Ekspedisi “Mengantar Kebahagiaan” [Part 1]

Bismillah..

Ingat mimpi saya yang ke-2 di tahun ini? yaaa…blusukan di Tasikmalaya Selatan. Alhamdulillah, akhirnya terealisasi juga. Pada tanggal 15 – 18 Januari 2013 ini bersama kawan-kawan dari komunitas School Ranger dan Kidzsmile.

Idenya spontan, disebuah coffee shop saat ngantor School Ranger. Akhirnya kita memutuskan untuk melakukan ekspedisi di sekolah-sekolah mandiri se-Tasik Selatan. Ekspedisi yang bertajuk “Mengantarkan Kebahagiaan” ini membawa 2 misi:

  1. Pemetaan sekolah mandiri sekaligus pembuatan profil masing-masing sekolah mandiri (peta masalah dan kebutuhan). Kelak difungsikan untuk memudahkan School Ranger maupun komunitas lainnya saat memberikan bantuan dan support kepada mereka untuk berkembang.
  2. Uji coba roadshow dongeng Tunas Integritas

Langkah yang kami lakukan selanjutnya adalah menghubungi Mba Justine, tim School Ranger yang ngurus sekolah mandiri disana. Sedikit banyak, beliau ngejelasin gambaran medannya. Setidaknya ada 7 titik yang akan kita jelajahi, Sukasenang, Mandalamekar, Buniasih, Cikatomas, Cikawung, Pancatengah, dan Parigi. Jarak antar titik beragam, antara 45 menit – 3 jam dengan kondisi jalan yang sungguh-sungguh rusak.

Hmmm, hal yang pertama dipikirkan oleh kami adalah, “Dengan apa kita melakukan ekspedisi?”. Dengan mobil, pasti, tapi siapa yang mau menghibahkan mobil beserta supirnya secara murah meriah untuk blusukan di Tasik Selatan. Dan, ahaaa, terlintaslah sesosok manusia bernama Kak Idzma, founder dari Kidzsmile Foundation. Komunitas tumbuh kembang anak, yang bulan Juni ini akan digandeng oleh School Ranger untuk ngelakuin roadshow Dongeng Tunas Integritasnya KPK.

Dengan kekuatan super, saya langsung menghubungi beliau..sedikit memaksa, mengompori dan merajuk agar beliau ikhlas dan ridho menghibahkan si Trokidz (Trooper tahun 80-an) untuk menemani ekspedisi kami. Dan Alhamdulillah, beliau menyanggupinya dengan senang hati :p, lengkap dengan sang supir yaitu dirinya sendiri.  Ga Cuma itu, Kak Idzma yang sudah lama malang melintang di dunia kebencanaan, juga perekspedisian secara cepat dan tanggap membantu kami menyusun rencana perjalanan. Dari mulai me-list barang bawaan (sleeping bag, rain coat, terminal, GPS, HT, sound system, terpal, jirigen solar, bantal, obat-obatan pribadi, sampai kompor gas portable), menyusun peta perjalanan menggunakan google map, sampai melakukan test drive untuk mengecek kesehatan si Trokidz. Bagi saya yang dodol dalam sebuah ekspedisi, semua persiapan ini terlalu lebay :p. Bahkan saya sempat mengusulkan, 1 mobil diisi oleh tim yang berjumlah 9 orang. Tapi, beliau hanya mengizinkan maksimal 5 orang saja yang ikut, karena bagian belakang mobil digunakan untuk barang bawaan.

Hmmm…persiapan yang sebegini lengkapnya kadang-kadang membuat saya khawatir “perjalanan macam apa yang akan ditempuh ini sodara-sodaraaaa” *garuk2 mobil*. Akhirnya diputuskanlah 5 orang saja yang akan ikut ekspedisi ini, mereka terdiri dari: Saya (School Ranger, fotografer + videographer), Vivi (Gema Pena, Surveyor – tugasnya ngebuat profil sekolah-sekolah mandiri), Kak Idzma (Kidzsmile, Tukang dongeng, pawang anak, pimpinan perjalanan, driver), Mba Justine (School Ranger, Koordinator sekolah, navigator – walaupun selalu disorientasi arah -__-), dan Tajoel (Mahasiswa Universitas Siliwangi, seorang calon ajengan yang bertugas sebagai pembantu umum, dan objek penderita).

Tiba di tanggal keberangkatan, 15 Januari 2013. Saya, Vivi dan Kak Idzma bertolak dari Bandung menuju Kota Tasikmalaya. Alhamdulillah cuacanya cerah saat itu. Sesampainya di kota Tasikmalaya, kami melanjutkan ekspedisi menuju Desa Sukasenang. Matahari sudah perlahan tenggelam entah dimana, membuat suasana sedikit gelap tertutupi awan hitam. Kami disambut dengan jalan yang mulai berlubang besar dan licin. Kurang lebih sensasi off road gitu lah ya. Perjalanan ditempuh selama 1 jam dari Kota Tasikmalaya.

Siap-siap menuju Tasikmalaya

Siap-siap menuju Tasikmalaya

Ini dia driver jagoan kita: Idzma Mahayattika, pake "dz" ga pake "s" "t-nya 2"

Ini dia driver jagoan kita: Idzma Mahayattika, pake “dz” ga pake “s” “t-nya 2”

Kecelakaan kecil, Trokidz nyium tembok warga sampai hancur

Kecelakaan kecil, Trokidz nyium tembok warga sampai hancur

Selesai dari sana, perjalanan dilanjutkan ke Mandalamekar. Desa yang namanya sudah sampai ke negeri orang-orang barat, karena prestasinya menanami kembali bukit yang gundul dengan pepohonan. Desa paling kece yang pernah saya lihat. Perjalanan menuju Mandalamekar dari Desa Sukasenang kurang lebih 2 jam dengan jalan yang sama hancurnya. Hujan dan kabut tebal mengiringi putaran roda ban Trokidz. Semi horror. Malam itu, kami menginap di rumah Abah dan Ambu, penduduk Mandalamekar yang kece abis. Abah dulunya mantri, dan Ambu adalah sinden yang aktif mengisi program “Ngamulang Basa Sunda” di Ruyuk FM, radio komunitas milik Desa Mandalamekar.

Kata Abah, Mandalamekar ini adalah desa yang ditinggalkan oleh pemerintah, bukan tertinggal. Kata orang penduduk Mandalamekar itu miskin, tapi kata Abah, miskin itu ukurannya bukan materi melainkan hati. Ya, miskin hanya tepat untuk orang-orang yang tidak pandai bersyukur :D. Yah intinya Mandalamekar pas banget deh masuk klasifikasi rural rocks…yeah.

Ambu, siap sedia menyediakan makanan yang enak. Masih dengan cara tradisional

Ambu, siap sedia menyediakan makanan yang enak. Masih dengan cara tradisional

16 Januari 2013

Anak-anak desa Mandalamekar beriringan menuju sekolah yang jaraknya cukup jauh

Anak-anak desa Mandalamekar beriringan menuju sekolah yang jaraknya cukup jauh

Pagi yang indah di Mandalamekar, kukuruyuk ayam, iring-iringan warga yang siap ke kebun dan sawah, teduh, cicit burung, matahari yang hangat, jalan yang masih basah sisa hujan semalam, bulir air di atas dedaun,  anak-anak berseragam merah yang turun ke jalan menuju sekolahnya beriringan. Menentramkan.

Suasana Desa Mandalamekar, anak2 sekolah menunggu temannya

Suasana Desa Mandalamekar, anak2 sekolah menunggu temannya

Ngegaya dikit ya di atas atap. Ngambil gambar dari atas adalah pekerjaan yang tidak mudah

Ngegaya dikit ya di atas atap. Ngambil gambar dari atas adalah pekerjaan yang tidak mudah

Pagi ini kami mengantarkan kebahagiaan di SDN Mandalamekar. 5 makhluk luar angkasa ini mendarat bersama Trokidz. Anak-anak sibuk memandangi dari balik jendela, makhluk macam apa yang menyambangi sekolahnya ini. Terpal dibentangkan di atas tanah yang sedikit becek, suara “check sound” menggema, sepaket buku dongeng disiapkan. Dan tadda, itu Kak Idzma siap bercerita di depan anak-anak manis ini.

Bersama anak-anak SDN Mandalamekar, sedikit terik tapi menyenangkan

Bersama anak-anak SDN Mandalamekar, sedikit terik tapi menyenangkan

Bermain sejenak...yaaak senam otak

Bermain sejenak…yaaak senam otak

Anak-anak berhamburan keluar kelas, duduk rapi di atas terpal, warna bahagia dan antusias tergambar di wajah mereka. Mudah saja mengenalinya, senyum mereka merekah indah dan ikhlas. Hari ini, kak Idzma bercerita tentang Keranjang Oshi. Dengan mimic wajahnya yang berganti-ganti secepat kilat kak Idzma membacakan cerita itu. Seru.

Buku Dongeng Seri Tunas Integritas yang diterbitkan oleh KPK

Buku Dongeng Seri Tunas Integritas yang diterbitkan oleh KPK

Kami tak lama di SDN Mandalamekar, perjalanan dilanjutkan menuju Desa Buniasih. 2 jam waktu yang kami butuhkan, menembus jalan yang rusak parah, bergelombang, berbatu besar dan basah. Di dalam mobil seolah-olah kami sedang aktif loncat-loncatan di atas trampoline. Sakit badan, tapi pemandangan sawah yang hijau di kiri dan kanan jalan menjadi obat peredam rasa sakit.

Kondisi jalan menuju Buniasih, masih tanah dan berbatu

Kondisi jalan menuju Buniasih, masih tanah dan berbatu

“Kang, terjawab..kenapa lo ngelarang gue bawa 9 penumpang..haha…jalannya gila abis..kasian klo duduk di belakang…remuk badannya” Judulnya pengakuan dosa :p

“Iyalah..emang lo mau jalan ke Cimahi doang” Kak Idzma menang.

Beristirahat sejenak di Cikatomas, mobil udh ga karuan

Beristirahat sejenak di Cikatomas, mobil udh ga karuan

2 jam berlalu. Dan sampailah kami di Desa Buniasih, tepatnya lagi di Pondok Pesantren Nurul Islam. Mendapati sayup-sayup suara murid belajar Bahasa Arab. Khas Pondok Pesantren.

Menuju ruang kelas yang difungsikan sebagai tempat jemur juga :D

Menuju ruang kelas yang difungsikan sebagai tempat jemur juga 😀

Kedatangan kami disambut hangat oleh pimpinan Ponpes, Pa Ujang. Sosoknya sederhana, namun pemikirannya melangit. Dalam bincang santai kita, beliau bercerita bahwa..paradigma masyarakat dalam memilih pendidikan yang berkualitas harus dibangun. Sekarang, paradigma masyarakat terhadap sekolah hanya sekedar trend, tidak lebih, maka sekolah dengan kualitas pembelajaran bagaimanapun asal gratis akan dipadati siswa. Belum lagi, sekolah selalu kesulitan mencari guru yang benar-benar mendidik dengan hati. Rata-rata guru yang mengajar hanya menggugurkan tugasnya untuk mentransfer ilmu saja. Selesai dapat sertifikasi selanjutnya resign dari sekolah. Huft, sedih.

Mendongeng di depan anak-anak Diniyah Nurul Islam, pesertanya ada remaja perempuan juga loh..haha

Mendongeng di depan anak-anak Diniyah Nurul Islam, pesertanya ada remaja perempuan juga loh..haha

20.00. Malam semakin larut, kami kembali ke Cikatomas untuk bermalam. Lelah seharian ber-blusukan ria terbalaskan oleh kasur, dan teh tarik hangat…aaaaa.

 

One response

Leave a reply to dede pit Cancel reply