Belajar Motret Potrait

“Teh, bisa motretin cover buku biografinya teh Meyda Safira ga?”

Menarik, dan menantang. Selama ini saya bergelut di bidang foto wedding (dokumentasi) dan foto produk (still life). So, motret Potrait adalah pengalaman pertama bagi saya. Sedikit grogi dan ga PEDE. Saya sempat terjebak pada pikiran “Waduh, saya paling lemah motret model”. Sampai akhirnya, teman saya bilang “Foto untuk biografi dan foto model itu beda loh. Ada pendalaman karakter subjek yang harus kamu lakukan pada foto untuk biografi”. Hmmm, bener juga. Untuk saya yang sangat menyukai foto-foto manusia (Human Interest), maka proyek ini menjadi sangat menarik.

Akhirnya saya mengondisikan diri, membangun mood untuk foto Potrait ini. Membaca dan menelaah tulisan beliau (Meyda. red), sampai benar-benar tergambar seperti apakah Meyda Safira. Membaca materi tentang bagaimana foto Potrait. Daaan tentu saja, mencontek serta menelaah foto-foto dalam buku biografi para tokoh. Tak lupa melakukan perbandingan terhadap cover buku biografi serupa (baca: Biografi Oki Setiana Dewi).

Dalam foto Potrait, kita tidak bicara tentang “subjek harus terlihat cantik”, melainkan tentang “memunculkan karakter subjek”. Alhamdulillah, karakter Teh Meyda Safira cukup kuat: melankolis dan senang merenung. Karakter yang sangat sesuai dengan seluruh isi bukunya. So, otak saya langsung menggambarkan foto seperti apa yang akan saya ambil.

Saat bertemu beliau untuk pertama kalinya. Saya dan Flo (co. fotografer) berdiskusi tentang setting ruang dan konsep cover foto yang akan memperkuat karakter beliau. Dan alhamdulillah, konsep yang kami ajukan sejalan dengan apa yang beliau pikirkan. So, di sebuah coffee shop berjendela lebar kami melakukan pemotretan.

Kunci dari sesi pemotretan ini adalah: Natural. Saya hanya mengajak beliau  mengondisikan diri untuk merenung. Banyak gesture, banyak mimik yang beliau lakukan dalam perenungan. Tugas saya hanya menekan shutter, dan mencari “puncak perenungan”. Jepreeeettt.

Sesi foto cover selesai. Dilanjut sesi pemotretan untuk foto-foto penunjang cerita di dalam buku biografi tersebut. Huah, bukan pekerjaan yang mudah untuk menggali karakter subjek. Saya korbankan flo untuk berdiskusi interaktif dengan beliau. Dan semuanya berlangsung dengan sangat seru. Banyak ekspresi, banyak gesture yang beliau keluarkan.

Jadi, kata siapa motret itu sekedar mencet shutter? :p

Maaf belum bisa upload foto untuk cover. Ini adalah satu dari banyak foto potrait Meyda Safira

Maaf belum bisa upload foto untuk cover. Ini adalah satu dari banyak foto potrait Meyda Safira

Behind The Scene. Teman saya mengajak subjek berdiskusi. Membuat suasana nyaman. Dan saya memotret tanpa membuat subjek terganggu

Behind The Scene. Teman saya mengajak subjek berdiskusi. Membuat suasana nyaman. Dan saya memotret tanpa membuat subjek terganggu

—–

TIPS Foto Potrait

Ok, ini ada beberapa materi tentang foto Potrait yang saya ambil dari slide presentasinya GFJA. Cekidot…

Ada tiga elemen yang menentukan dalam pembuatan foto Potrait:

  1. Muka, tangan, dan posisi badan (gestur) yang mencerminkan keadaan psikologis subjek saat itu. >>> nah fotografer harus belajar psikologi juga ternyata. Pelajari cara manusia dalam berkomunikasi secara non-verbal
  2. Lingkungan atau tempat yang mencerminkan sesuatu yang berhubungan dengan profesi, hobbi atau ketertarikan/minat dari subjek
  3. Pencahayaan dan komposisi mempengaruhi kekuatan pesan yang akan disampaikan

 

 

 

 

[Food Photography] Resep Sayuran

Naaah, ketemu makanan berkuah lagi. Ceritanya, hari ini saya dititahkan untuk masak Sop untuk para keponakan. Dong2nya, saya lupa untuk nge-blanching sayuran, salah urutan masukkin sayur, alih-alih kentang masuk lebih dulu, malah wortel nyemplung duluan. Hingganya, wortel, dan buncis menjadi terlalu layu dan tidak segar warnanya.

#TIPS

Memotret makanan dengan bahan dasar sayur.

Siapkan terlebih dahulu kuah/bumbu. Blanching sayuran. Apa itu blanching? merebus sayur sejenak, dari mulai air mendidih hingga mendidih kedua, jangan lupa menaburkan garam, setelah didihan kedua tiriskan sayuran, siram dengan air dingin hingga proses pemasakan terhenti.

Apa fungsi Blanching? seinget saya waktu dulu kuliah di tata boga *penekanan jati diri*, fungsi blanching adalah untuk membunuh bakteri, mengurangi “langu” sayuran, memunculkan warna cerah sayuran, mengurai zat gizinya agar mudah dicerna, dan mengunci zat gizi agar tidak hilang karena pemanasan berlebih.

Selanjutnya, tumis sejenak sayuran (jika sayuran bertumis). Kalo sayuran berkuah, baiknya tata terlebih dahulu sayuran di atas piring/mangkuk sebelum disiram oleh kuah.

Siram perlahan kuah ke dalam mangkuk

Siram perlahan kuah ke dalam mangkuk

—–

Nah ini dia sop gagal total 😀 *remediaaaaal*

Monggo diberi masukkan. (f 2.8 1/800 ISO 100 available light dari Gusti Allah, Auto WB, tanpa reflector)

Monggo diberi masukkan. (Sony Nex-5N 30mm f 2.8 1/800 ISO 100 available light dari Gusti Allah, Auto WB, tanpa reflector)

Behind the scene, don't try this at home :p

Behind the scene, don’t try this at home :p

[Food Photography] Makanan Berkuah

Klo ngobrolin Food Photography, kita ga hanya ngobrol tentang teknik motret tapi juga styling. Styling apa? ya tentu saja styling makanan. Untuk pemotretan profesional setingkat majalah biasanya fotografer dibantu oleh food stylist untuk menata makanan sedemikian rupa hingga cantik untuk difoto. Nah, karena saya adalah fotografer abal-abal yang melakukannya hanya di rumah, so saya coba styling semuanya sendiri.

Menu kali ini adalah Rawon (akhirnya setelah ngidam rawon sekian lama, kesampaian juga). Rawon termasuk makanan berkuah, so butuh cara tertentu untuk membuat foto tetap cantik. Maksudnya, isi makanan tidak tenggelam oleh kuah. Berikut cara bar-bar saya:

1. Buat konsep, tentukan property,  dan layout

Atur tata letak

Atur tata letak

2. Pisahkan isi dan kuah + pelengkap jika ada. Kalo di Rawon, pelengkap adalah Tauge dan Daun Bawang.

Masukkan isi. Uji coba angle dan komposisi

Masukkan isi. Uji coba angle dan komposisi

3. Uji coba komposisi dan angle. Cari angle dan komposisi yang sesuai dan enak dilihat

3. Masukkan kuah ke dalam mangkuk secara perlahan. Secukupnya saja, jangan sampai isi tertutup oleh kuah.

4. Tata bahan pelengkap sedemikian rupa

5. Lakukan pemotretan

Rawon dengan berbagai angle (30 mm, 1/160, f 4.5, ISO 100, AWB, 12.16, natural light without reflector)

Rawon dengan berbagai angle (30 mm, 1/160, f 4.5, ISO 100, AWB, 12.16, natural light without reflector)

 

Motret dan Jalan-jalan

Sumber: Google

Biasanya, hobi motret sepaket sama hobi jalan-jalan. Ga penting kemananya, yang penting jalan-jalan. Jam terbang saya memang belum sebanyak Trinity, tapi saya pernah merasakan beberapa situasi rumit menjalankan 2 hobi sekaligus: Fotografi dan Jalan-jalan. Kenapa rumit? kurang lebih begini, saya pernah mengalami kegalauan yang nyata, antara harus membawa perlengkapan perjalanan yang cukup (pakaian, peralatan mandi, peralatan perawatan wajah (ahaaa :p), buku, sepatu, obat-obatan, makanan, sleeping bag) dan kamera DSLR yang ukurannya ga santai.

Alangkah tidak serunya, klo bawaan kita jadi segambreng. Udah bawa ransel berisi perlengkapan perjalanan, bawa tas kamera yang ukurannya besar, bawa oleh-oleh..arrrgh. Ga simple banget dah. Pernah waktu saya ke Padang (untuk pertama kalinya), saya meminjam tas carrier yang klo dipake bikin badan saya kelelep. Rencananya, saya akan menaruh kamera di dalam tas bersamaan dengan baju dkk. Alhasil, sulit mengabadikan momment, karena kamera sulit diakses. Kamera-pun menjadi lebih rentan terbentur barang-barang di dalam maupun diluar tas.

Tapi sedikitnya saya belajar juga bagaimana membuat dua hobi itu bisa saling berdampingan dengan mudahnya.

1. Rencanakan perjalanan anda. Analisis karakter tempat yang akan dituju. Panas, sedang hujan, dll. Pastikan akan menginap dimana. Medannya sulit dijangkau atau tidak. Sesuaikan bawaan dengan kondisi dan situasi tempat yang akan kita tuju. Klo kita jalan-jalan ke tempat yang panas, ya bawa aja baju-baju kaos yang menyerap keringat. Bawa kerudung langsung aja, biar ga ribet. Klo ga punya tempat menginap ya bawa sleeping bag, klo jelas mau nginep dimana ngapain juga bawa sleeping bag. Bawa sarung, lumayan untuk kemulan + shalat :p. Klo memungkinkan untuk laundry di tempat, bawa baju sedikit saja. Senter. Peralatan P3K dasar (Minyak telon, betadine, hansaplast). Al-Quran kecil tentunya. Pakaian dingin (klo tempatnya dingin). Sandal yang nyaman dipakai. Handuk kecil. Peralatan mandi. Gunting/pisau lipat. Masukkan semuanya dalam ransel. Alangkah tidak praktisnya jika kita membawa koper jinjing sekaligus membawa kamera. Pokoknya, pastikan tangan kita kosong dari membawa tentengan apapun, agar apa?agar tangan bebas untuk memotret. Kecuali, tas kita akan ditinggal di penginapan. Jangan lupa bawa payung dan rain coat (klo kondisi hujan). Motret sambil bawa payung itu ga banget. Saya pun membiasakan membawa kantong plastik besar, barangkali dibutuhkan untuk melindungi barang elektronik dari hujan, atau sekedar menaruh cucian kotor :p.

2. Melakukan riset terlebih dahulu pada tempat yang akan kita tuju. Hal ini memudahkan kita untuk menentukan “akan memotret apa, siapa, kapan, dan bagaimana kita memotret”. Mecontoh foto-foto orang yang pernah berkunjung ke tempat tujuan kita bukan tindakan kriminal. Melihat dan mengamati foto terdahulu berguna untuk menentukan spot, angle serta teknik. Selanjutnya, tugas kita untuk melakukan eksplorasi lebih pada tempat dan situasi saat kita sudah sampai di tempat tujuan.

2. Masukkan kamera ke dalam tas kamera. Saya lebih senang membawa tas selempang dibandingkan tas gendong. Beralasan, karena punggung kita sudah penuh dengan tas bekal perjalanan. So biarkan pundak yang menanggung beban kamera. Tas selempang menurut saya lebih memudahkan kita untuk mengakses kamera, kali-kali aja ada momment mendadak. Dulu saya pernah bawa kamera di dalam tas punggung. Alhasil, saat kamera sudah masuk ke dalam tas, dan tiba-tiba ada moment yang bagus untuk diabadikan, saya sudah tidak mood lagi mengeluarkan kamera dari dalam tas :p. Setiap tas kamera pasti memiliki sekat di dalamnya. Usahakan tas kamera memiliki sarung pelindung hujan. Oh iya, biasanya tas selempang saya gunakan juga untuk menaruh barang-barang yang butuh akses cepat (ATM/KTP/Uang/Charger Handphone).

Sumber: Google

3. Bawa perlengkapan memotret secukupnya dan sebutuhnya. Sesuaikan dengan tujuan memotret kita. Klo kita ga akan motret dengan teknik slow speed, tampaknya tripod ga perlu kita bawa. Begitupun dengan lensa, bawa lensa sesuai dengan kebutuhan. Ga lucu kan, udah bawa lensa segambreng + berat,  eh tau-taunya ga dipake. Jangan lupa bawa lens pen/tisu lensa, blower (klo cukup ruang), tisu/handuk kecil. Dan isolasi kertas untuk menutupi hotshoe (klo kita motret di pantai, biar ga kena korosi). Charger batere dan memory cadangan jangan lupa dibawa juga :D. Saya sih ga mau se-rempong gambar di bawah ini :p

Sumber: Google

4. Sebenernya, bawa kamera mirrorless lebih praktis ketimbang bawa DSLR. Tapii, gimana ya, ada kepuasan tersendiri saat motret menggunakan DSLR :D.

5. Pelajari terus tentang cara-cara merawat kamera atau pertolongan pertama pada kamera. Jadi klo kamera kita kenapa2, kita ga gagap lagi untuk menyelematkannya. Misal, saat kamera saya kegulung ombak di Pantai Siung-Jogja, Alhamdulillah saya punya teman yang paham ttg kamera. Klo saya sendirian disana, mungkin saya hanya bisa nangis-nangis meratapi kamera yang berkarat.

 

Segitu dulu…