Anak-anak SD IT Rabbani pulang sekolah
SD IT Rabbani, hampir 2 tahun saya dan teman-teman membersamai anak-anak di dalamnya. Suka, duka menjadi pewarna disetiap detak waktunya. Dari mulai ditinggalkan ataupun mendadak kedatangan relawan baru. Banyak orang bertanya tentang apa dan bagaimana sekolah ini, setelah dijelaskan maka mayoritas dari mereka kagum dan merespon: “wah keren”. Sekian, lalu tidak melakukan apapun (atau sayanya yang ga tahu..ehehe). Terkadang saya sering tergoda untuk mengatakan: “Bagaimana jika kita lakukan hal yang sama di tempat-tempat yang berbeda, minimal disekeliling kita?”. Tidak lagi menjadi penikmat sebuah cerita dari negeri antah berantah ini, tapi juga jadi pelaku. Ya, tidak hanya menjadi penikmat cerita perjuangan para pahlawan Indonesia, tapi juga bertekad untuk meneruskan perjuangannya yang saya yakini belum usai. Minimalnya, dengan membuka akses seluas-luasnya untuk pendidikan anak bangsa. Bisa pilih peran, menjadi supporting atau terjun menjadi pendidik? Itu adalah pilihan, yang pasti jangan lagi menjadi penonton 😀.
Pada sebuah kesempatan wawancara tentang SD IT Rabbani dengan salah satu media, saya pernah ditanya “bagaimana tahapan menyelamatkan sekolah yang hampir tutup?”. Boleh saya ulas sedikit kegilaan kami saat itu?. Baiklah.
Modal pertama yang dibutuhkan untuk menyelamatkan sekolah yang hampir bubar adalah kepedulian. Setidaknya saya terinspirasi oleh kata-kata Stacey Bess dalam film Beyond the Blackboard (wajib ditonton), “You don’t need unusual skills, you don’t need special training, you just have to care”. Jika mata kepedulian kita mulai kehilangan kepekaannya, setragis apapun kondisi manusia disekitar kita maka kita tidak akan tergerak untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Jadi ini penting. Saya yakin, mereka yang masih berTuhan (terserah dengan konsep apapun, klo saya pilih ber-Allah) pasti masih memiliki modal pertama dan utama ini.
Modal kedua yaitu Keberanian. Berani untuk menentukan pilihan dan siap menanggung segala konsekunsinya. Ini mutlak dimiliki, kepedulian tanpa keberanian tidak akan menghasilkan langkah apapun. 2 tahun lalu kami bertindak layaknya anak kecil namun sedikit dipoles dengan pikiran orang dewasa dengan beberapa pertimbangan. Saya pernah diajari satu hal dalam mengambil keputusan: “Bukan yang paling sedikit resikonya yang kamu ambil, tapi yang kamu rasa mampu menghadapi resikonya, sebesar apapun ia itu yang diambil”. 2 tahun lalu kami dihadapkan pada dua pilihan “selamatkan” atau “tinggalkan”. “Tinggalkan” bermakna anak-anak didalamnya akhirnya putus sekolah, dan kesempatan untuk merealisasikan mimpi (memiliki sekolah gratis) hilang (entah akan datang lagi atau tidak). “Selamatkan” bermakna, saya (kami) tidak punya cukup kemampuan membangun sekolah ini, tidak punya cukup dana, tidak punya cukup tenaga, tidak punya cukup waktu dan semua masalah itu kemungkinan akan membuat tahun-tahun awal dilalui dengan sangaaat berat (dan itu terjadi).
Modal ketiga yaitu jadilah pembelajar sejati. Modal ketiga ini saya yakini mampu menyelesaikan konsekuensi yang sudah saya sebutkan di atas. Saat terjun di dunia yang sama sekali tidak saya ketahui ini, saya banyak meraba dalam gelap. Walaupun kuliah di Universitas Pendidikan, saya merasa kosong se kosong-kosongnya tentang manajerial sekolah dan hal ihwal tentangnya. So, jangan malu menjadi orang goblok (meminjam istilahnya Bob Sadino), orang yang merasa selalu goblok pasti akan terus mencari ilmu yang tidak ia ketahui.
Modal keempat bersabar dalam kerja kerasmu. Sabar itu tidak sama dengan menyerah kalah pada ujian, tapi terus berusaha melalui semua ujiannya. Setelah mengambil keputusan membangkitkan kembali SD IT Rabbani dari tidurnya yang berkepanjangan, bukan berarti hari-hari dilalui dengan lancar-lancar saja, oh, bahkan semua dilalui dengan begitu banyak masalah. Bagi saya, guru terbaik adalah Allah. Nikmati saja setiap kesusahan dan kesenangan yang hadir, ini semua pasti berlalu dengan ujung yang semoga indah. Saat kita mampu menerima ini sebagai pembelajaran, maka kegagalan-kegagalan yang terjadi menjadi pelajaran yang berharga, dan niscaya kita pun akan diberi kesempatan untuk juga belajar tentang keberhasilan. So, prinsip yang saya pakai sekarang adalah: lakukan apa yang bisa dilakukan untuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Yah…walaupun sering tergoda untuk kembali gagal. Faktor godaannya adalah diri sendiri, baik tidak konsisten dengan target, malas, tidak bertanggungjawab, dan sifat-sifat setan lainnya. Arrrghhh…sabar dalam perjuangan itu sesuatu banget deh (perang yang berat namun seru).
Modal kelima yaitu bangun networking seluas-luasnya. Ajak lebih banyak orang untuk bergabung dalam proyek peradaban ini. Syurga masih terlalu luas untuk kamu sendiri, hehe. Semakin banyak orang bergabung dalam proyek tersebut, semakin banyak ide, semakin banyak tenaga, semakin banyak ilmu, semakin banyak dana (loh..hehe). Oh iya, sedikit intermezzo, tampaknya menjual kemiskinan ataupun kesedihan untuk proyek-proyek sosial seperti ini, harus segera ditinggalkan. Mereka miskin itu memang realitanya, tapi bukan itu fokusnya, yang kita bagi adalah semangatnya, potensinya, perjuangannya dalam menjalani hidup. Itu intinya. Berbagi cerita saja, saya sering sedih saat orang datang ke SD IT Rabbani membawa hawa “how pity you are”, lalu mereka membagi uang, tas atau apapun itu kepada anak-anak dengan cuma-cuma. Semakin lengkaplah potret kemiskinan mereka, dan semakin sadarlah bahwa mereka memang miskin tak berdaya, dan harus terus diberi percuma. Tidak, tidak seperti itu seharusnya. Datanglah dengan membawa “wah, ini punya banyak potensi, saya coba bantu mengembangkannya”, maka yang hadir adalah motivasi, ilmu-ilmu yang mendukung potensi anak ataupun sekolah semakin berkembang, dan hal-hal lainnya yang dapat membantu semua potensi itu berkembang sempurna. Bahasa mudahnya, beri kail jangan ikannya. Yah, saya pun masih belajar membentuk kultur seperti ini.
Tampaknya lima modal cukup untuk melakukan sesuatu bagi mereka. Lakukan apa yang harus dilakukan, bukan untuk mencari popularitas tapi lakukan untuk mereka anak bangsa demi Allah. Mengutip judul buku Hidden Heroes-nya Kick Andy “Para Pahlawan Sunyi dengan Tindak Nyata”, maka bekerjalah dalam kesunyian. Eh bukan berarti ga boleh ditulis-tulis di blog ya, intinya sih ga boleh riya itu aja…haha. Niat publikasinya bukan: “ini loh gueeee…keren kan :p”, tapi “bantu laaah…gue ga sanggup kerja sendirian T_T, butuh lebih banyak orang dalam proyek ini”.
Sekian, selamat mengukir mimpi di kertas dan realisasikan dalam dunia nyata. Indonesia butuh kita untuk berubah. Than cursing the darkness, light more and more candles. BTW ada yang mau berbagi ilmu di SD IT Rabbani? (hehehe…iklan).