Hayu Urang Ngangkot

Kalo Jakarta macet pada hari Senin – Jumat, maka Bandung macet pada hari Senin – Minggu. Bayangkan. Senin – Jumat, Bandung disesaki oleh penduduknya sendiri. Sedangkan Sabtu- Minggu, Bandung disesaki oleh wisatawan. So, berjalan-jalan di kota kecil ini menjadi hal yang sangat melelahkan.

Segala rupa yang menyesaki kota Bandung adalah mobil pribadi, motor pribadi, dan angkot. Solusi untuk Bandung yang ga lagi macet sebenarnya sederhana, mulai tinggalkan mobil dan motor pribadi, beralihlah ke transportasi publik (baca: angkot). Saya dulu angkoters loh, tapi semenjak angkot itu: Ngetem ga jelas, bau rokok, supirnya maksa, suka ngomong kasar, nyetirnya bahaya, suka berhenti sembarangan, dan banyak copet, maka sejak saat itulah saya memutuskan untuk naik motor pribadi. Dan sejak saat itu juga, saya menjadi salah satu penyumbang kemacetan Bandung. Hiks.

Nah, baru aja saya liat video ini. Video ajakan untuk kembali naik angkot. Video ajakan untuk bareng-bareng mengurai kemacetan Bandung dengan cara naik angkutan publik. Video tentang: Angkot Day. Apa itu? gerakan yang mengajak warga Bandung untuk kembali naik angkot. Taglinenya: 1 Hari, 1 Trayek, Angkot Nyaman, Aman, Tertib dan Gratis. 20 September 2013 trayek: Kalapa Dago. Ahay

Semoga kelak, apa yang kita mimpikan tentang transportasi publik yang nyaman, aman, tertib, tepat waktu, dan terjangkau bisa terealisasi ya…Biar Bandung ga macet lagi :). Kalo bukan kita yang berbuat, siapa lagi?

Ngaleeut Cikopi

Ngaleeut Time

Ngaleeut Time

Bagi saya ritual minum kopi bukan sekedar rutinitas tanpa makna. Bukan sekedar memuaskan “life style” nongkrong manis di coffee shop biar dianggap gaul. Ga addict juga sih, saya masih bisa berpikir normal walaupun tak membuka pagi dengan secangkir kopi. Bagi saya, ritual minum kopi adalah ritual memaknai dan menghayati proses panjang menuju  keindahan. Ada proses panjang untuk menikmati secangkir kopi, dari mulai tanah tempat ia ditanam, bagaimana ia diperlakukan, bagaimana ia dipetik, dijemur, dibakar, digiling, hingga diseduh.

Dari dulu, judulnya saya ngidam untuk masuk ke lingkaran manusia yang menikmati kopi sebagai sebuah proses. Dan tadda, hari ini (09/05/13) saya bertemu dengan mereka. Sebenernya 3 makhluk adalah pemain lama (Mplo, kang Yudha, dan Kang Sandro) sedangkan 1 orang lainnya adalah makhluk yang saya juga bingung kenapa kami bisa rame mention2an di twitter ngobrolin kopi. Beliau adalah Kang Aat, makhluk yang saya pikir fiktif namun ternyata tercatat sebagai penghuni bumi yang resmi.

Agenda cupping yang serba dadakan. Bertempat di markas manusia-manusia homeless (baca: rumah kang Yudha). Ga jelas agendanya apa, yang kami tahu hari ini akan terjadi perhelatan akbar, dan cupping2 cantik. Masing-masing kami berinisiatif membawa kopi favorit dan alat seduh tercinta. Dan terkumpullah: biji kopi Papua Arabika, Lintong Arabika, Exelcso Robusta, Aroma Arabika, Javaco Melange, Javaco Arabika, Malabar Arabika, daaaan Kenya Arabika. Disudut kanan, sudutnya alat-alat menyeduh: ada Pour over dari merk Hario dan Felicity lengkap dengan kertas seduhnya. Ada teko. Ada French Press. Ada timbangan digital. Ada sendok takar khusus kopi. Ada Grinder. Niat banget kan? hah serepot inikah untuk menikmati secangkir kopi?.

Alat Tempur

Alat Tempur

Kang Aat yang akan memandu perjumpaan kali ini. Beliau menawarkan Lintong Arabika untuk diseduh pertama kali menggunakan Pour Over. Lintong Arabika masih berwujud biji segar. Asli rempong tapi seru deh. Satu orang bertugas memanaskan air mineral (untuk mengontrol rasa kopi). Saat air hampir mendidih, biji kopi langsung di grinding sedikit halus. Aroma kopi yang baru saja selesai di grinding itu indah. Aroma saat air panas pertama kali menyentuh bubuk kopi juga indah. Aroma saat kopi sudah siap disajikan di atas gelas juga indah.

Seduhan pertama Papua Arabika di dalam French Press

Seduhan pertama Papua Arabika di dalam French Press

Seduhan kedua, saatnya ekstraksi, nikmati aromanya

Seduhan kedua, saatnya ekstraksi, nikmati aromanya

Secangkir Kopi Papua Arabika :)

Secangkir Kopi Papua Arabika 🙂

Selanjutnya? ritual cupping dimulai. Klo selama ini saya selalu menikmati secangkir coffee latte, kopi susu atau kopi dengan gula merah. Hari ini saya harus menyeruput kopi hitam tanpa tambahan apapun. Benar-benar kopi murni, aroma murni, dan rasa yang murni. Masing-masing kami menyeruput sesendok kopi yang telah diseduh dan mendeskripsikan rasanya. Ritual yang seru banget. Setiap jenis kopi diseduh, diseruput, dan dideskripsikan rasanya. Untuk orang-orang canggih sejenis Kang Sandro dan Kang Aat, mereka sudah mampu memetakan rasa, kemudian membayangkan campuran kopi apa saja, dengan takaran seperti apa yang pas untuk menghasilkan kopi blend yang nikmat. Huffft, klo saya sih baru mampu membedakan rasa Arabika dan Robusta. Mendeskripsikan bedanya. Malabar Arabika dan Kenya Arabika, Malabar asamnya “cleb”, dan Kenya Arabika memiliki asam yang “drrrrzzzttt”. Ngerti ga? saya juga ga ngerti :p, cobain sendiri deh.

Kang Aat menyontohkan metode nyeruput yang benar. Rasa pertama yang muncul adalah rasa yang harus dideskripsikan

Kang Aat menyontohkan metode nyeruput yang benar. Rasa pertama yang muncul adalah rasa yang harus dideskripsikan

Judulnya Cupping dilakukan juga oleh Kang Sandro dan Kang Yudha

Judulnya Cupping dilakukan juga oleh Kang Sandro dan Kang Yudha

Aaaa, pengalaman yang menyenangkan. Menggelitik saya untuk mencicipi lebih banyak lagi biji kopi, menyeruputnya dan mendeskripsikannya. Hingga akhirnya saya mampu membuat sendiri kopi blend yang nikmat :D. Senang berkenalan dengan kalian, semoga pertemuan-pertemuan sekte Ngaleeut ini dapat berlangsung rutin.

Lintong vs Papua, apa bedanya?

Lintong vs Papua, deskripsikan perbedaannya

Formula tadi:

1 gram kopi untuk 15 gram air. Itulah alasan kenapa timbangan digital ada dalam list peralatan kami :), selamat menikmati proses.

Ngangkring di Mas Jo

Angkringan Mas Jo

Angkringan Mas Jo

Angkringan = Jogjakarta. Selama 23 tahun saya hidup di dunia, setidaknya sudah 2 kali saya mengunjungi kota keren ini. Satu kali saat study tour saat SMP, satu kali lagi saat study tour SMA. Tau kan study tour? semuanya diburu waktu, ngelantur sedikit bisa-bisa ditinggal bis atau paling tidak dicela rombongan. Jadi, setiap saya ke Jogja tak satu kali pun saya pernah merasakan makan di Angkringan.

Nah, untugnya di Bandung juga ada Angkringan, cukup banyak bahkan. Pertama kali saya melakukan ritual ngangkring di Angkringan adalah di Angkringan Mas Jo. Tepatnya pada bulan Ramdhan 2012 lalu. Karena dengan sebab, garis edar saya  lebih banyak berada di Salman ITB. Berkali-kali lewat di depan jalan MBA ITB, lama-lama saya tertarik untuk ikut ngangring di Angkringan Mas Jo.

Takjub melihat deretan nasi bungkus dengan porsi kecil bernama Sego Kucing, berdampingan dengan berbagai jenis sate, dari mulai sate telur puyuh, ati ayam, ampela ayam, kikil, kerang, sampai usus. Tak lupa, ada ceker, tahu dan tempe bacem, serta beraneka ragam gorengan. Sambal hijau tak lupa ikut hadir di atas gerobak dengan penerangan yang sayup.

Aneka Sate dan Sego Kucing

Aneka Sate dan Sego Kucing

Sego kucing seharga Rp 2.500 disajikan dengan berbagai lauk, ada tongkol (dengan tanda kertas pink), teri (tanda kertas putih), tempe, dan telur (tanda kertas kuning). Porsinya cukup untuk kalian yang sedang diet, yah walaupun kadang kalap, alih-alih diet malah ngambil 5 bungkus sego kucing..hehehe. Aneka sate dijual dengan harga Rp 2.000 (klo ga salah :p). Semua pelayanan dilakukan oleh kita sendiri, ambil yang kita mau, serahkan pada pelayan, maka lauk siap dihangatkan di atas arang.

Berbagai minuman juga ada disini, yang paling maknyus menikmati sego kucing adalah Kopi Joss…hehehe. Saya pernah memesan Kopi Joss. Sang pelayan mengantarkan segelas kopi panas lengkap dengan arang panas didalamnya, dihiasi asap yang mengebul. Semua mata mendadak memandang ke arah saya heran, mungkin mereka aneh ngeliat perempuan unyu minum kopi campur kemenyan.

Ngangkring bareng punggawa Posko Studio 86

Ngangkring bareng punggawa Posko Studio 86

Penampakan Sego Kucing

Penampakan Sego Kucing

Mas Jo -sang pemilik- dengan suksesnya memindahkan suasana angkringan Jogja ke Bandung. Cahaya yang redup-redup (cenderung gelap sebenernya :p), gerobak kayu berisi makanan, piring dan gelas seng, lesehan, lagu campur sari dan keroncong yang sayup-sayup menggantikan peran pengamen khas Jogja, dan yang paling total adalah…Mas Jo yang menggunakan lurik. Mas Jo dan pelayan lainnya, meski tahu Angkringannya ada di Bandung, dan pelanggannya tak semuanya orang Jawa, ia tetap istiqomah melayani dengan bahasa jawanya yang medhok. Hehehe, menampar saya untuk kembali belajar bahasa jawa, tempat mbah saya berasal.

Mas Jo lengkap dengan baju luriknya

Mas Jo lengkap dengan baju luriknya

Dengan ramah melayani pelanggan

Dengan ramah melayani pelanggan

Mas Jo dan seluruh pelayan sangat ramah melayani. Tak segan-segan ngobrol dengan kami. Bercerita tentang kisah Angkringannya. Nah, gini ceritanya: Angkringan Mas Jo sudah ada sejak 8 tahun lalu di depan MBA ITB. Dulunya, beliau ditawari tempat dagang di Jalan Ganeca, namun ditolak karena ia harus berdagan di atas trotoar tempat orang berjalan. Beliau bilang “Berdagang itu jangan nyusahin orang”. Bagi Mas Jo, konsep dagang bukan cuma untuk uang, tapi juga untuk membahagiakan orang lain, untuk memuaskan orang lain, untuk membantu orang lain dan tentunya memperkenalkan budaya Jawa pada khalayak. Wow, andai semua pedagang seperti beliau.

Kopi Legenda

Kopiii mana kopiiiii…sudah lama saya tidak melakukan ritual ngopi-ngopi cantik lagi. Ditambah harus bed rest oleh sebab tutul-tutul merah muncul disekujur badan akibat dikutuk triomacan2000 karena telah meng-unfollow’a dari twitter. Dan karena ga ada kerjaan selama bed rest, intensitas saya memandangin layar hp dan berjibaku di twitter land meningkat. Dan jadilah saya melihat -dengan beruntungnya- akun @mooibandoeng yang sedang membahas pabrik kopi tua di Bandung. Saya pikir, kopi legenda di Bandung hanya dimiliki oleh Aroma, tapi ternyata…ada dua pabrik kopi legenda lainnya yang sama-sama tuanya dan konon lebih nikmat dibandingkan Aroma (walaupun rasa soal selera sih ya :D). 2 merk kopi itu adalah:

Javaco Koffie dan Malabar Koffie 

Javaco Koffie | Sumber: Google

Javaco Koffie | Sumber: Google

Malabar Koffie | Sumber: Google

Malabar Koffie | Sumber: Google

Sebenernya, saya pernah lihat kopi2 ini di Setiabudhi mart. Tapi beda kan ya sensasinya klo kita dapatkan langsung kopi ini dari pabriknya..So, ada yang mau ikut saya buat jalan-jalan kesana? dan cupping2 cantik juga tentunyaaaa….hohoho

Gunung Sampah di Bandung

Sampah Gerlong

Bau menyengat dari tumpukan sampah membuat warga harus menutup hidung saat melintasinya

(Bandung, 09/1/13) “Gunung sampah” bukanlah objek wisata baru di kota Bandung. Ini permasalahan lama yang kembali muncul. Gunungan sampah setinggi kurang lebih 3 meter menumpuk di depan Pasar Geger Kalong. Menurut pedagang setempat, sudah 1 bulan sampah itu tidak diangkut oleh petugas. Alasannya? mobilnya rusak dan TPA tidak mau menampung sampah. Sedangkan TPA Cicalengka yang siap menampung belum diresmikan, sehingga belum bisa difungsikan.

Membuang sampah

Seorang warga membuang sampah

Hmmm…mau ngerasain sensasi baunya tumpukan sampah ini?coba datang kemari :D. Hujan yang mengguyur Bandung hampir setiap hari, tampaknya berperan aktif menambah suasana gunungan sampah ini semakin memburuk. Belum lagi, setiap harinya warga sekitar masih berkontribusi menambah tumpukan sampah ini semakin tinggi. Klo ditata lebih rapi, mungkin tingginya sudah setara rumah dua tingkat -__-“. Ini baru dari Pasar Gerlong, kabarnya…pasar-pasar lain di Bandung mengalami masalah yang sama.

Pyuh…apa dan siapa yang jadi akar masalah ini?mau nyalahin kebijakan?mau nyalahin pemerintah yang ga becus ngurus sampah?mau nyalahin kenapa Bandung ga punya TPA yang cukup luas untuk nampung sampah warga se-Bandung raya?

Gimana klo kita berhenti sejenak dan berpikir ulang. Sampah ga mungkin hadir klo ga ada yang buat sebuah benda menjadi sampah. Siapa? manusia. Kita? manusia. Yah, kecuali kamu ngerasa bukan manusia :p. Ayolah…saya juga amat sangat merasa berdosa telah membuat dosa ini. Konsumsi bungkus nasi, sedotan, sisa makanan, botol air mineral, daaan masih banyak lagi.

Gimana solusinya? banyak orang menawarkan solusi. Salah satunya..daur ulang sampah plastik. Nah, klo bentuk sampahnya udah kaya gambar di atas, siapa yang mau mungutin plastik busuk itu untuk di daur ulang lagi?. Klo sampah organiknya di buat kompos? adakah yang bersedia memilah sampah di atas menjadi gunungan sampah organik dan an-organik?.

Lantas? Yah…selama kita masih ngandelin tukang sampah’a pemerintah…dan masih ngandelin pemerintah yang ngelola sampah kita…maka masalah seperti ini akan terus berulang. (Butuh berapa hektar tanah lagi untuk nampung sampah kita?).

Bagaimana kalo…kita bertanggungjawab sama sampah kita sendiri?.

1. Mulai memilah sampah organik dan an-organik

2. Allah sudah memberikan perangkat untuk membuat sampah organik terurai dengan sendirinya. Bisa kita timbun di tanah, atau berkorban sedikit untuk membuat kotak Takakura.

3. Sampah an-organik? ya pakai aja prinsip reuse dan recycle. Yang masih bisa dipake ya dipake…yang belum butuh diganti…ya ga usah ganti dulu…Yang bisa dibuat benda baru ya buat benda baru…kreatif sedikit lah ya. Banyak kok buku2 seni rupa yang membahas tentang pengolahan benda bekas ini.

4.  Dan yang paling penting adalaaah, hayu kita mulai untuk diet sampah an-organik. Sebisa mungkin..klo memungkinkan untuk bawa kotak makan atau kotak minum sendiri…kenapa harus ngebungkus pake plastik or kertas nasi?kenapa harus beli air mineral botol?. Klo bisa bawa kantong sendiri pas belanja..kenapa harus minta kresek?. Klo bisa ga pake sedotan kenapa harus pake sedotan?. Klo bisa ga pake styrofoam kenapa harus pake?. Agak sulit memang 100% tanpa sampah an-organik, tapiii…bukan berarti ga bisa menekan angka penggunaannya kan?.

Yaaah, itung2 ngebantu Bandung terhindar dari kemunculan Gunung Sampah yang akan menandingi tingginya Gunung Tangkuban Perahu. Selamat berusaha untuk Bandung yang lebih baik.