kalo digiling terlalu kasar maka konsistensi bubuk kopi tidak akan padat, artinya kopi tidak akan terekstraksi sempurna (ih ngomong apa sih gue, sotoy amat). Terus, air untuk menyeduh saya setting pada suhu 85 derajat celcius. Semakin panas suhu semakin pahit kopi, semakin dingin semakin asam (ya kali). 

Kopi siap dicicipi oleh juri | Foto. Mplo

Kopi siap dicicipi oleh juri | Foto. Mplo

Setelah selesai menggiling, kemudian kopi diseduh dengan teknik yang sudah pernah saya bahas disini. Grogi cuuuuy, diliatin barista-barista handal se-Bandung raya. Ah, apalah saya ini. Ritual menyeduh selesai. Sedikit kecewa, karena air yang menetes dari V-60 terlalu cepat (udah kebayang rasanya bakal cowerang, you know cowerang?. Selain itu, ditengah-tengah proses menyeduh, timbangan yang saya gunakan mati, jadilah saya mengira-ngira takaran airnya T_T. Ah Sudahlah. Kopi hasil seduhan saya tuang ke dalam 3 cangkir, nantinya akan dicicipi oleh 3 juri. Sisanya? saya minum sendiri, yak hasilnya ga jauh beda dari prediksi saya. Cowerang dan hanya rasa asamnya yang keluar. Menyedihkan. Walaupun kurang beruntung di babak pertama, tapi saya senang pernah ikut kompetisi ini.

Sejenis perasaan gemfeur | Foto. Hesty

Sejenis perasaan gemfeur. Menyaksikkan Teh Irma (barista Meeting Point) meracik kopinya | Foto. Hesty

Saya belajar banyak hal. Seru juga mengalami sensasi deg-degan saat disodori sekaleng biji kopi, kemudian kang Roni (pemandu kompetisi sekaligus Barista LaCamera) hanya menyebutkan jenis biji kopinya saja. Kita? menerka2 sendiri jenis panggangannya, menerka-nerka karakternya, menerka-nerka hasil seduhan yang diharapkan, dan menerka-nerka bagaimana caranya mendapatkan hasil seduhan yang sesuai dengan selera sang juri.  Otak, mata, hidung, lidah, tangan, digunakan secara maksimal untuk mendapatkan seduhan yang maksimal. Ah, senangnya melihat para peserta melakukan hal itu semua :D. Oh iya, barista-barista yang hadir – baik yang menjadi peserta ataupun penonton- tidak sungkan untuk berbagi ilmunya mengenai perkopian.

Babak kedua: Kopi Aceh – Gayo Dark Roast (hayoooo mari menerka-nerka)….

Kang Acek Barista Chez Moka ikut serta dalam kompetisi | Foto. Hesty

Kang Acek Barista Chez Moka ikut serta dalam kompetisi | Foto. Flo

Menerka-nerka kopi | Foto: Hesty

Menerka-nerka kopi | Foto: Hesty

Babak ketiga: Kopi Jawa Timur – *Lupa nama daerah spesifiknya* Light Roast.

Finale: Kang Aat Vs Kang Sandro | Foto Hesty

Finale: Kang Aat Vs Kang Sandro | Foto Hesty

Ki - Ka: Kang Sandro & Kang Aat, yah emang beda karakter sih :p | Foto. Hesty

Ki – Ka: Kang Sandro & Kang Aat, yah emang beda karakter sih :p | Foto. Hesty

Malam semakin larut, asap rokok semakin mengebul. Sesungguhnya saya cukup mengkhawatirkan kondisi kesehatan para Barista yang hobi ngopi dan ngerokok serta begadang (mari kita buat gerakkan Barista Sehat) *OOT*. Yaaak, balik ke topik

Oh iya, ga nyangka, peserta yang masuk ke babak final adalah: Kang Aaat dan Kang Sandro. Bukan merekanya sih yang bikin seru, hahaha. Tapi Jenis kopi yang digunakan ga familiar. Saya yakin, baik peserta dan saya sendiri bingung pada karakter kopi tersebut. Kalo udah bingung ekspektasi hasil seduhannya, ya bingung prosesnya harus bagaimana. Biji kopi yang bikin galau. Seduh seduh seduh, dan jadilah 6 cangkir kopi hasil seduhan sang finalis. 1 juri mulai tumbang akibat overdosis kafein, digantikan oleh Kang Jojo, barista Kavee Coffee.

Juri melakukan penilaian | Foto. Hesty

Juri melakukan penilaian | Foto. Hesty

Lucu melihat wajah ketiga juri ini, jelas bingungnya. Entah bingung memilih pemenangnya atau bingung mengidentifikasi rasa biji kopi misterius dari Jawa Timur. Hahaha, seru deh. Cukup panjang waktu penjurian untuk babak final ini. Akhirnyaaaaaaa…….setelah juri berkali-kali melakukan ritual: sruput – kumur2 – telan, maka pemenangnya adalaaaah: Kang Aat. Yeay. Selamat 😀

Saatnya menentukan pilihaaan | Foto. Hesty

Saatnya menentukan pilihaaan | Foto. Hesty

Dan ini dia yang beruntung, Kang Aat | Foto. Hesty

Dan ini dia yang beruntung, Kang Aat | Foto. Hesty

 

 

 

Kenapa Suka Ngopi?

FGD "Quo Vadis Bisnis Kopi" (Foto. Mang Aat)

FGD “Quo Vadis Bisnis Kopi” (Foto. Mang Aat pake kamera barunya yang ada wifi-an *gayaaa*)

Jumat 20 Sept 2013 pukul 19.00, Chez Moka. Ceritanya saya tetiba dapat undangan dari teman untuk ikut FGD tentang kopi. Wow, tertarik dong saya. Secara agendanya bakal seru banget, dan yang pasti dapet kopi gratisan dari si empunya FGD *modus.

Sebut saja namanya Hilda, mahasiswi S2 MBA ITB yang sedang menyusun tesis tentang proyeksi bisnis kopi kedepan. Berasa dukun gini.

Malam itu, alhasil terkumpul-lah 5 orang yang konon kabarnya suka ngopi. Dia adalah, saya, Flo, mang Aat, Nanaw, dan satu lagi teman mang Aat yang saya sendiri lupa namanya :p. FGD dimulai dengan pertanyaan: “Kenapa sih suka ngopi?”

Karena kita semuanya penyuka kopi, jadilah dengan semangatnya kami nyerocos bla ble blo tentang motivasi kami ngopi. Wah, ternyata beragam banget loh. Ada yang suka kopi karena konon kalo ga ngopi ada bagian yang hilang dari hidupnya *bahasanya rada dilebaykeun saeutik*. Ada yang suka kopi untuk begadang aja. Ada yang suka kopi karena sisi romantisme mendalamnya *FTV mode on*. Ada yang suka kopi karena emang pengen belajar ngopi. Daaan ternyata, motivasi ini amat sangat mempengaruhi perilaku mengopi mereka.

Misal, si A yang suka ngopi karena kalo ga ngopi ada bagian hidupnya yang hilang. Sudahlah pasti, ngopi adalah ritual wajib selama menjalani hari. Si B yang suka kopi karena kisah romantisme masa lalunya, selalu teringat kisahnya saat ngopi. Si C yang suka kopi karena pengen belajar, ya ga harus-harus banget ngopi tiap hari, dan ga sampe jadi ashobiyah pada salah satu jenis biji kopi, hanya senang aja dengan biji kopi dengan segala kerumitannya. Ada juga golongan orang yang “ah, pengen ngopi weh buat temen rokok” maka biasanya ga peduli minum kopi apa, yang penting kopi, termasuk cukuplah minum kopi instant.

Nah, kalo kamu kenapa suka ngopi?

——-

Ngiklan.

Dikasih arahan bagaimana mengoperasikan mesin espresso oleh sang Barista (Foto. Mang Aat)

Dikasih arahan bagaimana mengoperasikan mesin espresso oleh sang Barista (Foto. Mang Aat)

Saya bikin Cafe Latte sendiri loooh di Chez Moka. Rada grogi gitu. Grogi pas mencet tombol grinder. Grogi pas tamping. Grogi pas mengoperasikan mesin espresso. Grogi pas frothing susu. Grogi pas bikin Latte Art. Ah, rangkaian grogi yang bikin cafe latte saya gagal. Alih-alih bikin Cafe Latte, malah jadi Flat White (baca: kopi susu) aja gara-gara salah pas foaming susu. Ah sudahlah, ini kan baru pertama. Toh, Mas Ardi, Baristanya Chez Moka pernah latihan bikin kopi yang enak sampe-sampe harus dilarikan ke Puskesmas gara-gara overdosis kopi (Baca: minum 15 cangkir kopi sehari).

Cafe Latte gagal total tapi bikinin saya sendiri..lalalala

Cafe Latte gagal total tapi bikinin saya sendiri..lalalala

HR61, Kopi Termahal Ketiga Sedunia

Mereka justru menghargai filosofi, sejarah, dan kisah dibalik biji-biji kopi itu

HR-61 Colombia Proud Mary. The Third most expensive coffee at the universe

HR-61 Colombia Proud Mary. The Third most expensive coffee at the universe

Masih ditempat yang sama (Chez Moka. red), di hari yang sama dan jam yang semakin larut. Setelah saya menghabiskan 1 cangkir cafe latte, dan 1 cangkir kecil produk uji cobanya Kang Sandro (Java Preanger, hasil sangraian sendiri). Setelah Kang Sandro mulai mabok kopi. Setelah Kang Aat menghabiskan 1 cangkir affogato, 1 cangkir kecil Java Preanger, dan entah berapa cangkir kopi yang beliau habiskan dirumahnya. Setelah Flo mulai melayang-layang karena sukses minum 1 cangkir Black Hole, 1 gelas Lattegato, 1 cangkir kecil Java Preanger.

Dengan kejamnya, Kang Acek bercerita tentang: HR-61, kopi termahal ketiga sedunia. Tangannya tiba-tiba mengambil setoples kecil kopi berjudul: HR-61 | Colombia | Proud Mary. HR-61 adalah produk yang dikeluarkan oleh roaster Australia Proud Mary. Biji kopinya didapatkan dari Colombia. Apa yang membuat HR-61 menjadi yang termahal ketiga di dunia? effortnya.

Bayangkan, dari satu perkebunan kopi Colombia yang terdiri dari banyak pohon kopi itu. Masing-masing pohon kopi akan diuji rasa dan aromanya. Hanya 1 pohon kopi terbaik yang masuk klasifikasi HR-61. Konon kabarnya, Proud Mary mengeluarkan HR-61 hanya 3 tahun sekali dengan jumlah amat sangat terbatas.

Chez Moka hanya memiliki satu kaleng kopi HR-61 Proud Mary. Itu juga udah mau habis. Untuk 200ml kopi, dihargai Rp 100.000,00. Woooow. Antara kasihan perut, kasihan dompet dan penasaran tingkat tengkulak yang semakin menjadi-jadi setelah menghirup aroma biji kopinya.

Duit hasil sumbangan untuk yang fakir kopi

Duit hasil sumbangan untuk yang fakir kopi

Jadilah, kami sepakat untuk patungan. Ya ampun, fakir kopi banget.

Kang Acek, menyarankan untuk diseduh dengan Cemex. Konon katanya, rasa dari HR-61 akan keluar dengan optimal. Singkat, beliau langsung menyiapkan segala peralatan ritual menyeduh kopi ini. Kami-pun deg-degan dengan lebaynya. Semua berlangsung khidmat.

Menyiapkan filter dan Cemex

Menyiapkan filter dan Cemex (Foto. Sandro)

Menimbang biji kopi yang akan diseduh (Foto. Sandro)

Menimbang biji kopi yang akan diseduh (Foto. Sandro)

Menggiling kopi. Walau bagaimanapun kopi yang baru digiling tetap yang terbaik

Menggiling kopi. Walau bagaimanapun kopi yang baru digiling tetap yang terbaik (Foto. Sandro)

Suurrrr, air hangat di siram perlahan mengelilingi kopi yang sudah digiling. Tunggu 30 detik untuk ekstraksi, dan aromanya menyebar ke seluruh ruangan, bertarung dengan asap rokok *ah ngeganggu aje*. Seduh lagiiiii….menetes perlahan, dan siap disajikan.

Saatnya meyeduh kopi

Saatnya meyeduh kopi (Foto. Sandro). Akhirnya gue in frame juga 😀

Tetes demi tetes

Tetes demi tetes (Foto. Sandro)

Siap diminum

Siap diminum

Secangkir kopi HR-61 tepat dihadapan kami *lebay amat sih gueee*. Prosesi cupping dimulai.

Tahap 1. Sruput

Tahap 2. Kumur-kumur, biarkan kopi menyebar diseluruh rongga mulut

Tahap 3. Glek

Huah, asam-asam semriwing yang unik gimana gitu, nojos langsung ke penjuru mulut. Setelah ditelan, menyisakan sedikit rasa manis dan asam yang lembut. Beberapa kali teguk, barulah saya menebak-nebak. Aroma dan asamnya mendekati rasa Blackberry. Unik dan berkesan.

[FYI] Indonesia patut bangga, karena kopi termahal pertama adalaaaah: Kopi Luwak. Dan sekedar bocoran. Tanggal 16 – 18 Mei 2013 mendatang, akan diadakan Festival Kopi Internasional di Melbourne. Konon, Kopi Sunda Hejo akan membawa produk unggulannya yang diberi nama “Srigalung” (klo ga salah denger). Srigalung ini diprediksi akan menjadi kopi termahal di dunia.

Penasaran kan, saya nanya deh ke Mas Alfin (seseorang yang sukses memborong Proud Mary dari Australia tahun lalu) tentang apa yang membuat kopi dihargai mahal?

Beliau menjawab: Effortnya. Orang barat minum kopi bukan cuma sekedar rasa. Mereka justru menghargai filosofi, sejarah, dan kisah dibalik biji-biji kopi itu. Nah, Srigalung ini adalah biji kopi kualitas terbaik yang diseleksi manual menggunakan tangan.

Hidup kopi Indonesiaaaaaaa. Hah makin penasaran buat blusukan ke kebun-kebun kopi. Ngicipin specialty coffee, memetakan rasa dan memperkaya perbendaharaan rasa.

 

Chez Moka, Brewing Drinking & Discussing

“Niat pendirian Chez Moka ini memang untuk berbagi ilmu kok mba” kata Mas Ardi, salah satu Barista Chez Moka

chez moka-1-10b

Kang Sandro, teman saya yang memiliki kegilaan yang sama pada kopi, pernah merekomendasikan coffee shop Chez Moka untuk disambangi. Kami memiliki kesamaan dalam memandang ritual ngopi. Bukan sekedar untuk nongkrong, ataupun gaya-gayaan biar dibilang nge-hits dan gahol. Melainkan untuk mempelajari keunikan, dan karakter biji hitam ini. Maka, kami-pun memiliki kriteria tertentu untuk memilih coffee shopApa itu? coffee shop menyajikan specialty coffeedan yang paling penting: memiliki Barista yang siap berbagi ilmu tentang kopi kepada para konsumennya.

Dan inilah saya, duduk manis di Chez Moka bersama dengan 3 orang teman saya (Flo, Kang Sandro dan Kang Aat). Coffee Shop yang baru berusia 4 bulan (klo ga salah) ini, beralamat di Sawunggaling no.2 Bandung, dekat dengan UNISBA. Sang owner bernama Kang Cipi.

chez moka-1-7a

Ruangannya tidak terlalu luas. Hanya ada 4 meja kecil dan satu meja panjang khas mini bar tepat berhadapan dengan coffee bar. Meja panjang ini memungkinkan kita menikmati kepiawaian sang barista dalam menyajikan secangkir kopi dan memungkinkan konsumen berinteraksi serta berdiskusi dengan sang barista tentang kopi yang dipesannya. Sementara ini, cuma Chez Moka yang mengizinkan konsumen bebas meracik kopinya sendiri, seperti di dapur pribadi. Untuk orang baru kaya saya, niscaya bingung membedakan mana Barista legal, mana Barista ilegal :p. No Problemo, ga mengganggu kok, justru seru abis.

Eksperimen, nyeduh kopi Java Preanger yang disangrai sendiri oleh Kang Sandro

Eksperimen, nyeduh kopi Java Preanger yang disangrai sendiri oleh Kang Sandro

Kang Acek menyiapkan kopi

Kang Acek menyiapkan kopi

Tetesan crema yang cantik dari campuran 4 kopi arabika

Tetesan crema yang cantik dari campuran 4 kopi arabika

Seperti biasa, saya memesan cafe latte. Sambil jeprat-jepret, saya menikmati bunyi grinder saat menggiling biji kopi. Menikmati aroma kopi yang muncul saat digiling. Menikmati bunyi mesin espresso. Menikmati tetesan crema dalam secangkir espresso. Menikmati suara susu yang difrothing. Dan menikmati kepiawaian barista dalam membuat latte art. Tadda, secangkir cafe latte indah siap dinikmati dan dihayati. [FYI] Caffe latte yang saya nikmati ini full arabika loh (jarang2). Campuran dari Arabika Papua, Mandheling, Toraja dan Enrekang. Unik, rasa asam yang kaya tapi tetap ada rasa pahit yang tak bersisa. Nyum.

chez moka-1-4a

Secangkir Cafe Latte seharga Rp 20K

Flo, ga mau kalah. Kang Acek (barista Chez Moka, 3 tahun menggeluti dunia kopi) mendatangi kami, dan mengusulkan untuk memesan menu Black Hole. Black hole, minuman dengan tiga lapis. Simple syrup + es, perasan Lime, dan one shoot espresso. Tak lama, secangkir Black Hole dataaaang. Kang Acek tak segan duduk bersama kami, sambil menjelaskan bagaimana cara menikmati salah satu minuman yang bertuliskan “Barista Signature” ini.

Black Hole. Bassic espresso, perasan jeruk lemon, simple syrup, dan es

Black Hole. Bassic espresso, perasan jeruk lemon, simple syrup, dan es. Harga Rp 18K

“Minum setengah dulu, sisain setengah espressonya dan simple syrupnya. Baru setelahnya minum habis semuanya”

Flo meng-aamiini. Glek pertama dan glek kedua, diiringi muka dia yang lebay ga karuan sambil teriak “Aaaak, kang rasanya unik bangeetttt, ada dua sensasi rasa. Pahit, asam segar khas Lime. Setelahnya dibilas sama rasa pahit, asam segar, dan manis dingin dari simple syrup”.

Ternyataaa, Black Hole ini murni racikan Kang Acek sendiri, saat mengikuti IBC (Indonesian Barista Competition) 2013 lalu. Konon, beliau terinspirasi dengan sensasi rasa asam khas Bali Arabika. Lewat uji coba panjang, akhirnya ramuan ini tercipta juga dengan komposisi rasa yang unik (sempet nyicipin sisanya :p ).

Sambil terus menikmati kopi, kami bercerita ngalor ngidul tentang kopi. Berdiskusi tentang segala pengalaman Kang Acek selama menjelajahi dunia perkopian. Mendapati fakta-fakta menarik yang bikin saya makin kagum sama biji hitam ini. Bayangin ya, untuk jenis kopi Java Arabika aja kita akan mendapati rasa yang berbeda di setiap daerahnya. Kopi Garut yang rasanya khas nangka, Java Preanger yang asam-asam gimana gitu dan menyisakan manis yang unik di lidah setelah meminumnya, kopi Cibubur, Lembang, Pangalengan, Malabar dan banyaaaak lagi. Setiap daerah punya rasanya sendiri. Beda ketinggian beda rasa, beda tanah beda rasa, beda air tanah beda rasa, beda penanganan beda rasa, beda lama penjemuran beda rasa, beda lama roastingan beda rasa. Jadi kata siapa kopi cuma punya rasa PAHIT? :p

Secangkir Affogato, yang selalu gagal saya foto

Secangkir Affogato, yang selalu gagal saya foto. Harga Rp 25K

Apalagi yang seru dari Chez Moka? 

“Niat pendirian Chez Moka ini memang untuk berbagi ilmu kok mba” kata Mas Ardi, salah satu Barista disana. Niat inilah yang [mungkin] membuat mereka tak segan berbagi ilmu dan berbagi kopi gratisan :p. Bukan kopi milik perusahaannya, tapi kopi milik pribadi sang barista. Mereka menawarkan pada konsumen untuk menikmati kopi milik sang barista  secara cuma-cuma. Saya termasuk yang beruntung, sempat mencicipi uniknya Kopi Garut yang dibawa oleh Mas Ardi, tentu saja secara cuma-cuma :D.

So, klo kamu pengen tau lebih dalam tentang kopi atau pengen nyeduh kopi sendiri berasa di dapur rumah sendiri. Datang ke Chez Moka ya 🙂