Pameran Foto Karya Anak Merapi

Jadi begini, kenapa akhir-akhir ini saya jarang upload lagi foto makanan dan berbagi tips tentang motret makanan. Itu semua disebabkan oleh saya yang mendadak terjebak dalam sebuah kepanitiaan di komunitas fotografi Toekang Poto *alesaaaaan* :p.

Iya, jadi ceritanya saya dan teman-teman di komunitas itu mau bikin sebuah pameran yang memamerkan foto-foto hasil jepretan anak-anak penyintas (survivor) erupsi Merapi pada tahun 2010. Lah? kok komunitas fotografi malah bikin pameran foto jepretan anak-anak sih? gimana sejarahnya?.

Jadi begini, setelah saya banyak mendengarkan awal mula terbentuknya komunitas ini. Ternyata, kemunculannya tak lepas dari musibah erupsi gunung Merapi yang menimpa warga Sleman dan sekitarnya. Loh? yup, segelintir orang yang punya hobi motret tergerak untuk datang ke sana, membantu mendokumentasikan erupsi Merapi. Laaaah, yang lain kena musibah, bukannya bantu evakuasi kok malah motret-motret? eits, dokumentasi juga penting loooh.  Saat yang lain sibuk evakuasi, maka seorang fotografer bertugas mengabadikan situasi itu untuk dikabarkan kepada khalayak ramai. Agar apa? agar yang lainnya ikut tergerak membantu, dengan apa yang mereka bisa.

Ga hanya disitu kerja2 relawan dokumentasi ini. Pasca erupsi, mereka menerapkan sejenis metode yang bernama Photo Voice untuk sedikitnya membantu anak-anak penyintas erupsi Merapi bangkit dari trauma akan musibah. Nah, Photo Voice ini memanfaatkan ilmu fotografi untuk merekam “emosi” mereka secara jujur. Jadi, anak-anak diajarkan sedikit teknik fotografi, kemudian diajak untuk memotret apapun yang paling mewakili perasaan mereka saat itu. Daaaan, hasil foto inilah yang akan dipamerkan dalam: Pameran Foto Karya Anak Merapi “Belajar dari Mereka”. Jadiiii, dateng kesono yuuukkk, ya kali mau ketemu sayah :p.

Tanggal: 17 – 21 Juli 2013, 13.00 – 21.00 di Blok M Plaza

Info lebih lengkap klik disini

POSTER PAMERAN copy lowres

 

Go Pangan Lokal, Gue Banget

Salah satu perserta kampanye memegang poster berisi seruan mengonsumsi Pangan Lokal

Salah satu perserta kampanye memegang poster berisi seruan mengonsumsi Pangan Lokal

Judulnya, tanggal 19 Mei 2013 lalu komunitas tOekang poto bertugas mendokumentasikan kampanye Go Pangan Lokal yang digagas oleh Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI). 19 Mei sendiri bertepatan dengan Food Revolution Day. Hari dimana masyarakat berkomitmen untuk mengonsumsi pangan lokal yang lebih sehat.

Kampanye Go Pangan Lokal diadakan serentak di 4 kota besar, antara lain: Jakarta (Bundaran HI), Bandung (Car Free Day Dago), Jogjakarta (Malioboro), dan Surabaya (Taman Bulak). Mengusung tagline “Go Pangan Lokal, Gue Banget”, MITI mengajak masyarakat untuk mengonsumsi pangan lokal sebagai usaha memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Dalam kampanyenya, mereka membagikan ratusan pangan lokal kepada masyarakat luas.

Pedagang Bandros Dukung Go Pangan Lokal | Foto: Hesty Ambarwati

Pedagang Bandros Dukung Go Pangan Lokal | Foto: Hesty Ambarwati

 

“1 Hari 1 Pangan Lokal”, mulai sekarang mari mengonsumsi panganan lokal yang diproduksi oleh negeri sendiri. Stop Import 😀

Majalah Online Rasa Indonesia

Alhamdulillah, dapet lagi referensi tentang food photography dari sini. Terharu, ternyata mas Yulim Wicak salah satu fotografer disana adalah member dari komunitas tOekang poto. Setelah dilihat-lihat, ada nama-nama yang saya nggak asing lagi, beliau adalah mba Arfi Binsted dan mba Tika Hapsari Nilmada. Mereka adalah baker, fotografer dan blogger, lengkap sudah.

Untuk teman-teman yang mau belajar lebih tentang food photography, majalah ini pas banget deh. Penjelasan tentang teknik-teknik dasar food photohgraphy dibahas mendalam ditiap edisinya. Bahasan yang sudah dibahas adalah: komposisi, simplicity food photography, lighting food photography, low light food photography. Ga hanya pembahasan tentang food photography kok, ada juga kolom yang membahas tentang resep dan jajanan kuliner. Yang paling seru adalah, pembaca juga boleh mengirimkan foto makanannya sebagai bentuk kontribusi terhadap pengembangan majalah online ini.

Sukses teruuuus.

Setangkup Rindu dari Jogja 3

Kota Penuh Cerita

Pantai Timang

Blusukan ala Toekang Poto (Foto: Achmad Komaruddin)

Blusukan ala Toekang Poto (Foto: Achmad Komaruddin)

Masih di 30 Maret 2013, dalam keadaan shock sisa tragedi Siung. Semua orang sambil bercanda berteriak-teriak “Fotografer butuh trauma healing…takut sama pantai…haha”. Perjalanan dilanjutkan menuju Pantai Timang, dari Pantai Siung tidak terlalu jauh. Yang pasti, sinyal masih tak terdetect. Pantai Timang pernah diliput oleh Trans TV. Disini tempatnya nelayan mencari lobster. Tidak dengan cara yang biasa, mereka harus menyebrangi karang yang satu dengan karang lainnya menggunakan kereta gantung sederhana. Karena ga ada nelayan yang nyebrang, so mood saya mendadak hilang..haha.

Pantai Timang

Pantai Timang

31 Maret 2013

Misty Borobudur – Bukit Majaksingi (Magelang)

Pukul 04.00 pagi kami bergegas menuju Magelang, tepatnya ke bukit Majaksingi. Dari sini kami akan memotret Borobudur dengan hiasan layer kabut yang dramatis. Letaknya tak jauh dari Borobudur, naik ke atas sedikit lagi. Mobil tidak dapat melalui spot ini, dengan ikhlas hati kami berjalan menuju posisi memotret yang baik dan benar. Tanjakannya curam, saya hampir kehabisan nafas…huh tanda-tanda jarang olahraga dan sudah kelebihan lemak tampaknya..haha. Bukit ini bukan tempat wisata formal, so, ga ada biaya masuk ke tempat ini.

Berada di tengah-tengah kebun  cabe rawit dan daun singkong kami meletakkan tripod lengkap dengan kamera menghadap Candi Borobudur. Tapiiiii sayangnya, kabut turun begitu tebal. Sambil menunggu kabut hilang, saya diajari banyak oleh Kang Dudi, Pak Yan dan Mas Sylva, tentang komposisi, mengatur foto hitam putih, settingan foto serta penggunaan filter lensa. Ya setidaknya saya mulai kenal dengan 2 filter andalah lah ya: GND dan CPL, selain filter UV :p. Kami menunggu hingga pukul 07.00, alih-alih kabutnya hilang   eh malah naik ke atas. Huaaah, gagal penantian kami untuk mengabadikan bangunan bersejarah ini..hiks. Ini tanda, bahwa saya harus kembali lagi ke Jogja :p

Dari atas bukit Majaksingi, sayang Borobudurnya tertutup kabut

Dari atas bukit Majaksingi, sayang Borobudurnya tertutup kabut

Harusnya begini (Foto: Muchammad Ardani)

Kota Gede

Masih dalam kondisi belum mandi, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Gede. Menuju Makam Raja-raja Mataram, selain di Imogiri, Kota gede juga dijadikan makam. Sempet bingung sih, kenapa harus ke makam, secara mau motret apaan dimakam. Eh ternyata, selain menyimpan sejarah berharga bangsa ini. Makam Raja juga dikelilingi oleh komplek abdi dalem. Itu loh, ibu-ibu dan bapak-bapak yang pakai jarit, blangkon, dan baju lurik, yang tugasnya mengabdi pada Sultan Hameng.

jogja 46

Di Makam tidak boleh memotret

Di Makam tidak boleh memotret

Abdi dalem memasuki komplek makam raja-raja Mataram

Abdi dalem memasuki komplek makam raja-raja Mataram

Mengantar pengunjung belajar tentang sejarah panjang Indonesia

Mengantar pengunjung belajar tentang sejarah panjang Indonesia

Melukis topi perang

Melukis topi perang

Abdi Dalem tinggal di komplek ini

Abdi Dalem tinggal di komplek ini

Pengemis kece di Makam Raja, pake kacamata corak love

Pengemis kece di Makam Raja, pake kacamata corak love

Sudah 7 turunan menjadi Abdi Dalem

Sudah 7 turunan menjadi Abdi Dalem

Masih di Kota Gede, tapi di luar Komplek Makam Raja Mataram. Kota Gede selain terkenal dengan kerajinan Peraknya, juga terkenal dengan bangunan-bangunan tua khas jogjakarta. Bangunan bersejarah. Hmmm..karena saya ga bisa foto aristektur, jadiii yang saya foto ya para Toekang Poto saja…terangkum dalam Dibuang Sayang :p. Kurang lebih pesan moral saat hunting berjamaan bersama fotografer, pastikan selalu menjaga gaya dan sikap. Minimalisir ekspresi-ekspresi yang ga kobe. Kenapa? karena kita tidak pernah tahu siapa memotret apa/siapa…waspadalah..waspadalah 😀

Tukang poto memotret orang yang memotret orang  yang memotret

Tukang poto memotret orang yang memotret orang yang memotret

Bangunan tua tak terpakai di Kota Gede

. Pesepeda melintasi bangunan tua tak terpakai di Kota Gede

Karnaval :D

Karnaval 😀

Tertutup

Tertutup

Istirahat sejenak

Istirahat sejenak

Menatap mesra *uhuk*

Menatap mesra *uhuk*

Toekangpoto minta dipoto

Toekangpoto minta dipoto

1 April 2013

Setelah yang lainnya pulang. Beberapa personil Toekang Poto masih terjebak di Jogjakarta. Karena inisiatif kita yang tinggi, maka disepakati untuk menambah waktu hunting…hahaha. Destinasi selanjutnya adalah: Petung – Merapi. Melihat sisa-sisa erupsi Merapi 2010 lalu. Pertamakali memasuki Petung, suasana mencekam, haru, dramatis langsung terbayang dipikiran saya. Seolah-olah saya ikut dalam situasi saat erupsi Gunung Merapi terjadi. Batu-batu sebesar kulkas 1 pintu menghalangi jalan, batu ini konon terbawa saat erupsi terjadi. Debu sisa erupsi masih menutupi jalan-jalan perkampungan. Sungai tak lagi berfungsi, tertutup batuan dan pasir. Bendungan jebol, rumah warga? hancur.

Jalan yang rata bersama abu

Jalan yang rata bersama abu

jogja 87

jogja 90

Hanyut dalam suasana sedih itu, kami berhenti di sebuah rumah yang kini menjadi museum. Warga berinisiatif mengumpulkan barang-barang yang rusak akibat letusan Merapi, dan tulang belulang sapi.

Pengunjung melihat-lihat benda sisa erupsi di Museum Merapi

Pengunjung melihat-lihat benda sisa erupsi di Museum Merapi

jogja 77

jogja 78

jogja 80

jogja 83

jogja 82

Ibu pemilik rumah

Ibu pemilik rumah

Dari Petung ini kami melanjutkan perjalan ke gerbang masuk Kinahrejo, melihat rumah Mba Maridjan yang habis terkena lahar Merapi. Mobil diparkir di pintu utama, selanjutnya perjalanan bisa ditempuh dengan 4 cara: Sewa mobil land rover (250.000), sewa motor trail (50.000), naik ojek (20.000) atau mandiri dengan kaki sendiri (0 rupiah). Jalannya ga jauh kok, tapi lumayan bikin lemak terbakar :p. Ada apa di rumah Mbah Maridjan? selain ada sisa barangnya yang habis terbakar, ada juga mobil relawan yang ikut terbakar saat evakuasi terjadi. Hal ini mengakibatkan 2 relawan tewas bersama dengan korban lainnya.

Jalan pintas menuju rumah Mbah Maridjan

Jalan pintas menuju rumah Mbah Maridjan

Pak Yudi melintasi rumah Mbah Maridjan

Pak Yudi melintasi rumah Mbah Maridjan

jogja 96

jogja 95

 

Yah….Begitulan kurang lebih perjalanan panjang kami yang bergabung di komunitas Toekang Poto ;D. Salam jepret selalu. Bahwa cerita muncul dari sebuah perjalanan.

 

 

 

Setangkup Rindu dari Joga 2

Tragedi Membawa Berkah

Pagi di Siung Beach, para toekang poto berkejaran dengan jingga dan bulan yang masih muncul di langit

Pagi di Siung Beach, para toekang poto berkejaran dengan jingga dan bulan yang masih muncul di langit

Masih di Siung Beach pemirsa. Pagi hari di 29 Maret pukul 05.30. Harapan untuk melihat dan memotret sunrise masih ada dalam hati toekangpoto-wan dan toekangpoto-wati. Siung Beach memiliki karang yang besar-besar, ombaknya sebesar karangnya. Pagi ini air laut masih surut. Langit sedikit mendung, namun warna jingga dari matahari yang malu-malu muncul ikut hadir di langit pagi itu. Puluhan toekangpoto sudah siap dengan peralatan tempurnya masing-masing. Berpencar mereka di sekeliling pantai, sibuk mencari spot yang sesuai dengan imaji.

Siung Beach, landscape gagal paham

Siung Beach, landscape gagal paham

Temanya masih landscape. Memotret deburan ombak yang memecah karang masih menjadi tema favorite mereka. Namuun, berbekal kekecewaan saya karena selalu gagal motret landscape dengan teknik slow speed, membuat saya beralih kepada jati diri saya  sebenarnya: Human Interest (Alesaaaaan). Aktivitas yang paling mungkin untuk difoto adalah: Aktifitas Nelayan Pantai Siung. Perahu nelayan berjejer menghadap laut dengan ombaknya yang super besar. Nelayan bersiap-siap pergi melaut. Situasi ini menjadi indah untuk diabadikan. Sayangnya saya (lagi2) tidak melakukan riset mendalam tentang nelayan pantai Siung. Padahal kan lumayan untuk latihan bikin essai foto.

Ini kali pertama saya memotret kegiatan nelayan. Agak khawatir sebetulnya, mengingat air laut bukan sahabat yang baik untuk kamera. Apalagi saat itu air laut mulai pasang, dan ombak sedang besar-besarnya. Satu frame yang ingin saya dapatkan: memotret ekspresi nelayan saat mendorong perahu ke laut. Itu artinya, saya harus nyemplung ke air, dengan posisi low angle dan kita ga pernah tahu, sebesar apa ombak di belakang kita. Dan, tadda…ombak besar benar-benar datang, alhamdulillah tangan saya sontak naik ke atas mengamankan kamera, tak sadar air sudah sepinggang -___-.

Nelayan siap-siap melaut

Nelayan siap-siap melaut

Nelayan mendorong perahu mendekati pantai

Nelayan mendorong perahu mendekati pantai

Menunggu ombak agar siap diarungi

Menunggu ombak agar siap diarungi

Siap berlayar

Siap berlayar

Karena kondisi yang sudah tak memungkinkan, saya sudahi saja pencarian hari itu. Sesaat berbincang-bincang dengan teman-teman lainnya, saling foto, dan melakukan kegiatan mubah lainnya. Tiba-tiba dari kejauhan Mas Wahyudi lari membawa Canon 5D Mark 2 dalam keadaan basah kuyup. “Ada Korban”. Kaget, muka saya udah kaya di sinteron, yang dapet efek zoom in zoom out.

Kang Dudi, suhu foto kita yang ternyata mendapat musibah. Tersebor ombak saat memotret ombak. Beralasan, saat mata fokus memandang gambar melalui view finder, kita menjadi tidak awas pada kondisi sekitar. Setidaknya Canon 5D Mark 2, Nikon D7000, Fuji Film Mirrorless, memori, uang, hardisk eksternal, lensa termos, lensa 35 mm harus ikut mandi bersama air laut. Belum lagi Kang Dudi yang mengalami luka di lengan. Ga kebayang, se-epic apa kondisi saat itu.

Kang Dudi dan Kang Jali basah kuyup pasca tersiram ombak

Kang Dudi dan Kang Jali basah kuyup pasca tersiram ombak (Foto: Achmad Komaruddin)

Mas Wahyudi lari dari kejaran ombak (Foto: Muhammad Hilal)

Mas Wahyudi lari dari kejaran ombak (Foto: Muhammad Hilal)

Alhamdulillahnya, manusia yang hadir hari itu adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di dunia fotografi. Pertolongan Pertama pada Kamera Kecemplung (Air Laut) pun dilakukan dengan sigap, begini caranya:

1. Lepas Batere dan memori

2. Tanpa melepas lensa, siram kamera dengan air tawar bersih. Pastikan air laut ternetralkan dengan baik. Air laut yang dibiarkan akan menyebabkan korosi.

3. Keringkan kamera dengan tisu

4. Lepas strap dan jemur

5. Dengan menggunakan blower, semprot sisi-sisi kamera yang memungkinkan air masuk ke dalam body. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan air.

5. Jemur atau angin-anginkan kamera anda

6. Bawa segera kamera ke tempat service terdekat. Inget, setelah melakukan tindakan di atas, jangan gunakan kamera untuk memotret, apalagi melempar.

Onggokan kamera basah

Onggokan kamera basah

Yang lain menggantung kamera

Yang lain menggantung kamera

Yah, setidaknya melalui musibah ini, kami mendapatkan satu pelajaran tentang P3K. Usai membantu membersihkan kamera dan ikut mengeringkan flashdisk, memori dan hardisk eksternal. Kami semua berinisiatif untuk berfoto bersama di bibir pantai.

Masing-masing TP-wan/wati meletakkan senjatanya

Masing-masing TP-wan/wati meletakkan senjatanya (Foto: Hasna Puri Handayani)

Berfoto bersama, detik-detik sebelum tragedi Siung (Foto: Ihsanudin Mahfud)

Berfoto bersama, detik-detik sebelum tragedi Siung (Foto: Ihsanudin Mahfud)

Spanduk Milad 2 digelar, kamera dijejerkan. Jamaah Nikoniah di sisi kiri, jamaah Canoniah di sisi kanan, sedangkan Olympus dan Sony Alpha di tengah-tengah.  Tak lupa, 3 kamera Kang  Dudi di depan spanduk. Kamera diarahkan, pantai sebagai backgroundnya. Jeprat jepret gabungan dilakukan dari gaya manusia sampai gaya absurd. Kemudian sesi foto-foto dilanjutkan oleh golongan akhwat. Baru beberapa kali gaya, tiba-tiba suara riuh berteriak “Ombaaaaaaak”. Tanpa menengok  ke belakang, tanpa tahu menyelamatkan kamera siapa, saya langsung mengambil kamera yang bisa diambil. Sambil lari ke depan, melihat akhwat lainnya yang chaos jatuh karena ingin menyelamatkan kamera siapapun. Yang terdengar dan terlihat hanya teriakan “Astaghfirullah, Allahu Akbar” dan muka Pak Imam yang shock. Air ternyata sudah menyentuh spanduk tempat kamera kami diletakkan. Ya, setidaknya 7 kamera tidak berhasil diangkat, ikut berenang bersama air laut. Termasuk Olympus E-510, kamera legendaris saya di dalamnya. Klo di buat headline berita mungkin begini bunyinya: “Puluhan Kamera Tergulung Ombak”. Sayang ga ada yang mengabadikan tragedi ini, klo masuk youtube mungkin On The Spot tertarik memasukkan video ini ke acaranya dengan judul “10 Kejadian yang sangat tidak dianjurkan” (Meletakkan kamera di bibir pantai. red)

Bagi saya ini sesi praktek secara langsung Pertolongan Pertama Pada Kamera Kecemplung (air laut).  Horor sebenernya lihat kamera sendiri dengan biadabnya disebor air tawar. Tapi apa daya :p. Alhamdulillah banyak yang membantu. Walaupun wajah shock bercampur sedih (hampa) terlihat jelas di wajah teman-teman (khususnya yang kameranya menjadi korban), namun senyum, tawa dan sedikit canda masih keluar dari mulut kami. “Ah, ini tanda-tanda dapet kamera baru..Insya Allah yang terbaik, namanya juga musibah :)” kurang lebih kalimat itu yang selalu keluar. Tak ada cela menyalahkan seseorang atau bahkan menyalahkan Allah yang menciptakan ombak. Semua diterima dengan hati lapang, dan hal yang paling penting adalah kami sadari ada pelajaran dan hikmah berharga dibalik kejadian ini.

Sempat kepikiran sih, apa Allah negur saya yang rada sombong ya…merasa tau mengatasi ombak, hingga lupa bahwa Allah bisa melakukan apapun. Insya Allah dibalik kesulitan pasti ada kemudahan. Saya yakin ukhuwah ini akan semakin erat. Setidaknya, untuk terus bertanya kabar “Gimana kabar kamera saya paaaak?” :p

Kang Dudi pasca kamera tenggelam: "Ga ada kamera, kompas pun jadi" :p

Kang Dudi pasca kamera tenggelam: “Ga ada kamera, kompas pun jadi” :p

Bersambuuuunggg…. Pantai Timang, Kota Gede, Merapi dan Kuliner 😀

Setangkup Rindu dari Jogja

Jogja pagi hari di Stasiun Lempuyangan

Jogja pagi hari di Stasiun Lempuyangan

29 – 31 Maret 2013 sudah lama berlalu, tapi kenangan dan rasa ukhuwahnya masih terasa. Tiga hari yang sangat berkesan bersama teman-teman tukang poto dari komunitas Toekang Poto. Komunitas yang terbentuk saat bencana Merapi terjadi 2010 silam

27 Maret 2013

Tak sabar menuju Jogja. Tepat pukul 20.25 KA Kahuripan melaju dari Kiara Condong menuju Stasiun Lempuyangan – Jogjakarta. Saya sengaja menggunakan kereta ekonomi, untuk melihat lebih banyak kisah di dalamnya. Yah, kata teman saya kereta ekonomi itu punya banyak cerita, dari mulai penumpang yang tidur di toilet, anak-anak tidur di rak penyimpanan tas, sampai ibu-ibu yang tidur di kolong-kolong kursi, semua berbaur dengan riuh pedagang dan bau keringat yang mempesona *uhuk*. Tapi, imajinasi saya tentangnya hilang saat menyadari bahwa kereta yang saya tumpangi menggunakan AC. Hah, ternyata KAI mengeluarkan kebijakan baru, menghilangkan kereta ekonomi biasa dan menggantinya dengan kelas ekonomi AC. Satu sisi saya merasa beruntung karena hanya membayar Rp 38.000 saja untuk menikmati ekonomi AC, sedangkan harga ekonomi AC sendiri tembus diangka Rp 120.000. Di sisi lain, sedihnya, kamera tidak saya keluarkan sama sekali. Perjalanan  jadi membosankan. Satu-satunya peristiwa menarik bagi saya adalah: terjebak dalam awkward moment, 2 manusia jomblo berhadapan dengan 1 pasang pengantin baru yang romantisnya ga ketulungan *berasa pengen nabur kemenyan*.

28 Maret 2013

Kereta menghentikan laju tepat pada pukul 06.00. Jogja masih teduh, dengan sinar matahari kuning keemasan. Suara mbah-mbah dengan logat medok jawanya bersahutan menawarkan “Nasi Ayam”. Indah.

Karena acara Milad 2 Toekang Poto baru berlangsung di tanggal 29 Maret, so hari ini jadwal saya masih sangat-sangat fleksibel. Bantul menjadi daerah tujuan kami (saya, flo dan tuti). Bukan karena pariwisatanya, tapi karena disana ada saudara sepupu saya. Artinya, saya bisa menghemat biaya makan, biaya penginapan dan biaya transportasi *hahahah*.

Dan jackpot, ternyata  rumah saudara saya -PringGading- bersebalahan dengan desa wisata Krebet. Krebet terkenal dengan pengrajin batik kayunya. Keliling-keliling sebentar, berasa turis mancanegara sambil menenteng DSLR :p. Kami menemukan bale-bale tempat para pengrajin yang sibuk membatik kayu. Mereka ramah,tanpa basa basi saya menwarkan diri untuk mencoba membatik juga. Hufft, ternyata memegang canting berisi lelehan malam panas tidaklah mudah kawan, tangan saya gemetar grogi.

Seorang pengrajin batik kayu sedang melakukan kegiatan"nyanting".

Seorang pengrajin batik kayu sedang melakukan kegiatan”nyanting”.

Batik kayu khas Desa Krebet - Bantul

Batik kayu khas Desa Krebet – Bantul

Saya belajar nyanting di atas kayu

Saya belajar nyanting di atas kayu (Foto by: Tuti)

:D (Foto by:Tuti)

😀 (Foto by:Tuti)

29 Maret 2013

Hari yang dinantikan saudara-saudara. Saya tak sabar bertemu dengan masterwan dan masterwati fotografi yang berdatangan dari penjuru negeri. Ada yang dari Jogja, Bandung, Bogor, Jakarta, Magetan, bahkan Balikpapan. Tentu saja lengkap dengan “senjata”nya masing-masing. Mereka ini orang-orang sholeh yang memotret atas dasar cinta pada Tuhannya (hehehe, sok terjemahin sendiri maksudnya gimana :p).

Pertemuan kali ini sejenis Kopdar bagi saya, iya dong.. selama ini kita hanya saling sapa dan saling bantai lewat Facebook saja. Bahkan saya lebih kenal nama akunnya dibandingkan nama aslinya. Saya pun memastikan bahwa akun-akun itu adalah benar manusia, bukan alien dari planet Mars. Meski baru bertemu di dunia nyata, hangatnya ukhuwah langsung menyelimuti. Tak ada kata-kata romantis, hanya saling hina dan saling cela saja…ahahha, tapi itu sangat efektif. (Begitu Kijang Genit? :p)

Bringharjo

Setelah puas memandang ngeri pada “senjata” yang dibawa tukang poto ini. Sekarang kengerian berlanjut ke medan perang sesungguhnya. Briefing sebentar saja, tak ada pengarahan lebih, kecuali “Yak, kita makan dulu di lantai 1, terus terserah keliling-keliling pasar. Tema kita hari ini adalah Human Interest”. Kesan saya pada pasar ini: Ini Indonesia dengan segala keramahannya, kerja kerasnya, dan kesederhanaannya. Bringharjo ini unik loh, selain pasarnya rapi, kita akan mendapati begitu banyak mbah-mbah berusia lanjut memadati sisi-sisi pasar  dengan wajahnya yang eksotis. Ada yang menjadi pedagang, ada juga yang menjadi kuli panggul. Kata Mas Gendut, pemilik kedai kopi di Bringharjo, mbah-mbah ini bisa jadi berusia 100 tahun. Hebat kan?

Sayangnya, saya tak sempat melakukan riset terhadap pasar ini. Hingganya, saya juga bingung akan mengangkat apa tentang pasar ini. Yang terlintas hanya 1 tema: Lelap dalam kesibukan. Pencahayaan di Pasar Bringharjo agak terbatas, so ISO dikatrol setinggi-tingginya 3200 sampai 6400. Alhamdulillah, Nikon D7000 tidak bermasalah dalam hal ini, tak ada noise yang berarti *iklaaaaan*. Kata Mang Udin (Presiden Toekang Poto), dalam memotret HI kita bisa melakukannya dengan dua pendekatan. 1. Jepret and Run (candid dengan kamera tele) ; 2. Ngobrol-ngobrol terlebih dahulu dengan objek, minta izin untuk difoto. Tapiii amannya adalah Jepret dulu baru minta izin, hal ini mengantisipasi jika sang objek tidak berkenan untuk difoto maka kita sudah punya fotonya. Inget prinsipnya: puncak moment tidak datang dua kali..hehe.

Suasana pasar Bringharjo yang sibuk sejak pukul 2 dini hari

Suasana pasar Bringharjo yang sibuk sejak pukul 2 dini hari

Mbah-mbah melintasi dagangan

Mbah-mbah melintasi dagangan

Seorang pedagang kelapa, senang saat dagangannya dibeli

Seorang pedagang kelapa, senang saat dagangannya dibeli

Seorang pedagang terlelap di tengah dagangannya

Seorang pedagang terlelap di tengah dagangannya

Lelap dengan damainya

Lelap dengan damainya

Pijat-pijat

Pijat-pijat

Pantai Wedi Ombo

Wedi = takut ; Ombo = Besar. Jadi Wedi Ombo adalah ketakutan yang besar, itulah ajaran sesat pak Imam, komandan tim Kijang Genit. Wedi Ombo terletak di Gunung Kidul, kurang lebih ditempuh dalam waktu 3 jam dari Jogjakarta. Rintik hujan menemani perjalanan kami. Rencananya, kami akan mengabadikan sunset disana, namun apalah daya awan mendung masih betah berlama-lama menutupi matahari yang nyemplung perlahan di lautan.

Lensa wide hasil pinjaman ke Kang Dudi menemani hari-hari saya. Tema hari ini adalah: Landscape. Tema yang paling saya takuti *ga bisaaaa*. Sub tema: Slow Speed. Kang Dudi master Landscape memberikan sedikit pengarahan “Setting kamera: Speed rendah, F 22, ISO sesuaikan, jangan lupa pakai tripod”.

Pemotretan di Wedi Ombo sungguh merepotkan. Tangan kanan memegang payung untuk mengamankan kamera dari rintik hujan, tangan kiri memegang kamera lengkap dengan tripodnya. Alhamdulillah pantai sedang surut, sehingga barisan karang dapat terlihat dengan jelas saat itu. Suasana Wedi Ombo begitu dramatis, mendung, karang dan ombak besar ditemani sedikit rintik hujan.

Kang Jali membantu TP-Wati memasang isolasi

Kang Jali membantu TP-Wati memasang isolasi

Tips memotret di pantai: tutuplah dudukan flash (apasih namanya) dengan isolasi kertas untuk menghindari korosi oleh sebab cipratan air pantai.

Pengarahan dari Master Dudi tentang foto Landscape

Pengarahan dari Master Dudi tentang foto Landscape

Fotografer melintasi karang untuk memotret ombak

Fotografer melintasi karang untuk memotret ombak

Cuma ini yang bisa saya jepret:p

Cuma ini yang bisa saya jepret :p – Wedi Ombo Beach

Pantai Siung

Kami sampai di Pantai Siung pada malam hari, disambut dengan hamparan pantai yang luas dengan karang besar di kanan kirinya. Rencanya, esok hari kami akan mengabadikan sunrise di tempat ini.

Suasana malam, lengkap dengan suara deburan ombak, bunyi serangga, dan kunang-kunang hilir mudik menemani forum diskusi kami saat itu. Juga menjadi saksi penunjukkan brutal atas Mang Udin sebagai Presiden Toekang Poto sejagad Indonesia. Banyak harap dari kami terhadap komunitas yang sedang berbenah diri dari gerombolan menjadi barisan yang rapi untuk bermanfaat bagi ummat melalui fotografi. Fotografi untuk Peradaban !!! :p

Bersambung…..

 

Udar-Ider Jogja

Inget kan beberapa keinginan saya di tahun 2013? *dan semuanya teriak: engggaaaaak*. Alhamdulillah, masih di awal tahun dan hampir semuanya terealisasi. Ekspedisi Tasikmalaya Selatan udah. Selanjutnya: “Backapack ke Jogja dan Naik Kereta Api Ekonomi” yeyeye.

Tanggal 29 – 31 Maret, bersama teman-teman di komunitas fotografi Toekang Poto seluruh Indonesia, saya akan keliling Jogjakarta. Kurang lebih ini daerah yang akan saya kunjungi, dan tentu saja akan saya abadikan dalam foto :D.

Run Down Ekspedisi Jogja

Run Down Ekspedisi Jogja

Nama-nama daerah yang akan dikunjungi hampir sebagian besar tidak saya kenal. Semoga ada pengalaman luar biasa yang saya lalui. Seperti cita-cita saya: Melakukan Perjalanan Jiwa. Oh iya saya dan 2 teman saya akan naik kereta api Kahuripan Padalarang – Lempuyangan:

 

Bismillah 🙂